Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Nikmat Berhaji dengan Cara Sendiri

Waktu tunggu berhaji yang terlalu lama mendorong sebagian orang memanfaatkan aneka jalur untuk menunaikan ibadah ini. Salah satunya dengan cara ala backpacker. Ada juga yang berhaji sembari bersekolah atau bertugas di Arab Saudi.

10 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Ilustrasi haji backpacker. TEMPO/ Nita Dian
Perbesar
Ilustrasi haji backpacker. TEMPO/ Nita Dian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tahu akan tiba lebih cepat di Arab Saudi membuat Lucky Tjahjono, dokter Kementerian Kesehatan yang ditugasi mendampingi jemaah haji asal Indonesia tahun ini, menyusun rencana untuk menikmati waktunya selama di Tanah Suci. Salah satunya adalah dengan membawa sepeda lipat kesayangannya. "Sengaja, supaya saya bisa tetap olahraga dan jalan-jalan di sini," kata pria yang juga menjabat Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Denpasar itu melalui sambungan telepon jarak jauh, Kamis lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Lucky sampai di Jeddah, Arab Saudi, pada awal Juli lalu, lima hari sebelum kloter pertama jemaah haji asal Indonesia sampai. Tugas Lucky adalah mendirikan klinik berge-rak (mobile) untuk melayani para calon haji yang baru tiba, baik di Jeddah, Mekah, maupun Madinah. "Jadi, pekerjaan saya berpindah-pindah kota terus," ujarnya. Di sela tugasnya itu, sebelum gelombang jemaah haji tiba, Lucky memanfaatkan waktu untuk berjalan-jalan dan menunaikan umrah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pekan pertama, Lucky bercerita, ia manfaatkan untuk menunaikan ibadah umrah. "Mumpung masih sepi." Kebetulan ini adalah tahun ketiganya bertugas saat musim haji, ia pun sudah pernah menunaikan ibadah haji sewaktu pertama kali bertugas di Arab Saudi. "Jadi, sekarang tinggal umrahnya," kata dia. Toh, meski sudah tiga kali bertugas di sana sekaligus berhaji dam umrah, Lucky merasa belum bisa menikmati Mekah dan Madinah secara keseluruhan.

Sebagai seorang dokter untuk jemaah haji, Lucky mendapat tugas jaga selama 8 jam sehari. "Kadang bisa masuk pagi atau sore." Ketika ada waktu kosong itulah, Lucky mengeluarkan sepedanya dan meluncur mencari hal-hal menarik yang belum pernah ia temui sebelumnya. "Banyak obyek wisata yang jarang diketahui jemaah haji atau umrah, karena memang bukan tujuan wisata utama." Beberapa di antaranya adalah bangunan-bangunan tua, pasar, atau pusat keramaian warga lokal.

Dalam sehari, Lucky bisa menempuh jarak 20-40 kilometer. "Yang penting berkeringat," ujarnya. Bagi dia, selain untuk menjaga stamina dan berjalan-jalan, bersepeda berguna untuk menjaga semangatnya dalam bertugas. Kebetulan bersepeda adalah hobi yang ia tekuni sejak 2015. "Rasanya pegal-pegal dan lemas kalau tidak bersepeda," selorohnya.

Memanfaatkan kesempatan berada di Arab Saudi saat musim haji untuk menunaikan rukun Islam kelima adalah salah satu kiat untuk "naik haji" secara instan. Dengan cara ini, seseorang tak perlu lagi menunggu lama untuk mendapatkan giliran bertamu ke Baitullah. Saat ini, berdasarkan data Kementerian Agama, waktu tunggu tercepat keberangkatan calon haji ada di dua provinsi, yakni Gorontalo dan Bengkulu, dengan masa tunggu 9-10 tahun.

Lucky Tjahjono bersama jemaah asal Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah. Dok.Lucky Tjahjono

Di luar itu, masa tunggunya bisa mencapai 15-20 tahun. Bahkan di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, masa tunggu keberangkatan calon haji mencapai 41 tahun. Dalam keterangannya beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Nizar, mengatakan lamanya antrean ini bergantung pada perbanding-an antara kuota dan jumlah calon haji yang mendaftar. Saat ini Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221 ribu orang, yang terdiri atas 204 ribu anggota jemaah haji reguler dan 17 ribu anggota jemaah haji khusus. Kuota jemaah haji reguler terbagi menjadi dua, yaitu 202.488 orang untuk jemaah haji dan 1.512 untuk tim pemandu haji.

Kondisi inilah yang mendorong sebagian orang memanfaatkan jalur lain untuk berhaji. Salah satu cara yang mulai populer belakangan adalah haji backpacker. Meski menggunakan istilah yang identik dengan cara melancong berbiaya rendah (backpacking), berhaji dengan cara ini biayanya belum tentu semurah ongkos haji re-guler. Namun peminatnya lumayan banyak. Hal ini diakui Muhammad Hanief Shubuhqi, pemilik biro perjalanan haji, umrah, dan wisata halal Sultan Fatih, asal Jakarta. "Haji backpacker mulai populer sekitar 2012 lalu," ujarnya kemarin.

Melalui biro perjalanannya, Hanief mengaku bisa membantu menyediakan paket perjalanan bagi calon haji yang ingin menggunakan jalur kilat ini. Tapi biayanya memang tak murah. Menurut Hanief, cara cepat naik haji adalah dengan memanfaatkan jalur furoda alias kuota undangan dari Kerajaan Arab Saudi. Jika menggunakan jalur furoda ini, sese-orang bisa berangkat pada tahun yang sama begitu ia melunasi biayanya yang mencapai Rp 250 jutaan. "Tidak perlu menunggu bertahun-tahun."

Paket haji furoda ini juga populer dengan nama paket VIP. Namun, jika mau lebih murah dan tetap berangkat lebih cepat ketimbang melalui jalur reguler, beberapa biro perjalanan menyediakan paket furoda ala backpacker. Yang membedakan adalah fasilitas akomodasi dan transportasinya yang lebih ekonomis, harganya bisa lebih murah Rp 40-60 jutaan dengan "jaminan" segera berangkat tanpa perlu menunggu lama. Istilah backpacker, kata Hanief, mengacu pada pemilihan transportasi, akomodasi, dan konsumsi yang lebih murah.

Misalnya, sementara haji reguler dan ONH Plus tinggal di hotel yang berlokasi hanya 1-2 kilometer dari Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, jemaah backpacker tinggal di penginapan yang lebih jauh. Moda transportasi yang digunakan pun lebih sederhana, yakni hanya penjemputan dan peng-antaran dari dan menuju bandara pada saat kedatangan dan pulang kembali ke Indonesia. Sedangkan untuk transportasi harian, jemaah backpacker bisa memakai kendaraan umum atau menyewa sendiri. Biaya ini bisa dibuat lebih murah lagi karena biasanya jemaah mencari sendiri tiket pesawatnya. "Di luar itu, semuanya sama, calon jemaah juga akan mendapat pembimbing selama di sana."

Kelebihan lain cara berhaji ala backpacker adalah fleksibilitasnya. Karena tak bersama jemaah re-guler, para calon haji bisa mengatur waktu untuk ibadah dan berjalan-jalan. Tak jarang, seusai menu-naikan rukun haji, jemaah ini melanjutkan perjalanan ke negara lain untuk berwisata. Mesir, Turki, dan Eropa adalah beberapa tujuan populer. "Tapi bia-yanya berbeda lagi, ini di luar paket haji backpacker," kata Hanief.

Meski berbeda dengan layanan haji reguler maupun ONH Plus yang diatur pemerintah, haji menggunakan furoda, baik VIP maupun ala backpacker, tetap legal. Sebab, kata Hanief, jemaah tetap harus menghubungi biro perjalanan yang menyediakan masyair atau paket layanan (akomodasi dan transportasi) selama berada di Arab Saudi. "Biasanya biro perjalanan di sana bekerja sama dengan biro perjalanan di Indonesia." Dengan demikian, ia menambahkan, mau tak mau jemaah harus tetap menggunakan jasa biro perjalanan.

Jemaah umrah backpacker asal Indonesia. Dok. Fandiego Travel

Cara berhaji ala backpacker ini mirip dengan paket umrah backpacker yang mulai populer di Tanah Air dalam lima tahun terakhir. Sejumlah biro perjalanan yang menyediakan paket umrah belakangan banyak menawarkan paket ziarah plus wisata dengan biaya rendah. Elsa Hasnani, pemilik Fandiego Travel asal Bogor, Jawa Barat, adalah salah satu penyedianya. Dia bisa menjual paket umrah plus wisata ke beberapa negara dengan biaya hanya Rp 20-25 juta. "Kalau paket umrah biasa, harga segitu hanya untuk perjalanan di Tanah Sucinya," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Faktor yang membuat paket perjalanan umrah ini bisa ditekan lebih murah adalah biaya tiket pesawatnya. "Biasanya kami berangkat jika ada promo tiket pesawat," kata Elsa. Namun, karena bergantung pada promo maskapai penerbangan, calon haji tak bisa menentukan jadwal keberangkatan dan kepulangan secara bebas. Hal ini berbeda dengan paket umrah reguler yang lazim ditawarkan agen-agen perjalanan umrah pada umumnya. Para agen biasanya sudah memiliki jadwal keberangkatan tetap. Misalnya setahun tiga atau empat kali.

Hal lain yang bisa membuat biaya perjalanan ibadah plus wisata ini lebih murah adalah karena para peserta tak dibebani biaya jasa pengurusan dokumen, produksi atribut kelompok umrah, dan jasa lainnya. "Semuanya diurus secara bersama-sama, mulai dari pengurusan visa sebelum berangkat hingga soal check-in pesawat di bandara."

Kelebihan lain paket umrah ala pejalan berbujet rendah adalah fleksibilitasnya dalam pengaturan itinerary atau jadwal kegiatan. Meski tujuan utamanya adalah ziarah dan ibadah di Mekah dan Madinah, kata Elsa, para peserta umrah bisa lebih cair menentukan waktu dan lokasi untuk melancong. Hal ini sulit dilakukan bersama biro perjalanan umrah reguler yang biasanya sudah punya jadwal dan agenda yang ditentukan sejak awal.

Walau begitu, Elsa mengatakan, para penyedia paket umrah backpacker juga tetap menyediakan layanan lengkap. Mereka tetap mengadakan manasik bagi calon haji sebelum berangkat. Lalu mereka juga menyewa jasa pembimbing ibadah dan pemandu perjalanan atau muthawif selama di Tanah Suci. Mereka juga sudah punya koneksi dengan penyedia jasa transportasi, penginapan, dan katering di sana. "Pengaturan kebutuhan jemaah sangat penting agar pelaksanaan ibadah berjalan lancar." PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus