LAIN Cilacap, lain lagi di Asahan. Jika di pantai selatan Jawa
Tengah bulan Oktober lalu para nelayan tradisionil menyerang
pukat-pukat harimau (trawl) (TEMPO, 5 Nopember 1977) di Asahan
sebaliknya. Peristiwanya sendiri hampir berbarengan. Terjadinya
di perairan pantai Sialang Buah, Asahan 14 Oktober sore. Waktu
itu Djarkasih. Buyung, S. Pangaribuan dan Zakaria sedang
menyebar jaring menangkap udang, 1 mil dari pantai perairan
Sialang Buah.
Ketika ke-4 nelayan itu sedang asyik mengumpulkan rezeki,
tiba-tiba 3 buah kapal pukat harimau muncul dari arah timur
untuk menyebarkan jaring-jaring di sekitar sampan-sampan
nelayan-nelayan tradisionil tadi. Seorang dari nelayan
tradisionil memperingatkan bahwa pukat-pukat harimau itu sudah
melanggar batas daerah operasi. Peringatan itu tak diacuhkan,
malahan perang mulut kemudian terjadi. Tapi tak lama kemudian
salah sebuah pukat harimau tiba-tiba memutar hal-hal dan
menabrak salah sebuah sampai nelayan tradisionil. Sampan pecah.
Penumpangnya tercebur.
Tak hanya sampai di situ. Pukat-pukat harimau yang lain berbuat
serupa pula terhadap sampan-sampan lainnya. Setelah
penumpang-penumpang sampai tumpah di air, para penumpang pukat
harimau mulai menyerang mereka dengan kapak, botol, ganeu, batu,
bahkan bungkah-bungkah es batu. Akibatnya cepat terlihat:
Djarkasih mati seketika terkena kapak keningnya, sementara
teman-temannya luka-luka. Namun perkelahian tak seimbang belum
selesai. Ketika M. Dahlan, Kepala Kampung logak Besar (tak jauh
dari sana) bersama beberapa orang lainnya datang hendak melerai,
mereka ini juga terkena sasaran. Mereka juga mengalami
luka-luka.
Begitu melihat korban-korban sudah tak berdaya, ke-3 pukat
harimau adi bergegas lari. Entah ke mana, tapi sampai sekarang
belum diketahui jejak maupun tanda pengenalnya. Karena ketika
kejadian itu berlangsung, nomor-nomor selarnya sengaja ditutupi
dengan karung-karung.
Dibeking Yayasan
Kejadian itu bukanlah untuk pertama kalinya di kawasan perairan
cana. Pengadilan Negeri Tanjung Balai (Asahan) sendiri sekarang
sibuk mengadili S orang nelayan tradisionil yang dituduh
membunuh Wie Kian Weng alias Aseng nakhoda sebuah pukat harimau
belum lama ini. Menurut Hasbul Dachlan, bendallara dan anggota
pengurus Harian HSNI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Cabang
Deli Serdang, belakangan ini setidaknya terjadi 8 kali insiden
serupa itu. Semua itu kata Hasbul, selalu dilaporkan kepada
Kalnla Tanjung Balai, tapi tak pernah digubris. Bahkan pengurus
HSNI itu menuduh, pukat-pukat harimau itu dibeking oleh sebuah
yayasan milik instansi resmi di kawasan itu. "Kami kekurangan
tenaga personil, untuk kawasan Deli Serdang ini hanya ada 4
orang dan 1 but," begitu Hasbul mengulangi ucapan seorang
petugas Kamla di sana. Padahal daerah Selat Malaka itu terkenal
sebagai perairan yan paling banyak dilayari pukat-pukat harimau.
Hal itu diakui Dirjen Perikanan, Imam Sardjono. "Terpusatnya
armada trawl di Selat Malaka sudan tentu tidak sehat," ucap
Dirjen itu, sebab justru konsentrasi terbesar nelayan
tradisionil "berada di pantai Sumatera Utara, pantai utara Jawa
dan Cilacap." Memberi keterangan khusus kepada TEMPO sehubungan
dengan peristiwa Cilacap, Imam Sardjono menyayangkan bahwa
kecepatan perumbuhan armada trawl belum bisa diimbangi kecepatan
pengaturan operasinya. Sehingga seperti terjadi di Cilacap,
trawl yang seharusnya beroperasi di Bagan Siapi-api, bisa
nyelonong ke perairan Cilacap.
Pukat-pukat harimau yang beroperasi di sesuatu daerah perairan
mempunyai tanda pengenal melalui warna kapalnya. Untuk perairan
Riau misalnya berwarna hijau tua, sedang trawl-trawl daerah
Cilacap berwarna merah tua. Menurut Imam Sardjono, jika terjadi
trawl Riau sampai beroperasi di Cilacap ini menunjukkan bahwa di
perairan Selat Malaka itu sudah terlalu banyak pukat harimau.
Sayangnya, jika terjadi bentrokan pisik atau pelanggaran pihak
Perikanan tak dapat trut menyelesaikan. "Dirjen tak mempunyai
wewenang polisionil. Untuk melakukan pengawasan diserahkan
kepada keamanan setempat?" kata Sardjono. Untuk inipun
diakuinya, Angkatan Laut tak cukup armada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini