Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALAM telah lewat. Setengah satu dini hari, Sabtu pekan lalu. Tapi Saifullah Yusuf masih jingkrak-jingkrak di lapangan badminton kantor Gerakan Pemuda Anshor, di Kramat Raya, Jakarta Pusat. Mengenakan celana putih dan kaus berwarna serupa, Saifullah melompat-lompat bak pemain profesional.
Tiba-tiba shuttle cock jatuh di lini depan, di sudut kanan lapangan. Saifullah berguling, berusaha mencungkil bola ke kandang lawan, seraya berpekik keras. Tapi gagal. Dia tertawa lebar, lalu menyeka keringat yang mengalir deras di tubuh.
Belasan kawan karibnya tertawa ngakak melihat aksi mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini. Penyanyi balada Franky Sahilatua, sobat karib Saifullah, di pinggir lapangan ikut terbahak. ”Kini saya lebih bebas dan banyak waktu bermain dengan teman-teman,” kata Saifullah.
Setelah dicabut dari kabinet oleh Pre-siden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin pekan lalu, Saifullah Yusuf lepas dari rutinitas seorang menteri. Tapi, ”Jumlah penganggur tambah satu,” katanya berseloroh.
Saifullah tentu tidak menganggur. Kini dia mencurahkan perhatiannya kepada Gerakan Pemuda Anshor, organisasi pemuda yang bernaung di bawah Nahdlatul Ulama. Di organisasi itu, keponakan pendiri NU, Abdurrahman Wahid, ini duduk di kursi ketua umum.
Dua setengah tahun dia menjadi menteri, organisasi itu praktis ”dimadu” Saifullah. Sekarang dia lebih sering berkumpul dengan ”istri pertamanya” itu. Saifullah kini sibuk mempersiapkan ulang tahun Anshor ke-73, yang perayaannya digelar dua pekan lagi. ”Wakil Presiden Jusuf Kalla akan datang ke sini,” katanya bangga.
Saifullah juga sedang menulis buku tentang pengalaman dua setengah tahun menjadi menteri, juga menghimpun sejumlah tulisannya di media massa. Museum Rekor-Dunia Indonesia, pimpinan Jaya Suprana, akan menobatkan Saifullah sebagai menteri yang paling sering berkunjung ke daerah. Selama jadi menteri, Saifullah berkunjung 148 kali ke pelbagai pelosok.
Kembali ke ”laptop”—itulah yang dilakukan sejumlah menteri yang disetip dari kabinet. Abdul Rahman Saleh, mantan Jaksa Agung, Jumat malam pekan lalu berkumpul dengan ratusan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Hotel Santika, Jakarta Barat.
Sebelum merintis hidup menjadi hakim, Arman—nama panggilannya—memang lama berkarier di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Diberi tajuk ”Welcoming Back”, acara malam itu memang didedikasikan untuk Arman. Sebuah foto besar yang memperlihatkan Arman tengah memakai sepatu dan sejumlah karikatur tentang bekas bintang film ini dipajang.
Kawan lama tumpah di situ. Di antaranya Adnan Buyung Nasution, kawan karib Arman di YLBHI dulu, yang kini menjadi anggota Dewan Penasihat Presiden, dan sejumlah tokoh penting LSM. Jaksa Agung yang baru, Hendarman Supandji, juga datang. Para karibnya itu menilai Arman telah lulus ujian. ”Beliau telah lulus dari kawah candradimuka,” kata Buyung dalam sambutannya. Arman tampak terharu.
Keluar dari ruang pesta itu, Arman masih punya tugas yang membuatnya pusing tujuh keliling: mencari rumah kontrakan. Maklum, rumah kecilnya di sebuah gang di Jakarta Timur tak kuat lagi menampung buku-buku yang dibeli selama ini.
Arman merasa beruntung karena Hendarman Supandji memberinya izin menempati rumah jabatan Jaksa Agung di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, sampai rumah kontrakan itu ditemukan. Seorang anggota staf kejaksaan juga menawarkan sebuah rumah di kompleks kejaksaan. ”Katanya, ada rumah kosong. Akan saya pertimbangkan, kalau diperkenankan oleh Bapak-Ibu,” katanya saat serah jabatan di Kejaksaan Agung, Rabu pekan lalu.
Sesudah lengser dari kursi menteri, Yusril Ihza Mahendra juga kembali ke dunia lamanya: menjadi akademisi hukum tata negara di Universitas Indonesia. Dia juga menekuni bakat lamanya menjadi pembicara di ruang seminar dan diskusi.
Jumat pekan lalu, Yusril menjadi pembicara dalam sebuah diskusi yang digelar Dewan Perwakilan Daerah di Senayan. Dia berbicara soal amendemen undang-undang. Di sela-sela istirahat, Yusril asyik mengepulkan asap rokok Djarum kesukaannya. ”Kalau ada acara seperti ini, saya akan datang. Yah, mengisi hiduplah,” ujarnya. Yusril juga mengisi hari-harinya dengan belanja ikan di pasar.
Anggota keluarga Yusril tidak menerima begitu saja alasan pemecatan famili mereka dari kabinet. ”Kami merasa nama baik keluarga dicemarkan,” kata Yusron Ihza Mahendra, adik kandung Yusril dan anggota DPR dari Partai Bulan Bintang.
Yusril sendiri sibuk mengemasi barang dari Widya Chandra, kompleks menteri di Jakarta Selatan. Kamis pekan lalu, lima orang pekerja mengangkut 50 pot tanaman dari rumah itu dengan menumpang Daihatsu.
Yusril memang gemar menanam bunga. Kegemaran ini ditekuni sejak dia muda hingga duduk di kursi Menteri-Sekretaris Negara. Rumah dinas menteri di Jalan Widya, Jakarta Selatan, ditaburi pot tanaman adenium, palem, dan pelbagai tanaman lain.
Yang juga sibuk berkemas adalah Hamid Awaludin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang juga dicabut Yudhoyono dari kabinet. Hamid bahkan sudah berkemas sejak Sabtu dua pekan lalu, dua hari sebelum reshuffle diumumkan Presiden di Istana.
Hari itu Hamid terlihat mengemas sejumlah buku di kantornya, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Dia meletakkan kitab-kitab itu ke sejumlah kardus. Sejak Selasa pekan lalu, dia juga siap berkemas dari rumah dinas menteri. Kardus-kardus itu ditumpuk di ruang tengah.
Ke mana doktor bidang hukum itu akan pergi? Belum pasti memang. Tapi sejumlah koleganya menyebut Hamid akan kembali ke habitat asalnya: dunia perguruan tinggi. Pakar hukum ini kembali mengajar di Universitas Hasanuddin, Makassar, dunia yang pernah digelutinya sebelum menjadi menteri. Ada yang menyebutkan Presiden SBY menawari Hamid menjadi duta besar. Tapi, hingga akhir pekan lalu, tawaran itu belum digubrisnya.
Ia memang tak akan menjadi penganggur. Setidaknya kesibukan lain dia adalah berurusan dengan penegak hukum. Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini dilaporkan Daan Dimara ke polisi atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi, 25 Juli 2006.
Tersangka kasus ini adalah Daan Dimara, kolega Hamid di komisi itu. Daan dituduh melakukan markup pengadaan segel kertas suara dalam pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden 2004.
Daan mengaku menentukan harga segel pemilihan anggota legislatif, tapi harga segel pemilihan presiden, katanya, ditentukan Hamid Awaludin. Empat saksi lain mendukung keterangan Daan. Nah, dalam sidang 25 Juli itu, Hamid membantah keras tuduhan tersebut.
Di pengadilan, Daan terbukti terlibat dalam pengadaan segel kertas suara pemilihan anggota legislatif dan divonis empat tahun penjara. Tapi, soal harga segel pemilihan presiden, pengadilan menyebut Daan tidak terlibat. Berdasarkan keputusan itu, Daan lalu melaporkan Hamid soal keterangan palsu.
Pengaduan soal keterangan palsu itu sebetulnya sudah dilakukan pada September 2006, tapi polisi belum memeriksa Hamid. Kini, setelah Hamid dicabut dari kabinet, Daan kembali mempersoalkannya. Rabu pekan lalu, Daan ke kantor polisi. ”Hamid sudah tidak jadi menteri, harus segera ditahan,” katanya. Polisi berjanji bakal memproses laporan itu.
Wens Manggut, Wahyu Dhyatmika
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo