Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Oplet Kita, Apa Salahnya ?

Pemda DKI akan melaksanakan penggantian oplet dengan mikrobis khusus. Para pemilik dan sopir oplet khawatir dengan kendaraan penggantinya. Seorang anggota DPRD-DKI menyarankan pembuatan karoseri lokal.(kt)

21 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAMPANG oplet di Jakarta: tenang, tertib, tua tapi tahan lama. Tapi sakaratul maut makin dekat mengintai kehidupan kendaraan tradisionil warga ibukota ini. Sebab Pemda DKI telah memaklumkan, mulai akhir bulan ini pelaksanaan penggantian oplet dengan mikrobis khusus harus sudah dimulai. Mengenai tampang mikro bis khusus itu tentu lebih gagah. Menurut Soewarto, Kepala DLLAJR-DKI, bentuknya seperti bis Metro Mini, tapi lebih kecil sedikit. Tempat duduk berhadap-hadapan, pintu di samping. Soal merek tak ditentukan, terserah. Karoseri juga terserah buatan mana saja asal oleh perusahaan yang dapat izin pemerintah. Daya tampungnya antara 12 sampai 14 penumpang. Untuk itu pimpinan Organda DKI pekan lalu menyerukan agar para pemilik oplet mendaftar dengan menyertakan salinan surat-surat mobil tua itu. Untuk apa? Rupanya hanya untuk mengetahui jumlah oplet saja. Cara pembelian kenderaan baru itu nanti diserahkan kepada peminat masing-masing. Tapi para pemilik dan supir oplet sudah mulai bereaksi. Beberapa orang pemilik (kebetulan sekaligus pengemudi) yang sedang mengelap keringat di belakang stir di Terminal Kampung Melayu cepat khawatir, jangan-jangan kenderaan baru itu kelak buatan Jepang. Kata mereka, mesin oplet sekarang (kebanyakan merek Morris), umumnya tahan 10 sampai 15 tahun. Onderdil gampang dicari, murah lagi. Bensin irit, paling banyak 25 liter jalan sehari penuh. Tapi kalau mobil buatan Jepang, daya tahannya paling lama 5 tahun. "Pengalaman saya di bengkel," tutur seorang pemilik oplet, "mencari onderdil mobil Jepang 4 tahun ang lalu sudah sulit." Belum lagi soal tatatertib di jalanan. Sesuai dengan tampangnya, si tua oplet selama ini tak pernah ngebut. Sobirin Tanjung, pemilik beberapa oplet di Jatinegara, bertekad akan menaikkan setoran jika ia mendapat mikro bis khusus itu nanti. Sebab, katanya, jumlah penumpang yang mampu diangkutnya lebih banyak dari oplet dan pasti harganya akan lebih mahal. Untuk mengejar setoran itu si supir tak mustahil harus mengebutkan mobilnya. Cisalak Anggota DPRD-DKI yang selalu gigih mempertahankan oplet, BN Marbun SH, melihat kenderaan umum oplet sebagai usaha keluarga dan telah berhasil membentuk wiraswasta-wiraswasta. Ia setuju dengan penggantian oplet itu. "Tapi oplet sudah jadi kultur Jakarta," kata Marbun, "pertahankan bentuk oplet ini dengan karoseri buatan dalam negeri." Ia menyebut karoseri dan plat oplet buatan Cisalak (Bogor) sebagai murah tapi kuat. "Kalau memang Pemda DKI beralasan bentuk oplet yang sekarang tidak berseni lagi, mengapa tidak diciptakan disain baru -- dan ini mampu dikerjakan wiraswasta-wiraswasta di Cisalak," kata Marbun. Dari segi lain beberapa pemilik oplet kurang setuju dengan jumlah penumpang mikro bis khusus itu -- 12 sampai 14 penumpang, sedang oplet hanya 7 sampai 9 penumpang. Sebab sebenarnya warga Jakarta hanya kekurangan tempat duduk di oplet hanya pada waktu pagi hari. "Selebihnya oplet banyak kosong," kata seorang pengemudi oplet di Terminal Oplet Senen "buat apa menambah tempat duduk di mikro bis khusus itu nanti?" Belum lagi tubuh mikro bis khusus yang bertubuh lebih besar dari oplet. Sebab ini akan berarti beton pemisah antara jalur umum dengan jalur khusus (hanya untuk oplet -- seperti antara Kampung Melayu dan Senen) harus dibongkar. Tapi lebih dari semua itu, pertanyaan para pemilik oplet: selanjutnya akan diapakan kenderaan tua itu? "Terserah pemiliknya" ucap Harahap, Humas DKI. Untung jika wilayah-wilayah pinggiran Jakarta (daerah Jawa Barat) rela menyambung nafas si tua itu. Kalau tidak ia akan jadi besi tua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus