AWAL 1978 ini merupakan hari-hari tak sedap bagi DLLAJR.
Sekurang-kurangnya di 3 kota, yaitu Bandung, Yogyakarta dan
Jakarta. Para pengemudi kendaraan umum di kota-kota itu telah
menjadikan instansi itu sebagai sasaran protes, malahan
kemarahan. Dengan berbagai penyebab.
Peristiwa bentrokan antara para pengemudi/pemilik opelet dengan
supir-supir bis kota di Jakarta 11 Januari misalnya berpangkal
pada perubahan rute yang dianggap merugikan pihak pengemudi dan
pemilik opelet - Tapi apapun penyebabnya, satu hal yang
agaknya menjadi dalang keributan adalah karena mereka yang
bersangkutan (para pengemudi dan pemilik) tak diajak serta
berunding sebelumnya. Dalam kejadian di ketiga kota tadi baik
pihak pemerintah daerah maupun DLLAJR terlihat begitu saja
menurunkan ketentuan-ketentuan baru. Sehingga mereka yang merasa
terkena, yaitu supir dan para pemilik kendaraan spontan memberi
reaksi oleh keterkejutan mereka.
Tak heran jika mereka mengambil sasaran apa saja yang mungkin
cepat melampiaskan rasa kecewa maupun amarah. Para pengemudi
oplet di Jakarta sendiri, hingga pekan lalu masih diliputi rasa
resah. Mereka pada dasarnya tetap menuntut rute semula
dikembalikan. Yaitu Kampung Melayu-Pulo Gadung lewat Jalan
Pedati, Panjaitan dan Jalan Raya Bekasi - yang telah dirubah
sejak 11 Januari menjadi Kampung MelayuPulo Gadung lewat Jalan
Pedati, RS Persahabatan, Waru dan Palad.
Melihat suasana yang tak baik itu, akhirnya minggu lalu juga BS
Hutauruk, Ketua Organda DKI Unit Opelet, Bemo dan Angkutan IV,
mengumpulkan sekitar 300 orang pemilik/pengemudi opelet. Setelah
membujuk-bujuk anggotanya aRar bersabar, akhirnya mereka memilih
23 orang wakil yang akan merumuskan usul mereka kepada pihak
Pernda DKI. Yaitu agar rute semula dikembalikan .
Tak Termasuk
Namun rupanya baik pihak Pemda DKI maupun DLLAJR berpendapat
lain. "Opelet tak termasuk jenis angkutan menurut Pola Angkutan
DKI," tukas B. Harahap, Kepala Humas DKI. Menurut pola itu
opelet (merk Moris berusia 10 hingga 15 tahun) harus lenyap
dari kawasan ibukota ini secara berangsur-angsur. Para pemilik
Opelet dipersilakan merubah kendaraan mereka menjadi mikro bis
atau jenis angkutan ke IV (minicar, bajaj). Untuk mikro bis
tersedia wadah PT Metro Mini yang kelak juga akan merangkul
pengusaha opelet. Namun di samping Metro Mini sendiri kabarnya
sekarang masih belum lancar benar mengurus tubuhnya, juga pihak
DLLAJR sendiri belum menentukan secara pasti bagaimana hubungan
antara opelet dengan Metro Mini nanti.
Dengan demikian berarti belum juga jelas bagaimana nasib opelet
di Jakarta selanjutnya. Jumlah kendaraan jenis inipun tak pasti.
Pihak Pemda DKI menyebut ada 7000 hingga 8.000 buah, versi
Organda menyebut sekitar 5.000 buah sementara menurut versi
DLLAJR DKI ada 2.900 buah. Dan sementara itu bis-bis kota dan
pikap makin menggencet mereka baik di dalam kota maupun
pinggiran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini