GORBACHEV tidak nenganggap enteng kesulitanyang kini dihadapi, Uni Soviet. Demikian juga para tetangga komunisnya di Eropa Timur. Seorang pemimpin Cina pemah menerangkan kepada saya mengapa reformasi ekonomi yang dewasa ini dijalankan di Cina begitu penting apabila RRC ingin melangkah ke depan sebagai salah satu negara nomor satu di dunia. Apabila Soviet tidak menjalankan kebijaksanaan yang sama, katanya, Soviet akan "hilang" sebagai suatu kekuatan besar dalam abad yang akan datang. Itu benar dan Gorbachev sadar betul tentang hal itu. Tingkat perkembangan ekonomi Uni Soviet pada dasarnya adalah nol. Produktivitas menurun. Angka absensi dalam pekerjaan, angka korupsi, angka kesalahan, dan tingkat alkoholisme sangat tinggi. Taraf kehidupan sedang menurun dan pada kenyataannya harapan hidup seorang Rusia juga sedang menurun. Seorang pekerja Soviet mesti bekerja tujuh kali lebih panjang ketimbang rekan-rekan mereka di Eropa Barat buat mengumpulkan uang untuk membeli sebuah mobil. Negeri-negeri Eropa Barat yang telah maju memiliki paling tidak 15 kali lebih banyak komputer-komputer industri ketimbang Uni Soviet. Amerika memiliki 45 kalinya. Dulu para pakar ekonomi Barat biasanya menggunakan ramalan yang esoterik (sulit, hanya bisa dimengeri oleh sejumlah kecil orang) untuk melihat sampai berapa dalam krisis ekonomi Uni Soviet. Sekarang mereka hanya perlu membaca pidato-pidato Gorbachev. Pada 1961 Khrushchev mengaku-aku bahwa dalam bidang ekonomi Uni Soviet akan mengejar dan meninggalkan Amerika dalam jangka waktu sepuluh tahun. Brezhnev mengatasi problemproblem ekonomi secara artifisial. Sementara itu, Andropov berpendapat disiplin lebih ketat di kalangan buruh merupakan jalan keluar memecahkan persoalan ekonomi. Dalam diri Gorbachev-lah Uni Soviet pada akhimya menemukan seorang pemimpin yang mengerti. Yakni, tanpa pertumbuhan ekonomi, posisi intemasional negara itu akan melorot, kekuatan militernya akan mandek. Tanpa pertumbuhan ekonomi ia, takkan dapat menanggung biaya pemeliharaan kekuatan militer seperti sekarang ini, sedikit meninggikan taraf hidup rakyat atau membuat sistem ekonominya sebagai contoh untuk negara-negara yang sedang berkembang. Gorbachev sedang menghadapi dilema klasik sistem totaliter komunis. Untuk memperoleh kemajuan ia mesti memberi sedikit kebebasan. Tapi memberikan kelonggaran untuk adanya kebebasan mengancam kekuasannya. Sentralisasi yang terlalu berlebihan merupakan problem utama ekonomi Uni Soviet. Namun, mendesentralisasikan pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi mendatangkan risiko munculnya secara tiba-tiba tuntutan untuk desentralisasi politik. Dan pada akhimya desentralisasi politik juga berarti bubamya sistem komunis. Moskow telah menempatkan dirinya pada suatu posisi historis yang unik: negeri ini tak memiliki sekutu di kalangan kekuatan-kekuatan utama dunia. Kremlin menghadapi musuh-musuh potensial: Eropa Barat, Cina, Jepang, Kanada, dan Amerika. Padahal, kalau GNP negara-negara itu dikombinasikan, akan mencapai angka 60% dari ekonomi dunia. Tambahan lagi, tak satu pun di antara 19 negara satelit Soviet kaum komunisnya memenangkan kekuasaan dengan pemilihan bebas yang demokratis. Malah tak satu pun di antara ke-19 negara itu berani mengadakan pemilihan bebas. Jadi, kalau kekuasaan Soviet melemah, satelit-satelitnya tentu akan mencoba membebaskan diri dari orbit Kremlin. Untuk menjawab tantangan itu Gorbachev telah mengadakan kampanye luas mengenai reformasi. Tapi ia menghadapi rintangan-rintangan yang monumental. Beberapa orang bahkan mengatakan bahwa ia hanya memiliki peluang 50-50 untuk bisa berkuasa terus selama lima tahun mendatang. Sebagai bukti mereka menunjukkan bahwa dalam setiap pidatonya ia selalu menyerang pihak-pihak yang menentang refommasinya. Pendapat ini mengingatkan ketika Khrushchev (pemrakarsa refommasi terakhir) berusaha lebih menghidupkan sistem Soviet semua rekannya di Politbiro langsung memecatnya. Saya tak percaya bahwa nasib yang sama sedang menantikan Gorbachev. Ia telah menunjukkan kepandaiannya untuk mengonsolidasikan kekuasaannya. Berbeda dengan Stalin, ia tidak membunuh lawan-lawan politiknya. Dan, berbeda dengan Khrushchev, ia tidak membiarkan saingan-saingannya duduk pada posisi-posisi yang mengancam kekuasaannya (Brezhnev berdiri di samping Khrushchev ketika saya terlibat dalam "perdebatan dapur" pada 1959). Gorbachev menyingkirkan lawan-lawan politiknya, dan mengangkat para pendukungnya. Dalam waktu hanya dua tahun ia berhasil mengganti semua anggota sekretariat partai, dan hanya satu orang yang masih bertahan. Padahal, sekretariat merupakan penggerak partai. Dari 13 anggota politbiro yang pada kenyataannya mengawasi kelancaran berjalannya organisasi negara, hanya 2 orang yang berasal dari era Brezhnev. Gorbachev juga telah mengganti dua pertiga dari seluruh sekretaris partai provinsi, dan lebih dari 60% para menteri dalam pemerintahan. Pemecatannya atas Boris N. Yeltsin, salah satu pendukung terkuat reformasi, merupakan suatu peringatan kepada siapa saja yang berani menentang kekuasaannya. Itu berlaku baik untuk kawan maupun lawan. Adalah salah membenarkan pandapat bahwa di bidang politik luar negeri Gorbachev seorang moderat yang selalu diganggu oleh saingan-saingannya yang konservatif. Ia mungkin saja punya musuh-musuh di dalam negeri. Tapi, dalam menghadapi ancaman dari luar, mereka telah menciptakan suatu front persatuan. Menciptakan suatu pendapat bahwa di Uni Soviet telah terjadi polarisasi antara "merpati" dan "elang" merupakan suatu tipu yang biasa dilakukan oleh Uni Soviet. Beberapa penasihat Franklin D. Roosevelt percaya bahwa Stalin sedang menekan mereka yang berpendirian keras. Dalam berbagai pertemuan dengan Kissinger dan saya, Brezhnev mempertunjukkan dengan meyakinkan bahwa ia harus berunding dulu dengan para "elang"nya. Diplomasi itu dimaksudkannya agar kita memberi konsesi kepadanya supaya ia dapat mengatasi oposisi dalam negeri. Kita tak boleh tertipu dengan taktik murahan semacam itu. Para pesaing Gorbachev menentangnya bukan karena ia seorang moderat, tapi lantaran mereka menginginkan kedudukan dan kekuasaannya. Juga merupakan suatu kebodohan andai kata kita memberikan konsesikonsesi dalam perundingan mengenai perlucutan senjata buat menolong Gorbachev memang di dalam negerinya. Amerika dan Uni Soviet memilih suatu kepentingan yang sama: mencegah pecahnya perang nuklir yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan antara keduanya. Kedua superkuat itu tak bisa berteman, tapi juga tak mungkin untuk bermusuhan. Walaupun ada perbedaan-perbedaan politik, kepentingan bersama ini memungkinkan terciptanya perdamaian. Tapi di samping itu suatu konflik yang terus-menerus juga tak bisa dielakkan. Kita mesti terus hidup dan bukannya mati dengan adanya perbedaan perbedaan. Karenanya, kita mesti menciptakan suatu proses untuk mengatasi hal itu tanpa adanya perang. Kita harus berusaha menyusun suatu cara bermain dalam konflik idelogi yang akan terus bertahan sampai abad berikut. Orang Amerika punya kecenderungan melihat perlucutan senjata sebagai tujuan dan bukan cara. Sebaliknya, orang Rusia melihatnya sebagai cara untuk mencapai tujuan. Moskowlah yang benar. Perlucutan senjata saja takkan dapat menghasilkan perdamaian. Tapi suatu persetujuan perlucutan senjata yang dirundingkan dengan baik dapat membantu terciptanya suatu stabilitas yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya krisis yang dapat meningkat jadi perang. Kita harus memusatkan perhatian pada bagaimana cara berunding agar sedapat mungkin memenuhi yang kita inginkan. Kita perlu mengembangkan suatu kapasitas untuk menyusun sebuah usulan yang bisa menyebabkan tujuan bisa tercapai, dan di samping itu juga merupakan suatu tekanan politik kepada Uni Soviet agar mau menerima itu. Kalau para pemimpin Soviet menolak usul itu, kita dapat mencapai kemenangan politis. Dan kalau mereka menerimanya, kita memperoleh yang kita tuju. Gorbachev telah membuktikan diri ahli dalam menggunakan langkah-langkah seperti itu. Pada November 1981, Amerika mengajukan usul zero option, mengusulkan dihapuskannya peluru-peluru kendali jarak sedang baik milik Soviet maupun Amerika di Eropa. Alasannya bukan lantaran para perencana kebijaksanaan berpendapat bahwa jalan keluar semacam itu akan menguntungkan Barat, tetapi lebih dimaksudkan agar Soviet menolahnya, dan dengan demikian memperoleh pukulan politik karena menolak itu. Diharapkan usul semacam itu akan mendatangkan keuntungan politik di Eropa bagi Amerika. Dengan demikian, terbuka kemungkinan Amerika menempatkan satuan-satuan nuklir jarak sedang di negara anggota NATO. Taktik semacam itu akan berhasil selama Uni Soviet tetap keras kepala di meja perundingan. Tapi, segera saja Gorbachev dapat membaca bahwa zero-zero option justru akan menguntungkan Uni Soviet, karena itu bakal melenyapkan kesanggupan Amerika untuk menyerang balik dari Eropa tanpa mengganggu daya pukul Soviet. Ketika Gorbachev menerima tawaran Amerika, pemerintahan Reagan tak punya pilihan lain daripada menerima persetujuan itu. Bagaimana kita mendesakkan tekanan politik kepada para pemimpin Uni Soviet untuk membuat suatu perjanjian yang kita inginkan dengan "harga" yang kita bersedia membayarnya? Untuk itu perlu bagi para penyusun kebijaksanaan Amerika memahami motivasi Soviet serta kelemahan mereka. Itu juga memerlukan keahlian dalam memainkan kartu. Tapi yang paling utama tentu saja itu memerlukan kemampuan mengajukan usul dengan disertai oleh kemampuan public relations. Kita takkan berhasil berunding tanpa dukungan rakyat Barat. Kita dapat saja menyetujui pentingnya upaya pencegahan terjadinya perang tanpa disengaja. Kita pun bia menyetujui cara-cara mengurangi dan menstabilisasikan perimbangan strategis senjata nuklir. Atau mencari jalan keluar dari konflik regional yang berlarut-larut, dan mencari jalan buat menyusun suatu struktur hubungan yang aling menguntungkan. Tapi Amerika dan Uni Soviet tak bisa mencapai persetujuan untuk terciptanya suatu perlucutan senjata total. Dalam perundingan mengenai senjata-senjata strategis, tak masuk akal untuk mengejar suatu persetujuan pengurangan jumlah persenjataan yang ada sampai 50%. Persetujuan semacam itu hanya akan mengesahkan superioritas Uni Soviet dalam bidang persenjataan nuklir yang dipasang di darat. Dan dengan demikian mengesahkan pula kemampuan Soviet memiliki kemampuan memukul yang pertama andai kata suatu perang nuklir pecah. Juga merupakan suatu hal yang tak mask akal kalau kita berusaha meyakinkan orang Rusia bahwa Uni Soviet dan Amerika mesti mengejar suatu konsep abstrak. Misalnya, dalam hal adanya suatu stabilitas strategis. Gorbachev tak tertarik pada hal-hal yang kita anggap "baik". Ia lebih tertarik pada persoalan yang bisa ia dapat. Untuk mencapai yang disebut persetujuan zero-zero INF yang diinginkannya, ia bersedia memberi konsesi dengan mengorbankan banyak senjata nuklir sebagaimana halnya kita pun bersedia melakukannya. Para pemimpin di Kremlin akan menerima persetujuan, tapi mereka takkan mengorbankan sesuatu dengan percuma. Moskow telah membuat perlucutan senjata sebagai prioritas pertama dalam perundingan Amerika-Soviet. Itu sebagian dilakukan untuk mengalihkan perhatian dari isu politik yang angat vital. Kita tak boleh memberi peluang kepada Soviet untuk mencapai tujuan itu dengan cara menganggap penindasan dan ekspansionismenya sebagai penghalang terhadap kemajuan dalam perlucutan senjata. Kita mesti memaksanya agar ia memperhatikan keprihatinan kita. Dan, menghubungkan kedua hal tersebut hanyalah merupakan satu-atunya jalan, kalau ingin menarik keuntungan dari perdamaian yang sejati. Dalam hal ini Brian Crozier, seorang wartawan Inggris, pernah menulis, "Yang telah dilakukan Uni Soviet dan boneka-boneka mereka di Amerika Tengah dan Selatan merupakan sesuatu yang pokok, sedangkan persetujuan perlucutan senjata merupakan bayangannya." Pemerintahan Reagan bisa saja jalan terus dengan menandatangani persetujuan perlucutan senjata tanpa menghubungkan pada risikonya. Padahal, itu dapat menciptakan suatu keadaan tak menguntungkan. Yakni keadaan yang membuat siapa pun berani mengetengahkan isu agresi Soviet di seluruh dunia akan dituduh meracuri hubungan antar superkuat. Orang Amerika cenderung percaya bahwa konflik adalah sesuatu yang tak wajar. Bahwa manusia dari mana saja pada dasamya sama. Bahwa perbedaan paham merupakan akibat kesalahmengertian, dan bahwa suatu perdamaian yang abadi dan sempurna merupakan tujuan. Namun, yang menggerakkan dunia ke keadaan buruk atau baik adalah kekuatan dan kekuasaan, dan tak ada satu negara yang berdaulat akan melepaskan kedua aspek tersebut. Baik sekarang maupun untuk masa depan. Ini merupakan aspek yang tak bisa dihilangkan dari sifat-sifat semua bangsa. Andre Malraux pada suatu ketika pernah mengatakan kepada saya, "Dalam sejarah umat manusia Amerika Serikat merupakan banga yang menjadi kekuatan dunia tanpa berusaha jadi itu." Suka atau tidak, tugas untuk menjadi pemimpin telah jatuh ke bahu kita. Lebih cepat kita menghadapi itu - dan makin cepat rakyat dinegara-negara besar terutama di Barat menghentikan rasa salah karena kuat - akan lebih cepat suatu tatanan dunia yang didasarkan pada perimbangan kekuatan antarnegara bisa dicapai. Sering dikatakan bahwa kebanggaan nasional Amerika telah pulih kembali. Tapi akan lebih sesuai kalau dikatakan bahwa banyak di antara kita merasa bahwa keadaan jauh lebih baik ketimbang delapan tahun lalu. Dan itu berkat adanya pertumbuhan ekonomi yang tetap, dan lantaran berita-berita buruk yang datang dari luar - paling tidak yang menyangkut Amerika merupakan kejadian-kejadian yang terpisah-pisah. Namun, suatu kebanggaan nasional yang tak ditempa oleh sikap permusuhan dari luar adalah sesuatu yang mandul. Kebanggaan nasional tanpa perasaan bahwa orang lain pun bisa menikmatinya adalah suatu sikap mementingkan diri sendiri. Sering yang kita namakan dengan pemulihan kebanggaan nasional itu tak lebih dari rasa puas diri mencari kesenangan pribadi. Kebanggaan sejati bukan datang dari pengelakan tantangan tapi justru dari keberanian untuk berada di tengahnya. Juga datang dari perjuangan demi prinsip-prinsip yang kita percayai, kepentingan kita, dan berada di tengah kawan-kawan kita. Diperlukan hal-hal yang lebih besar untuk menciptakan suatu rasa percaya diri yang abadi. Bukan hanya dengan operasi militer kecil-kecilan seperti penyerbuan ke Grenada atau pengeboman atas Libya. Tak ada rakyat di negara lain yang merasa lebih aman dan lebih makmur ketimbang yang dirasakan oleh rakyat Amerika. Tapi keperkasaan dan kurnia yang kita dapat menghadapkan kita pada tantangan untuk menganut suatu kebijaksanaan yang tujuan utamanya adalah membuat dunia lebih aman dan lebih baik. Gorbachev secara jujur tak mengharapkan adanya perang. Tapi secara jujur pula ia mendambakan kemenangan. Uni Soviet mencari kemenangan tanpa peperangan. Apabila kita mencari perdamaian tanpa kemenangan, kita pasti akan kalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini