Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Nyonya Pardede Di Petisah Hulu

Cong a fie, pemilik tanah di petisah hulu mengizinkan penduduk mendirikan rumah di tanah tersebut. ny td pardede, pemilik tanah yang baru memaksa penduduk untuk pindah dan masalahnya ditangani pengadilan. (kt)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Petisah Hulu, Medan, ada sebidang tanah lebih 2 hektar luasnya. Kawasan ini meliputi Jalan Syailendra, Jalan Bantam. Jalan Mataram dan Jalan Sriwijaya. Di atasnya berdiri 150 buah rumah, dengan penghuni sekitar 2.000 jiwa. Di zaman Jepang tanah itu dikenal sebagai milik Cong A Fie, orang yang terkenal kaya di Medan pada waktu itu. Tak lama sejak waktu itu atas persetujuan Cong A Fie langsung nau pun melalui ahli warisnya, ke-150 kepala keluarga tadi telah membangun rumah di atas tanah itu. Tapi di tahun 1952 tanpa setahu penghuni bangunan-bangunan tadi, tanah dijual kepada Heman Lombangaol oleh ahli waris Cong A Fie. Setelah Lumbangaol meninggal, tanun 1964, ahli warisnya menjual tanah tersebut kepada Herlina boru Napitupulu, alias Nyonya T.D. Pardede pengusaha Medan yang terkenal itu. Tanpa setahu penduduk Petisah Hulu pula, Nyonya Pardede menerima sertifikat bulan April 1974. Berdasarkan itu, sang nyonya memaksa agar penduduk pindah dan membongkar rumah mereka. Persoalannya sampai ke pengadilan ketika para penghuni menolak pindah. Dan Nyonya Herlina menang bahkan dikuatkan pula oleh Pengadilan Tinggi. Tapi sebaliknya Pengadilan Negeri Medan menerima pula gugatan balik ke-150 pemilik rumah terhadap Nyonya Pardede. Gugatan ini masih menunggu keputusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Ini terjadi 1974. Setelah lama tertunda dan tak ada kabar lanjutan soal itu, pertengahan bulan lalu masalahnya terdengar lagi. Sebab dikabarkan bahwa Nyonya Herlina akan memakai kekerasan untuk menggusur penghuni-penghuni tanah yang menurut dia tak syah itu. Tanah itu harus kosong eanpa ganti rugi. Alasannya, selain nyGlya itu memiliki sertifikat, pengosongan harus dilaksanakan sebab ada Surat dari Pengadilan Tingkat I Medan kepada Kepala Kampung Petisah Hulu yang dikeluarkan 13 Oktober 1977. Dalam surat itu pengadilan minta bantuankepala kampung dan hansip untuk membantu juru sita melaksanakan pembongkaran pada 15 Oktober 1977. Karena itulah sejak pagi hari suasana di Jalan Sriwijaya agak panas. Ratusan manusia sudah siap menunggu apa yang bakal terjadi. Ibu-ibu rumah tangga di situ membentang tikar di tengah jalan dan duduk tenang-tenang. Sasaran pembongkaran dikaharkan hanya rumah nomor 18 B, sesuai dengan isi surat Pengadilan Negeri Medan tadi. Sebab rumah milik Zulkarnain itulah yang sudah ada perintah pengDsongan dari Mahkamah Agung, sementara rumah-rumah lainnya masih menunggu tingkat banding dari Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Namun rupanya seluruh warga Petisah Hulu turut menyatakan simpati pada Zulkarnain. Tapi setelah ditunggu berjamjam ternyata acara pembongkaran paksa hari itu dibatalkan. "Eksekusi ditunda semetara karena penghuni rumah di Ja'lan Sriwijaya 18 B tidak bersedia secara sukarela mengosongkan rumahnya," lata Koeswandi SH, Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Sementara itu para penghuni Kampung Petisah Hulu yang lain tetap bertahan, tak akan beranjak dari rumah mereka. "Biarpun Nyonya Pardede menggunakan tangan besi" tantang mereka. Dari pihak lain, menurut pengacara Nyonya Herlina, yaitu Sulaiman Siregar SH, penghuni-penghuni di sana pernah ditawari ganti rugi sekitar Rp 300.000 tjap kepala keluarga agar pindah dari situ. Tapi hal ini dibantah oleh penghuni-penghuni. "Pihak Nyonya Pardede tak pernah mengadakan konsultasi dengan kami," bantah salah seorang penghuni. Tapi, tak lupa pula ke-150 keluarga penghuni kawasan itu melaporkan nasib mereka kepada Opstib Pusat. Entahlah, bagaimana lanjutannya kelak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus