Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Mimpi Syaukani Menyaingi Bali

Banyak proyek jorjoran di Kutai Kartanegara. Sebagian dengan menggelembungkan nilai.

5 Desember 2011 | 00.00 WIB

Mimpi Syaukani Menyaingi Bali
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tragedi runtuhnya Jembatan Mahakam II seketika mengingatkan Teguh Ostenrik pada pengalamannya di pengujung 2003. Waktu itu, seniman patung dan instalasi lulusan Hochschule der Künste, Berlin, ini sedang sibuk merampungkan proyeknya di Gereja St Mary of the Angels, Singapura. "Saya dikontak orang suruhan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais. Katanya, ia minta dibuatkan patung," Teguh bercerita kepada Tempo di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Rencananya, patung akan menjadi bagian penting dari salah satu proyek "mercu suar" yang dicanangkan Syaukani, yakni Bandar Udara Loa Kulu di Tenggarong. Katanya, patung semacam penanda untuk menyambut setiap tamu yang baru tiba atau pengantar mereka yang hendak terbang. "Utusan itu bilang, 'Pak Bupati ingin bisa menyaingi Bali,'" kata Teguh.

Karena itu, perlu dibangun bandar udara tujuan yang bisa disinggahi pesawat seukuran Boeing 737. Diharapkan pesawat berbadan besar bisa mengangkut wisatawan ke kota tepi Mahakam ini. "Saya ingat, saat itu jembatan panjang yang kemarin ambruk itu belum lama diresmikan dan mereka sangat bangga," ujar Teguh.

Mendengar paparan tentang "mimpi" sang Bupati, sejak awal Teguh merasa aneh. Dia pun sempat menanyakan, mengapa tak membangun jalur kereta saja. Toh, bandar udara besar sudah ada di Balikpapan, yang tak terlalu jauh dari Tenggarong. Pertanyaan ini tak terjawab.

Teguh kemudian bertemu dengan calon pemberi order. Pertemuan dilakukan di satu tempat di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan. Di situlah Teguh mulai bertanya soal anggaran. "Saya tanya biaya keseluruhan proyeknya, karena biasanya dari situlah nilai anggaran untuk artistiknya akan ditentukan. Bisa satu atau dua persen dari total anggaran," kata perupa yang sering menggunakan peralatan dapur bekas untuk seni ini.

Ketika dijawab nilainya 182 juta, Teguh tertawa. Ia merasa anggaran itu terlalu kecil. Tapi, sekejap kemudian, seniman ini terkejut. Sebab, utusan Bupati Syaukani tersebut menyahut cepat bahwa angka itu bukan dalam mata uang rupiah, melainkan dolar Amerika Serikat. Artinya, total anggaran pembangunan bandar udara sekitar Rp 1,7 triliun. "Ini sih gila banget," ujar Teguh.

Ia berhitung, kalau satu persen saja ia ambil untuk ongkos artistik bandara, nilai proyeknya akan mencapai US$ 1,82 juta atau sekitar Rp 17 miliar. "Itu keterlaluan," katanya. Ia membandingkannya dengan proyek di St Mary di Singapura, yang berada di atas lahan hampir satu hektare dan "cuma" menelan biaya Sin$ 250 ribu atau setara dengan Rp 1,75 miliar. "Secara spontan saya bilang di depan mereka, 'Kalau mau maling, jangan banyak-banyak, dong.'"

Yang bikin Teguh lebih kaget adalah penjelasan tambahan yang diberikan para utusan dari Tenggarong itu. "Mereka bilang, 'Ini biasa, Mas, kalau untuk proyek Bupati.'" Tanpa pikir panjang lagi, Teguh menolak order ini. "Saya enggak mau ikut repot kalau di kemudian hari ada apa-apa dengan proyek itu."

Belakangan, kekhawatiran Teguh terbukti. Proyek bandar udara itu amburadul dan berujung pada tuntutan di meja hijau karena sarat korupsi. Dalam penyidikannya, Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan, sejak awal, anggaran proyek ini sudah digelembungkan.

Awal Desember 2007, KPK menjebloskan Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambuan ke tahanan Markas Besar Kepolisian RI. Menurut Wakil Ketua KPK saat itu, Tumpak Hatorangan Panggabean, Vonnie menjadi tersangka terkait dengan posisinya sebagai Direktur PT Mahakam Diastar Internasional. Perusahaan itulah yang melakukan studi kelayakan pembangunan Bandara Loa Kulu, yang ditunjuk langsung Bupati Syaukani.

Berdasarkan perhitungan ahli Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, nilai proyek studi kelayakan ini digelembungkan dari Rp 2 miliar menjadi 6,2 miliar. "Perkiraan kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 4 miliar," kata Tumpak. Kisruh pembangunan bandar udara ini pada akhirnya menyeret pula Bupati Syaukani ke kursi pesakitan, berikut sederet kasus lain yang dituduhkan kepadanya.

l l l

Makmur oleh hasil tambang batu bara dan penebangan hutan, Kutai Kartanegara selama ini dikenal sebagai salah satu kabupaten dengan anggaran belanja paling tinggi di Indonesia. Pada 2003, anggaran kabupaten ini tercatat sebesar Rp 2,456 triliun. Tahun ini, angka belanja itu sudah jauh melejit menjadi Rp 5,65 triliun. Bandingkan dengan Provinsi Bali, yang hendak disaingi Syaukani, yang anggarannya "hanya" dipatok Rp 3,26 triliun untuk tahun depan.

Dengan duit melimpah, Syaukani, yang menjadi bupati sejak 14 Oktober 1999, berani merancang beragam proyek ambisius. Ia juga berambisi membangun Pulau Kumala dengan anggaran Rp 1,2 triliun. Sedimen seluas 76 hektare­ di tengah Sungai Mahakam ini hendak dijadikannya seperti Dunia Fantasi di Ancol, Jakarta Utara.

Jumat pekan lalu, Tempo menyambangi arena wisata itu. Terlihat sebuah mobil tamasya biru muda yang hanya mengangkut tiga tamu berkeliling pulau yang banyak ditumbuhi ilalang setinggi lebih dari orang dewasa itu. Kolam dengan air keruh di dekat Parai Resort n Spa menunjukkan kurangnya perawatan. Pemasangan kawat sangkar burung raksasa di dalam taman pun dibiarkan tak berlanjut.

Nilai lebih pulau ini adalah sky tower setinggi 75 meter. Pengunjung bisa menikmati keindahan pulau dengan naik anjungan berputar di menara. "Tapi sudah dua minggu ini rusak," kata Mardiyan, tukang perahu pengantar di Pulau Kumala. Kereta gantung juga tak lagi beroperasi dua pekan terakhir.

Dalam posisinya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kutai Kartanegara selama dua periode, ­Syaukani turut pula menyepakati pembangunan Jembatan Mahakam II. Dimulai pada 1997, proyek rampung pada 2001, saat pemegang gelar doktor ilmu kehutanan dari Institut Pertanian Bogor ini sudah dua tahun jadi bupati.

Rontoknya jembatan itu dua pekan lalu membuat polisi dan KPK kembali menyelidiki kemungkinan adanya korupsi dalam proses pembangunan dan pemeliharaannya. "Kami mengirim 11 penyidik dari pidana korupsi, karena ini menyangkut proyek," kata Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution, Rabu pekan lalu.

Menanggapi hal ini, pengacara Syaukani saat beperkara di KPK, Erman Umar, menganggap wajar jika ada yang meminta Syaukani turut diperiksa. "Masalahnya, dia kan sakit. Kalau sehat, ya, silakan saja," katanya.

Saat diputus bersalah dengan vonis 2 tahun 6 bulan oleh pengadilan pada 14 Desember 2007, bupati yang kerap dipanggil Pak Kaning ini dinyatakan terbukti merugikan negara Rp 93,2 miliar karena mengutip hak daerah dari penjualan minyak bumi. Ketua Golkar Kalimantan Timur itu juga dianggap bersalah dalam kasus Bandara Loa Kulu serta penyelewengan Rp 7,75 miliar dari dana kesejahteraan rakyat pada anggaran daerah 2005.

Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukuman itu menjadi 6 tahun penjara dan denda Rp 259 juta plus kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara Rp 49,36 miliar. Namun, di tengah hukumannya, bupati yang masih sempat dicalonkan Golkar dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Timur pada 2008 itu kemudian terserang stroke. Dengan alasan sakit permanen, Presiden Susilo Bambang Yudho­yono menerbitkan keputusan presiden tertanggal 15 Agustus 2010 tentang pemberian pengampunan atau grasi kepada Syaukani.

Pengampunan ini menuai banyak protes. Sebab, pada saat menjalani terapi selama dua pekan di Tenggarong pada pengujung April tahun itu, Syaukani diketahui sempat menjadi bintang iklan di televisi. Di situ ia mengajak warga Kutai Kartanegara mendukung pencalonan Rita Widyasari, putrinya sendiri, menjadi bupati. Dengan alasan terapi, Syaukani bahkan diikutsertakan mengunjungi tempat pemungutan suara. Rita akhirnya memenangi pemilihan dan menjadi bupati hingga kini. "Semua kita serahkan pada penyelidikan petugas," kata Rita ketika dimintai komentar soal penyelidikan atas ambruknya jembatan.

Y. Tomi Aryanto, Firman Hidayat (Tenggarong)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus