Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta masih menunggu rekomendasi teknis dari Kementerian Sekretariat Negara. Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar, mengatakan rekomendasi itu berkaitan dengan pembangunan terowongan MRT fase II yang bersisian dengan kompleks Istana Kepresidenan. "Persiapan lainnya sudah rampung," kata dia kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
William menjelaskan, perusahaannya menunggu rekomendasi dari Setneg ihwal pembangunan rute MRT fase II di dalam kawasan dan di dekat obyek vital negara. Di samping terowongan yang berimpitan dengan Istana, gardu listrik MRT fase II pun akan dibangun di dalam kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Posisinya persis di seberang gedung Kementerian Perhubungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampai tadi malam, Menteri Sekretariat Negara Pratikno belum menjawab pertanyaan ihwal rekomendasi teknis tersebut.
Menurut William, gardu listrik di kawasan Monas bakal menjadi gardu pertama yang dibangun pada kedalaman 20 meter di bawah permukaan tanah. Paket pekerjaan itu digarap paling awal karena tak memerlukan rekayasa lalu lintas dan pembebasan lahan. Pembangunan gardu-sekaligus penanda dimulainya proyek MRT fase II-bisa dimulai pekan ini. "Kontrak kerja samanya sudah ditandatangani," kata dia.
Situs www.jakartamrt.co.id telah mengumumkan lelang pekerjaan senilai Rp 22,3 miliar itu pada awal Desember tahun lalu. PT Trocon Indah Perkasa memenangi tender pembangunan gardu dengan nilai penawaran Rp 21,7 miliar.
MRT Jakarta, menurut William, juga sudah memulai studi penetapan depo untuk MRT fase II. Studi itu mengkaji kelayakan pilihan lahan yang berpotensi menjadi depo kedua untuk melengkapi depo yang sudah terbangun di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. William memperkirakan hasil kajian bisa diketahui Februari mendatang.
Sementara itu, anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta, Chandrian Attahiyat, mengingatkan MRT Jakarta agar lebih berhati-hati dalam pengerjaan konstruksi terowongan yang mendekati kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Sebab, tanah di kawasan utara Kota Jakarta itu tergolong tanah lembek.
Chandrian pun memperkirakan tim konstruksi MRT bakal menemukan fondasi bangunan kuno yang terbuat dari kayu ketika mengerjakan konstruksi di kawasan Kota Tua. Fondasi kayu cerucuk itu, menurut dia, tersebar di kedalaman 10 meter. Tipe fondasi itu lazim digunakan bangunan dengan karakter tanah lembek atau berawa, seperti kondisi geografis Batavia. "Maka pengeboran terowongan harus lebih dalam dari fondasi kayu," kata dia.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim, membenarkan bahwa kondisi tanah di rute MRT fase II lebih lembek dibanding tanah pada rute MRT fase I Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia. Kondisi itu diketahui dari hasil tes tanah pada tahun lalu. Di samping struktur tanah, kata dia, pengecekan kala itu juga dilakukan untuk menentukan metode konstruksi pembangunan stasiun, sekaligus mengidentifikasi jumlah utilitas yang harus dipindahkan.
Hasil pengecekan tersebut, Silvia melanjutkan, bakal dicantumkan dalam kontrak kerja sama pengerjaan konstruksi terowongan. Poin kontrak tersebut bakal menjadi pedoman kerja bagi para kontraktor.
Pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pembahasan perubahan lokasi depo MRT fase II dengan pemerintah pusat sudah dimulai. "Deponya tidak cukup kalau hanya di Lebak Bulus," kata dia.
Pemerintah DKI dan pemerintah pusat, menurut Anies, juga membahas potensi peningkatan kebutuhan dana fase II. Sejauh ini, pendanaan proyek MRT fase II berasal dari pinjaman JICA. Utang sekitar Rp 25 triliun itu hanya ditujukan untuk rute Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan.
Rencana depo MRT Fase II dipindah dari Kampung Bandan lantaran lahan di sekitar stasiun itu tersangkut sengketa. Dua opsi lokasi baru depo adalah Taman Bersih, Manusiawi, dan Berwibawa (BMW) di Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan kawasan Ancol. Menurut Anies, sejauh ini belum ada keputusan akhir ihwal lokasi pengganti depo itu.
LINDA HAIRANI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo