Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintahan
Pada masa Orde Baru, militer aktif diangkat menjadi menteri. Baru pada zaman Habibie, menteri dari tentara diberi dua pilihan: pensiun untuk tetap menjadi anggota kabinet atau kembali ke kesatuannya. Inilah jumlah menteri dari kalangan militer.
Kabinet Pembangunan l: 8 (semua aktif)
Kabinet Pembangunan ll: 6 (semua aktif)
Kabinet Pembangunan lll: 15 (14 aktif + 1 pensiunan)
Kabinet Pembangunan lV: 17 (4 aktif + 13 pensiunan)
Kabinet Pembangunan V: 14 (4 aktif + 10 pensiunan)
Kabinet Pembangunan Vl: 10 (4 aktif + 6 pensiunan)
Pada masa Orde Baru, sekurangnya 83 orang dari kalangan militer diangkat menjadi gubernur.
Pelita l (1969-1974) 19 orang
Antara lain Gubernur Jawa Barat Solihin G.P. dan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin
Pelita ll (1974-1979) 20 orang
Antara lain Gubernur DKI Jakarta H Tjokropranolo dan Gubernur Bali Soekarmen
Pelita lll (1979-1983) 16 orang
Antara lain Gubernur Jawa Barat Aang Kunaefi Kartawiria dan Gubernur Jawa Tengah Supardjo Rustam
Pelita lV (1983-1988) 14 orang
Antara lain Gubernur Jawa Tengah Muhammad Ismail dan Gubernur Jawa Timur Wahono
Pelita V (1988-1993) 12 orang
Antara lain Gubernur Jawa Timur Soelarso, Gubernur Jawa Tengah Muhammad Ismail, dan Gubernur Jawa Barat Yogi S. Memed
Pelita VI (1993-1998)
Antara lain Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirdja dan Sutiyoso
1999
A. Cilangkap menyatakan Paradigma Baru Peran Sosial Politik TNI:
- Mengubah posisi dan metode, tidak harus selalu di depan
- Mengubah konsep dari menduduki menjadi mempengaruhi
- Mengubah cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi tidak langsung
- Bersedia melakukan kebersamaan dalam pengambilan keputusan penting kenegaraan dan pemerintahan
B. Penghapusan Dewan Sosial Politik Pusat dan Dewan Sosial Politik Daerah.
C. Perubahan Staf Sosial Politik menjadi Staf Teritorial. Kepala Staf Sosial Politik berubah menjadi Kepala Staf Teritorial.
D. Likuidasi Staf Kekaryaan ABRI, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat ABRI, dan Badan Pembinaan Karyawan ABRI.
E. Penghapusan Kekaryaan ABRI melalui keputusan pensiun atau alih status.
- Penugasan prajurit di luar jabatan struktural atau fungsional Departemen Pertahanan dan Keamanan/ABRI ditetapkan dengan beralih status menjadi pegawai negeri sipil atau pensiun.
- Untuk penugasan prajurit di luar ketentuan di atas, status prajurit aktif diberikan hanya pada jabatan-jabatan anggota legislatif, sekretaris militer Presiden RI beserta staf, atase pertahanan RI beserta staf, serta ajudan presiden dan wakil presiden.
F. Pemutusan hubungan organisator dengan Partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan semua partai politik yang ada.
G. Komitmen dan konsistensi netralitas TNI dalam pemilu.
2000
Pemisahan Kepolisian RI dari Angkatan Bersenjata, dan ABRI berubah menjadi TNI, melalui Keputusan Presiden Abdurrahman Wahid Nomor 89 Tahun 2000.
2004
- Penghapusan Fraksi TNI/Polri di DPR.
- Komitmen mengakhiri kegiatan bisnis: dalam jangka waktu lima tahun, pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dewan Perwakilan Rakyat
Jumlah kursi ”gratis” tentara di lembaga perwakilan dipangkas setelah reformasi.
1960: 35 kursi dari 283 kursi DPR-GR
1966: 36 kursi dari 283 kursi DPR-GR
1966: 39 kursi (16%) dari 242 kursi DPR-GR
1967: 43 kursi (12%) dari 350 kursi DPR-GR
1968: 75 kursi (16%) dari 460 kursi DPR
1972: 75 kursi (16%) dari 460 kursi DPR, 155 di MPR
1977: 75 kursi (16%) dari 460 kursi DPR, 155 di MPR
1982: 75 kursi (16%) dari 460 kursi DPR, 155 di MPR
1987: 100 kursi (20%) dari 500 kursi DPR, 51 di MPR
1992: 100 kursi (20%) dari 500 kursi DPR, 50 di MPR
1997: 75 kursi (15%) dari 500 kursi DPR, 38 di MPR
1999: 38 kursi (7%) dari 500 kursi DPR, 14 di MPR
Warna Hubungan Istana-Cilangkap
Empat presiden setelah Soeharto mengambil kebijakan berbeda terhadap militer. Perubahan radikal dilakukan pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, yang berkuasa hanya satu setengah tahun.
Pemerintahan Habibie
Membuat kebijakan awal untuk memisahkan tentara dan kepolisian. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia. Tentara juga memutuskan hubungan organisatoris dengan Golkar serta menegaskan netralitas pada Pemilu 1999.
Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Memisahkan jabatan Menteri Pertahanan dengan Panglima ABRI, lalu mengangkat akademisi sipil Juwono Sudarsono sebagai Menteri Pertahanan. Merealisasi pemisahan kepolisian dari TNI.
Pada pemerintahan Abdurrahman pula dilakukan penghapusan Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas) dan Lembaga Penelitian Khusus (Litsus). Dominasi Angkatan Darat dalam jabatan Panglima TNI pun dihapus dengan pengangkatan Laksamana Widodo A.S.
Pemerintahan Megawati Soekarnoputri
Tidak mempunyai arah yang jelas dalam menata militer. Antara lain dengan menunjuk Matori Abdul Djalil, yang tak memiliki kapabilitas, sebagai Menteri Pertahanan. Jabatan ini kemudian dibiarkan kosong dalam waktu lama setelah Matori terserang stroke. Militer juga berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan Megawati, terutama dalam penyelesaian konflik Aceh.
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Tak ada perubahan radikal soal penataan militer. Penyelesaian masalah bisnis TNI pun tak kunjung selesai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo