Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FENOMENA penerbitan buku susastra di Indonesia yang disebut indie (dari independent) semula dimaksudkan sebagai alternatif dari dominasi penerbit besar, yang menerbitkan buku-buku arus utama (mainstream), sehingga konsekuensi nonprofit menjadi wajar, dan cukup puas atas posisi gerilya dalam konstelasi kebudayaan. Dalam kenyataannya, apa yang mungkin hanya tampak sebagai gejala pasar sesungguhnya mewakili gejala kebudayaan yang tidak sekadar menawarkan alternatif, tapi juga berjuang merebut dan menggantikan posisi kelompok dominan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo