Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Modus Siluman Titipan Dewan

Manipulasi Proyek-proyek Di Jakarta Melibatkan Pengusaha, Pejabat Pemerintah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dikawal Sejak Usulan Dalam Rancangan Apbd.

16 Maret 2015 | 00.00 WIB

Modus Siluman Titipan Dewan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

PEMINDAI merangkap mesin cetak tiga dimensi itu teronggok di gudang Sekolah Menengah Atas Negeri 95, Kalideres, Jakarta Barat. Printer merek Stratasys sebesar mesin fotokopi itu masih kinclong karena belum pernah dipakai. Baru pada 26 Februari 2015 sekolah ini menempati gedung yang selesai direnovasi.

Sebelum menempati gedung yang masih bau cat itu, siswa-siswi SMA 95 belajar berpindah-pindah menempati gedung kosong milik pemerintah. "Printer itu dikirim pertengahan tahun lalu oleh Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat," kata Kepala Sekolah Herman Syafrie, Jumat pekan lalu.

Dalam dokumen lelang pemerintah DKI Jakarta, printer Objet30 Pro itu berharga Rp 5,94 miliar. SMA 95 mendapat dua unit untuk menunjang praktikum serta mencetak alat peraga pelajaran matematika, sains, dan kesenian. "Meski kami tak pernah mengusulkan, alat ini berguna untuk pengajaran," ujar Herman. Untuk mengoperasikannya, kata dia, guru-guru akan mendapat pelatihan jika laboratorium di lantai 4 sudah siap digunakan.

Di Jakarta Barat saja ada 25 sekolah yang mendapat mesin cetak ini-masing-masing dua unit. Karena tak pernah diusulkan itulah Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyebut pengadaan ini sebagai "program siluman". Pengadaan mesin cetak 3D, kata Basuki, tak melalui pembahasan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta pada 2013.

Menurut Basuki, pengadaan itu disusulkan setelah naskah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2014 disahkan. Penyusupan itu tak bisa dilacak karena APBD masih memakai sistem manual, tak seperti tahun ini, yang setiap item-nya dimasukkan secara elektronik. Karena temuan ini, Basuki menolak APBD versi Dewan karena ditengarai ada program susulan senilai Rp 12,2 triliun.

Keputusan Basuki inilah yang membuat DPRD hendak menggulingkannya melalui hak angket yang mulai digelar pekan lalu. Basuki kukuh tak mau menerima APBD versi Dewan itu meski sudah melakukan mediasi di Kementerian Dalam Negeri. Sebab, selain ada penyusupan, menurut dia, ada penggelembungan harga gila-gilaan. "Akan saya bongkar manipulasi anggaran lebih banyak lagi," katanya.

Contoh penggelembungan harga terlihat pada pengadaan printer untuk SMA di Jakarta Barat itu. Harga pasar mesin cetak buatan Amerika Serikat yang diluncurkan tahun lalu itu paling mahal Rp 3,5 miliar. Artinya, ada penggelembungan harga sekitar Rp 1,5 miliar setiap printer atau total mencapai Rp 75 miliar.

Itu baru satu pengadaan. Untuk anggaran pendidikan, di APBD 2014, Basuki menemukan kejanggalan dalam pengadaan 49 alat penyimpan daya listrik atau uninterruptible power supply (UPS), printer tiga dimensi, perangkat kebugaran, serta beberapa penunjang belajar di sekolah.

Tak semua sekolah memerlukan alat-alat yang dibeli pemerintah Jakarta itu. Misalnya, SMA Negeri 55 Jakarta Selatan, yang sedang dipugar, justru memperoleh sepaket alat kebugaran. Sekolah ini tak pernah mengajukan usul pengadaan alat itu. Soalnya, sejak 2013, kegiatan belajar siswa menumpang di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tunas Nusantara di Jakarta Timur serta SD Negeri 01 dan 03 Jakarta Selatan. Tak ada tempat untuk menyimpan alat kebugaran itu.

Sudah dua tahun ini, renovasi gedung SMA 55 tak kunjung selesai, sehingga mereka harus berpindah-pindah menempati gedung pemerintah atau swasta yang dipinjamkan. "Tapi ini sudah biasa," ujar Kepala Sekolah Kartono. "Kami sering menerima barang yang tak kami usulkan."

Ketika Kartono menjadi Kepala SMA Negeri 107, Cakung, Jakarta Timur, tahun lalu, sekolah ini juga rutin menerima barang yang tak ia pesan dari Dinas Pendidikan Jakarta, seperti pintu, lemari, meja, dan kursi. Kartono tak bisa menolak karena barang-barang itu dikirim ketika sekolah libur. "Penjaga sekolah langsung teken serah-terima barang saja," katanya.

Bukan hanya sekolah-sekolah yang mendapat kiriman barang yang tak diminta. Para camat pun kerap kebingungan karena dikirimi barang yang tak mereka butuhkan. Pada 2014, Camat Matraman Hari Nugroho mendapat UPS, alat pindai digital, dan beberapa perangkat elektronik. Nilainya mencapai Rp 1 miliar. Hari memilih mengembalikan barang-barang itu ke kantor wali kota karena khawatir dianggap melakukan korupsi oleh auditor yang memeriksa anggarannya.

Akibatnya, daya serap anggaran Kecamatan Matraman hanya 50 persen. Soalnya, kata Hari, pengiriman alat elektronik yang tak dia minta berimbas pada berkurangnya anggaran di program yang justru ia minta dan ia butuhkan. Misalnya, anggaran untuk program penanganan saluran air sebesar Rp 1,21 miliar terpenggal tinggal Rp 1,09 miliar. "Perubahan dan pemangkasan itu tanpa pemberitahuan dan diskusi dengan saya," ujarnya.

****

APA yang terjadi di Matraman merupakan modus umum anggaran siluman yang disusupkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta ke dalam APBD setiap tahun. Pada 2015, cara itu dicoba ditempuh lagi oleh DPRD dengan mengajukan program susulan beberapa jam setelah APBD diteken Gubernur dan pemimpin Dewan pada akhir Januari lalu.

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dengan tegas menolak program yang tak dibahas antara anak buahnya dan komisi-komisi Dewan itu. Setelah mendapat surat resmi pengajuan anggaran susulan dari DPRD plus lampiran 4.800 kegiatan senilai Rp 12,2 triliun itu, ia memerintahkan semua anak buahnya tak meng-input-nya ke dalam APBD. Ia mengancam akan memecat siapa pun pegawai Jakarta yang mencoba memasukkannya karena dengan mudah diketahui lewat login dan password.

Program-program susulan yang masuk APBD tanpa melalui pembahasan juga mengakibatkan banyak program ganda. Lasro Marbun, Kepala Dinas Pendidikan DKI pada 2014, menemukan banyak program yang sama, yang ketika dihapus salah satu nilainya Rp 2,4 triliun. Akibat temuan ini, Lasro, yang diangkat Gubernur Basuki pada Februari, mundur enam bulan kemudian.

Lasro merasa kecolongan oleh masuknya program siluman itu. Sebagai kepala dinas yang menjadi penentu proyek-proyek di bidang pendidikan, ia merasa tak pernah mengusulkan dan membahasnya bersama Dewan atau mendapat catatan program serupa dari pejabat sebelumnya.

Dalam pengadaan UPS, misalnya, Lasro menyatakan pihak yang bertanggung jawab adalah Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat. "Mereka yang mendapat dokumen pelaksanaan anggarannya," ujarnya.

Menurut seorang pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jakarta, program susulan itu dibawa seseorang yang mengaku diutus Wakil Ketua DPRD Ferrial Sofyan. File program "Visi-Misi DPRD DKI Jakarta 2015" itu berupa soft copy yang disimpan di dalam USB. Gubernur Basuki mendapat cerita ini ketika dilapori para pejabat yang gamang menerima permintaan Dewan itu.

Untuk anggaran 2014 dan sebelumnya, modusnya sama. Ferrial, politikus Partai Demokrat, yang waktu itu menjabat Ketua DPRD dan Ketua Badan Anggaran, meminta program usulan DPRD itu dimasukkan seusai pengesahan APBD Perubahan. Ferrial mendapat ribuan usul beserta anggarannya itu dari anggota Dewan yang duduk di lima komisi.

Fahmi Zulfikar Hasibuan, anggota DPRD dari Partai Hanura yang duduk di Komisi Pendidikan, misalnya, mengusulkan pengadaan printer 3D dan UPS di sekolah-sekolah. Fahmi mendapat usul pengadaan itu dari Alex Usman, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Menurut seorang pejabat Jakarta, Alex-meski berwenang mengusulkan program itu-tak mengajukannya sebelum pembahasan.

Alasannya mudah ditebak. Menurut pejabat itu, harga dan tender program yang masuk secara resmi ke APBD tak bisa "dimainkan" saat lelang. Sebab, perusahaan pemenang program susulan itu sudah ditentukan sejak awal, yakni perusahaan-perusahaan milik Yunus Marpaung, pemilik CV Sinar Bunbunan, yang dikenal sebagai koordinator peserta tender.

Yunus berperan menyediakan banyak perusahaan untuk ikut tender saat pengadaan itu digelar unit lelang. Dalam dokumen lelang, terekam bahwa nama-nama perusahaan yang sama berseliweran di setiap lelang yang digelar lima suku dinas di lima wilayah. Meski barang yang ditenderkan sama, harga yang mereka ajukan berbeda-beda. Pada pengadaan barang "jatah" mereka, dipasang harga terendah. Di tender lain, yang pemenangnya "jatah" orang lain, mereka akan memasang harga tinggi agar kalah.

Ada sekitar 40 perusahaan yang "dimiliki" Yunus untuk ikut tender. CV Sinar Bunbunan tak lain perusahaan pemenang pengadaan UPS yang diajukan Alex Usman. Ketika dimintai konfirmasi soal perannya dalam tender "seolah-olah" itu, Yunus menolak karena ada kerabatnya yang meninggal. "Saya sedang berduka," ujarnya.

Alex juga tak bersedia menjelaskan hal-ihwal pengadaan printer 3D dan UPS yang diselundupkan dan harganya digelembungkan itu. "Saya tak mau berkomentar," katanya pekan lalu. Alex, yang dimutasi ke Jakarta Selatan dengan jabatan yang sama pada Januari lalu, sudah diperiksa Kepolisian Daerah Metro Jaya, yang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan UPS dan printer itu. Setelah diperiksa, Alex juga tak bersedia menjelaskan kisruh ini. "Saya tak ingin menambah polemik."

Fahmi segendang sepenarian dengan Yunus dan Alex. "Saya tak mengerti," ujar kolega Alex di Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia ini. Adapun Ferrial meminta hubungannya dengan Badan Perencanaan Pembangunan Darah tak diartikan secara negatif. Sebagai Ketua DPRD dan Ketua Badan Anggaran, ia merasa berhak berkomunikasi dengan Bappeda untuk mengontrol program kerja yang sudah dibahas dengan pemerintah.

Ferrial menyangkal mengenal Alex Usman, apalagi dihubungkan dengan proyek pengadaan UPS dan printer yang diduga janggal itu. "Pengadaan itu muncul karena disetujui oleh Dinas. Jadi jangan salahkan Dewan, dong," katanya.

Lolosnya proyek-proyek itu ditengarai karena pejabat pemerintah Jakarta menyetujui program susulan yang disusupkan ke dalam APBD, yang masih menggunakan program Microsoft Excel. Waktu itu, Kepala Bappeda dijabat Andi Baso Mappapoleonro. Lewat Andi Baso, menurut seorang pejabat di sana, utusan Ferrial berhasil memasukkan program-program di luar pembahasan dengan pemerintah.

Dari sebuah percakapan surat elektronik yang diterima Tempo, kongkalikong itu terekam sangat jelas. Surat bertajuk "RAPBD-P 2014 Hasil DPRD Senin 11 Agustus Input E-Budgeting" itu berisi petunjuk kepada semua kepala bidang di Bappeda untuk memasukkan program titipan DPRD ke dalam APBD. Input data ini dilakukan dua hari sebelum DPRD dan pemerintah meneken pengesahannya, pada 13 Agustus 2014, atau sepekan setelah pembahasan program-program kelar dan disepakati kedua pihak.

Penghubung antara Ferrial Sofyan dan Andi Baso adalah Mujiyono, politikus yang satu fraksi dengan Ferrial. Dialah orang yang disebut Gubernur Basuki sebagai "utusan DPRD ke Bappeda". Mujiyono tak menyangkal kabar bahwa ia kerap bolak-balik ke Bappeda untuk menyerahkan hasil-hasil rapat Badan Anggaran. "Bukan untuk memasukkan program titipan Dewan," ujarnya.

Sedangkan Andi Baso mengatakan semua kegiatan yang di-input ke dalam APBD adalah hasil pembahasan bersama dengan Dewan. Ia mengaku memerintahkan secara keras kepada bawahannya agar tak memasukkan usul di luar rapat paripurna. "Saya instruksikan tak memasukkan usul DPRD," kata Andi Baso, yang kini menjabat Asisten Sekretaris Daerah Bidang Administrasi dan Keuangan.

****

BADAN Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan DKI Jakarta sudah mencium adanya anggaran siluman jauh sebelum Gubernur Basuki membukanya ke publik. Bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, BPKP mengawasi pelaksanaan anggaran 2012 dan 2013.

Dari hasil uji petik pada empat dinas, BPKP menemukan 227 kegiatan bukan berasal dari usul satuan kerja perangkat daerah, melainkan dari Dewan. Uji petik dilakukan pada Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dina Kesehatan. Besar anggaran program siluman ini hampir Rp 1,1 triliun.

Gubernur Basuki sudah menyampaikan temuan BPKP ini kepada Dewan, tapi mereka tak mengakuinya. "Alasannya, penyusun anggaran dan tender adalah pemerintah," katanya.

Sunudyantoro, Syailendra Persada, Erwan Hermawan, Dimas Siregar, Raymundus Rikang, Aisha Shaidra, Yolanda Ryan Armindya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus