Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat nilai ekspor pakaian rajut di Ibu Kota paling tinggi pada Agustus 2021 mencapai US$ 30 juta atau naik 89,9 persen jika dibandingkan periode sama pada 2020 mencapai US$ 15,8 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala BPS DKI Jakarta Buyung Airlangga menjelaskan realisasi ekspor itu mendorong capaian nilai ekspor DKI Jakarta keseluruhan meningkat selama Agustus 2021 mencapai US$ 946,3 juta atau naik 10,9 persen dibandingkan Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peningkatan ekspor pakaian rajut dan aksesorisnya itu karena tingginya permintaan menjelang musim dingin.
Selain pakaian rajut, komoditas lain yang juga melonjak penjualannya di antaranya produk kimia mencapai US$ 47,1 juta atau naik 94 persen dibandingkan Agustus 2020 mencapai US$ 24,3 juta.
Ekspor lemak dan minyak hewan/nabati juga naik sebesar US$ 77,4 juta atau 154,8 persen dibandingkan Agustus 2020 mencapai US$ 30,4 juta.
Negara penerima ekspor dari Jakarta yang paling tinggi adalah Jepang pada Agustus 2021 mencapai US$ 37 juta atau naik 53 persen. Barang yang diekspor ke Negeri Sakura itu di antaranya kendaraan bermotor untuk penumpang, kendaraan bermotor untuk barang, ikan segar, dingin dan beku.
Cina juga menjadi negara tujuan ekspor dari DKI Jakarta mencapai US$ 133,7 juta atau naik 49,8 persen dibandingkan periode sama 2020.
Negara tujuan ekspor lainnya yakni Swiss juga mencatatkan capaian nilai ekspor tinggi pada Agustus 2021 mencapai US$ 27 juta atau naik 45,6 persen.
Dengan realisasi ekspor itu, Buyung menilai perkembangan ekspor DKI mulai menunjukkan prospek positif. “Dengan demikian, kita sudah mulai pulih dan mampu melaksanakan ekspor dalam jumlah cukup besar,” katanya.
Tak hanya ekspor, impor DKI Jakarta juga meningkat 55,5 persen pada Agustus 2021 mencapai 5.610 juta dolar AS.
BPS DKI mencatat kenaikan impor terjadi pada seluruh kelompok yakni bahan baku dan penolong sebesar 68,2 persen, barang modal sebesar 40 persen dan barang konsumsi 28,3 persen.
Peningkatan ini menunjukkan terjadinya pemulihan ekonomi di Jakarta ditandai peningkatan mobilitas penduduk dan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi yang menggeliat ini menyebabkan adanya peningkatan permintaan domestik yang mendorong meningkatnya impor pada Agustus 2021.