TAMPANG oplet di Jakarta: tenang, tertib, tua tapi tahan lama.
Tapi sakaratul maut makin dekat mengintai kehidupan kendaraan
tradisionil warga ibukota ini. Sebab Pemda DKI telah
memaklumkan, mulai akhir bulan ini pelaksanaan penggantian oplet
dengan mikrobis khusus harus sudah dimulai.
Mengenai tampang mikro bis khusus itu tentu lebih gagah. Menurut
Soewarto, Kepala DLLAJR-DKI, bentuknya seperti bis Metro Mini,
tapi lebih kecil sedikit. Tempat duduk berhadap-hadapan, pintu
di samping. Soal merek tak ditentukan, terserah. Karoseri juga
terserah buatan mana saja asal oleh perusahaan yang dapat izin
pemerintah. Daya tampungnya antara 12 sampai 14 penumpang.
Untuk itu pimpinan Organda DKI pekan lalu menyerukan agar para
pemilik oplet mendaftar dengan menyertakan salinan surat-surat
mobil tua itu. Untuk apa? Rupanya hanya untuk mengetahui jumlah
oplet saja. Cara pembelian kenderaan baru itu nanti diserahkan
kepada peminat masing-masing.
Tapi para pemilik dan supir oplet sudah mulai bereaksi. Beberapa
orang pemilik (kebetulan sekaligus pengemudi) yang sedang
mengelap keringat di belakang stir di Terminal Kampung Melayu
cepat khawatir, jangan-jangan kenderaan baru itu kelak buatan
Jepang. Kata mereka, mesin oplet sekarang (kebanyakan merek
Morris), umumnya tahan 10 sampai 15 tahun. Onderdil gampang
dicari, murah lagi. Bensin irit, paling banyak 25 liter jalan
sehari penuh. Tapi kalau mobil buatan Jepang, daya tahannya
paling lama 5 tahun. "Pengalaman saya di bengkel," tutur seorang
pemilik oplet, "mencari onderdil mobil Jepang 4 tahun ang lalu
sudah sulit."
Belum lagi soal tatatertib di jalanan. Sesuai dengan tampangnya,
si tua oplet selama ini tak pernah ngebut. Sobirin Tanjung,
pemilik beberapa oplet di Jatinegara, bertekad akan menaikkan
setoran jika ia mendapat mikro bis khusus itu nanti. Sebab,
katanya, jumlah penumpang yang mampu diangkutnya lebih banyak
dari oplet dan pasti harganya akan lebih mahal. Untuk mengejar
setoran itu si supir tak mustahil harus mengebutkan mobilnya.
Cisalak
Anggota DPRD-DKI yang selalu gigih mempertahankan oplet, BN
Marbun SH, melihat kenderaan umum oplet sebagai usaha keluarga
dan telah berhasil membentuk wiraswasta-wiraswasta. Ia setuju
dengan penggantian oplet itu. "Tapi oplet sudah jadi kultur
Jakarta," kata Marbun, "pertahankan bentuk oplet ini dengan
karoseri buatan dalam negeri." Ia menyebut karoseri dan plat
oplet buatan Cisalak (Bogor) sebagai murah tapi kuat. "Kalau
memang Pemda DKI beralasan bentuk oplet yang sekarang tidak
berseni lagi, mengapa tidak diciptakan disain baru -- dan ini
mampu dikerjakan wiraswasta-wiraswasta di Cisalak," kata Marbun.
Dari segi lain beberapa pemilik oplet kurang setuju dengan
jumlah penumpang mikro bis khusus itu -- 12 sampai 14 penumpang,
sedang oplet hanya 7 sampai 9 penumpang. Sebab sebenarnya warga
Jakarta hanya kekurangan tempat duduk di oplet hanya pada waktu
pagi hari. "Selebihnya oplet banyak kosong," kata seorang
pengemudi oplet di Terminal Oplet Senen "buat apa menambah
tempat duduk di mikro bis khusus itu nanti?"
Belum lagi tubuh mikro bis khusus yang bertubuh lebih besar dari
oplet. Sebab ini akan berarti beton pemisah antara jalur umum
dengan jalur khusus (hanya untuk oplet -- seperti antara Kampung
Melayu dan Senen) harus dibongkar. Tapi lebih dari semua itu,
pertanyaan para pemilik oplet: selanjutnya akan diapakan
kenderaan tua itu? "Terserah pemiliknya" ucap Harahap, Humas
DKI. Untung jika wilayah-wilayah pinggiran Jakarta (daerah Jawa
Barat) rela menyambung nafas si tua itu. Kalau tidak ia akan
jadi besi tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini