Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Minim Sampah di Pesta Nikah

Konsep pernikahan ramah lingkungan atau less waste wedding kian digemari anak muda.

1 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Ilustrasi pernikahan ramah lingkungan. TEMPO/ Nita Dian
Perbesar
Ilustrasi pernikahan ramah lingkungan. TEMPO/ Nita Dian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Anita Briana dan Iskandar Zulkarnain baru-baru ini menggelar pesta pernikahan ramah lingkungan di Yogyakarta.

  • Sizigia Pikhansa menggelar pesta pernikahan minim sampah dengan nuansa adat Jawa dan Sunda.

  • Aini Hanifa berkompromi dengan keluarga untuk menggelar pernikahan sehingga tak sepenuhnya less waste.

Sesi pemotretan pranikah atau pre-wedding semestinya menjadi momen bahagia bagi pasangan kekasih menjelang hari pernikahan. Namun tidak bagi HP dan PMP. Sesi foto pranikah pasangan kekasih ini di padang rumput Gunung Bromo pada 6 September lalu justru berujung petaka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Musababnya, keduanya dituding sebagai penyebab kebakaran di Blok Savana Lembah Watangan atau yang populer disebut Bukit Teletubbies. Insiden itu terjadi karena flare atau cerawat dinyalakan dan dibuang dalam sesi pemotretan. Kendati polisi menetapkan manajer wedding organizer sebagai tersangka, HP dan PMP tak luput dari kecaman warganet.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Cerawat sebetulnya alat untuk kepentingan serius, seperti kecelakaan, bencana, dan perang. Menurut Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru (TNBTS), Septi Eka Wardhani, flare bisa termasuk kategori bahan peledak. Jadi pengunjung dilarang membawa suar ke gunung lantaran bisa merusak lingkungan dan menimbulkan kebakaran.

Pelaku pernikahan ramah lingkungan, Anita Briana dan Iskandar Zulkarnain dalam pernikahan mereka, 16 September 2023 . Dok. Pribadi

Di tengah kabar negatif momen bahagia yang merusak alam, ada sejumlah pasangan pengantin yang memperhatikan kelestarian lingkungan dalam merayakan hari istimewanya. Salah satunya Anita Briana dan Iskandar Zulkarnain. Keduanya menggelar resepsi pernikahan di Yogyakarta dengan konsep ramah lingkungan. “Aku ingin pernikahanku jadi inspirasi banyak orang. Kita bisa, lho, less waste (minim sampah),” kata Anita kepada Tempo, Selasa, 26 September lalu.

Video tentang konsep pernikahan Anita ini sempat viral di media sosial. Salah satu tamu undangan Anita, yakni pendiri Bumijo, membuat konten seputar less waste wedding dan menuai komentar positif dari warganet. Tak sedikit yang menyebut ide hajatan minim sampah ini sebagai pernikahan impian.

Anita menuturkan ia menerapkan hidup minim sampah sejak 2018. Jadi prinsip ini pun ingin ia terapkan dalam segala aspek, termasuk pernikahan. Perempuan berusia 30 tahun itu dibantu sejumlah vendor, seperti Patron dan Savitri Wedding, yang mendukung sustainable wedding atau pernikahan berkelanjutan.

Persiapan untuk pernikahan minim sampah ini terbilang singkat. Seusai lamaran pada 12 Agustus lalu, Anita hanya memiliki waktu satu bulan untuk merancang konsep pernikahan impiannya itu. Penerapan less waste wedding ini dimulai dari pemilihan taman Hotel Tasneem sebagai lokasi acara. Sebab, area outdoor bisa mengurangi penggunaan penyejuk ruangan (AC) sehingga biaya listrik menjadi hemat.

Kemudian, pada dekorasi pelaminan, instalasi bunga tidak menggunakan floral foam, melainkan kawat ayam yang bisa dipakai ulang. Untuk bunga, Anita menggunakan dua jenis, yaitu asli dan imitasi. Bunga imitasi ini bisa digunakan ulang oleh pihak vendor. Sementara itu, bunga segar, selepas acara, bakal dirangkai ulang menjadi seikat bunga untuk dibagikan kepada para tamu. “Orang mungkin sayang bunga jadi rusak karena dipetikin. Justru, sebelum acara selesai, (bunga) boleh diambilin, diiketin, dan dibagikan ke tamu. Jadi mereka senang,” ujar Anita.

Tempat sampah pilah dalam pernikahan Anita Briana dan Iskandar Zulkarnain,16 September 2023 . Dok. Pribadi

Untuk tempat seserahan, Anita enggan menggunakan kotak berbahan plastik. Ia menyewa dari vendor yang menyediakan kotak kaca. Suvenir untuk para tamu juga menggunakan produk yang 100 persen terbuat dari bahan alami berupa lilin aromaterapi yang terbuat dari minyak kelapa dan aroma buah-buahan kering. “Jadi lebih aman digunakan untuk lingkungan,” kata pendiri Moana Sustainable Bicycle Tour ini.

Tak kalah penting, minuman di setiap meja tamu wajib menggunakan gelas dan teko kaca, bukan air kemasan plastik seperti di pesta-pesta pada umumnya. Untuk hidangan, Anita menempatkan signage agar pengunjung mengambil makanan secukupnya. Sajian yang tersisa dan masih layak dimakan selanjutnya dibungkus dan dibagi-bagikan.

Salah satu kiat mengantisipasi makanan berlebih atau kurang juga dilakukan ketika mengundang tamu. Anita mewajibkan tamu-tamunya mengkonfirmasi kehadiran. Dari 200 undangan, sekitar 150 orang hadir. Dengan konfirmasi itu, Anita bisa memperkirakan jumlah porsi hidangan.

Langkah Anita secara tak sadar juga mengajak tamunya memilah sampah dengan adanya tempat sampah pilah di lokasi acara. Konsep pernikahan ini terbukti ampuh. Anita mengungkapkan total limbah seusai acara hanya sekeranjang kotak sampah. Itu pun didominasi sampah kertas dan kardus. Padahal, dalam penelitian di Amerika, dengan tamu 100-120 orang, rata-rata limbah yang dihasilkan selama enam jam pernikahan mencapai 500 kilogram.

Pelaku pernikahan ramah lingkungan, Sizigia Pikhansa dan Agusriady Saputra, berpose saat pernikahannya, Maret 2022. Dok. Pribadi

Less waste wedding juga menjadi konsep pernikahan Sizigia Pikhansa yang dihelat pada Maret tahun lalu. Meski Sizigia mengenakan pakaian adat Jawa, nuansa acara pernikahannya justru kental akan adat Sunda. Misalnya, dekorasi didominasi material bambu untuk meja, kursi, dan gubug makanan ringan. Kemudian hidangan yang disajikan adalah masakan Sunda. “Karena nikahnya di Jawa Barat, banyak bambu. Jadi aku berusaha acara pernikahannya kontekstual,” tutur perempuan berusia 30 tahun itu.

Penerapan konsep sustainable ini tampak dari kostum pernikahan. Sizi dan suaminya memilih menyewa, alih-alih membeli baru. Bahkan ia lebih dulu mencari pakaian lamanya yang bisa digunakan ataupun dari anggota keluarga lainnya. Tapi, karena tidak ada yang punya, ia pun menyewa baju pengantin sekaligus untuk keluarga inti dari sebuah sanggar. 

Sizi juga tak menyediakan kain atau kebaya untuk keluarga besar. Ia hanya memberikan tema dan warna. Selebihnya, saudara-saudaranya tinggal menggunakan baju milik mereka yang sudah ada dengan warna yang sama.

Karena acaranya berlokasi di area terbuka, Sizi tak menggunakan banyak bunga untuk dekorasi. Ia justru memanfaatkan material bambu dan aset miliknya yang dimodifikasi untuk membuat backdrop pelaminan. Bahkan ia memanfaatkan tampah, yang biasa digunakan untuk menjemur beras, sebagai signage menu hidangan. “Balik lagi, kalau mau sustainable, manfaatkan yang ada,” ujar dia.

Kombinasi foto peringatan untuk habiskan makanan (kiri) dan alat makan berbahan organik dalam pernikagan Sizigia Pikhansa dan Agusriady Saputra, Maret 2022. Dok. Pribadi

Untuk katering, penerapan less waste dilakukan dengan mengurangi kemasan sekali pakai. Misalnya, Sizi menggunakan piring ingke, yang terbuat dari lidi daun kelapa yang dianyam, yang dilapisi daun pisang yang pohonnya tersedia banyak di halaman rumahnya. Kemudian gelas beling dan galon air isi ulang digunakan sebagai pengganti air minum kemasan. Sizi juga menyewa sendok dan garpu. Agar selaras dengan tema acara, hidangan disajikan dengan gerabah dari tanah liat.

Pemilihan cendera mata tak luput dari konsep hijau. Sizi memberi tamu-tamunya teh yang dikemas dalam jar kaca. Suvenir ini dilapisi kertas dan kartu berisi panduan penyajian teh, lalu digantung dengan tag dari kain goni. Menurut Sizi, kertas dan tali goni bisa dikompos. Sedangkan jar kaca juga bisa digunakan kembali. “Jadi tidak ada sampah. Kalau teh, harapannya bisa dikonsumsi. Jadi habis.”

Cara lain untuk meminimalkan sampah adalah Sizi hanya membuat 20 kartu undangan handmade. Itu pun bahannya terbuat dari kertas daur ulang. Dalam undangan tersebut, Sizi juga menyampaikan permintaan kepada penerimanya agar mengompos kartu tersebut. Adapun tamu lainnya diberi undangan elektronik melalui WhatsApp.

Sejak awal merencanakan acara pernikahannya, konsep less waste wedding Sizi dan suaminya ini disetujui dan didukung keluarga inti. Tapi, realitanya, Sizi harus banyak berkompromi menyangkut penggunaan plastik pada sajian ringan. Sang ibu, kata Sizi, menginginkan konsep pernikahan ala pesta rakyat dengan menghadirkan makanan-makanan ringan dari penjual sekitar. Sementara penjual makanan tersebut tak menyediakan kemasan ramah lingkungan. 

Lantaran keterbatasan bujet, hanya beberapa tenant yang dapat diganti kemasannya dengan bahan ramah lingkungan. “Kalau dari segi sustainability, itu enggak ideal. Tapi, karena kebutuhan keluarga harus dipenuhi, ya sudah, jalan tengahnya tadi.”

Pelaku pernikahan ramah lingkungan, Aini Hanifa dan Yudho N. Putra, berjalan dengan taburan konverti dari kertas di Surabaya, 2018. Dok. Pribadi

Adapun Aini Hanifa, warga Surabaya, sempat kesulitan meminta persetujuan orang tua untuk menggelar pernikahan minim sampah. Pada 2018, konsep pesta ramah lingkungan ini memang masih jarang. Orang tua Aini menganggap konsep tersebut tidak pantas untuk tamu. Keluarga ingin resepsi diadakan secara megah.

Jalan tengahnya, akad dan resepsi dilaksanakan terpisah. Akad untuk tamu dari pihak orang tuanya, sedangkan resepsi untuk teman-teman Aini dan suaminya. Konsep less waste sebetulnya juga ia terapkan di acara akad, tapi tidak seketat seperti saat resepsi.

Untuk venue, area outdoor menjadi salah satu kunci utama mengadakan pesta ramah lingkungan. Aini menilai penggunaan taman bisa mengurangi dekorasi tambahan. Ia bahkan tak menggunakan kuade atau pelaminan. “Leveling meja saja agak ke atas,” ujar perempuan berusia 31 tahun itu.

Karena Aini turut mengambil konsep intimate wedding, jumlah tamu undangan dibatasi. Dari 150 tamu yang diundang, ada 120 orang yang mengkonfirmasi hadir. Aini pun bisa mengurangi jumlah makanan. Ketika makanan surplus, ia meminta vendor membungkusnya dengan container box, bukan plastik.

Buku tamu berkonsep ramah lingkungan dalam pernikahan Aini Hanifa dan Yudho N. Putra di Surabaya, 2018. Dok. Pribadi

Dalam sebuah pesta, biasanya bakal ada taburan confetti atau taburan kertas serta balon agar kian meriah. Namun, seusai acara, confetti ini bisa menghasilkan sampah. Aini pun berpesan kepada vendornya agar meniadakan elemen tersebut. Khusus untuk confetti, ia memilih menggunakan potongan bunga asli agar bisa terurai dengan mudah di alam.

Untuk baju resepsi, Aini justru tak menyewa gaun. Ia membuat wedding dress impiannya, tapi lain dengan gaun pada umumnya. Baju pernikahan Aini justru setelan blus, outer, dan celana lebar berkelir putih yang terlihat seperti rok.

Walau tidak mengenakan gaun mewah, penampilan Aini tak ada bedanya dengan pengantin pada umumnya. Bahkan, sampai sekarang, pakaian tersebut masih ia gunakan sehari-hari. “Walaupun enggak sewa, kami kepingin bikin baju yang enggak cuma ditaruh di lemari. Tapi masih bisa dipakai,” katanya.

Aini memperkirakan biaya untuk pesta pernikahan dengan konsep less waste ini tak sampai Rp 200 juta. Menurut dia, nominal tersebut lebih murah ketimbang pesta yang konvensional. Adapun Anita, dengan jumlah tamu sekitar 150 orang, habis Rp 75-100 juta.

Aini pun berharap makin banyak orang tertarik mengadakan pernikahan ramah lingkungan, bahkan menjadikan konsep ini sebagai hal umum. Ia menuturkan esensi pernikahan adalah upacara yang sakral. Jadi yang hadir semestinya orang cukup yang dikenal. “Bukan yang banyak-banyakan undangan.”

FRISKI RIANA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus