Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Tamu saya, schubert

Setan franz peter schubert, tak mau lekas kaya. ia bukan pemuda penjilat bermulut manis kepada pejabat tinggi. maka hidupnya tetap melarat. ia memang tak suka yang palsu, pura-pura, dan munafik.

21 Juli 1979 | 00.00 WIB

Tamu saya, schubert
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SELAMAT malam. Bolehkan saya masuk? Maaf, saya cuma setan. - Wah, kamu ini .... Franz Peter Schubert ya? Pantesan seperti setan. + Dan maaf penampilan saya. Saya ini orang melarat. - Kok minta maaf segala. Silakan duduk. Maaf tak ada bir. + Soalnya saya melihat begitu banyak orang melarat yang terus dirugikan dan disakiti saja, maka tentu saja saya ada rasa takut. - Setan kok takut .... Dan apakah saya ini seperti perampok tanah? + Soalnya kebanyakan perampok sekarang tampangnya sudah tidak lagi seperti Mat Sobek, tapi seperti Mas Golf. Jadi yang bukan perampok itu yang bagaimana? - Alaa kamu ini jangan tanya-tanya yang bukan musik lah ! ..... + Bukan begitu. Soalnya kota saya ini selalu ditindas, oleh Napoleon, lantas oleh si cupet yang namanya Metternich. Masak semua perpustakaan umum disuruhnya tutup semua. Segala bacaan disensor keras. Tiap profesor yang berani menyebut nama Immanuel Kant langsung dipecat. Cuma bicara politik saja dilarang. Maka itu penduduk Wina cuma berani menggunjingkan perempuan saja. Di mana-mana ada serdadu dan mata-mata. Brengsek deh. - Lho?? Lha katanya Wina itu kota sorga dan gembira-ria?? + Tentu saja. Dengar saja musik saya. Tidak seperti lagu seriosa di Indonesia ini, kok semua seperti merengut dan merintih saja. Padahal negerimu ini banyak juga ketawanya. Tapi banyak teman saya di Wina dulu juga kaum pembangkang lho. Eh, sampai saya pernah bikin opera-protes. Dilarang mek! Hahahihi! Tapi kalau saya ngamuk dalam sonata-sonata saya, itu sih nggak apa. Wah, dalam suasana begitu susah dong mencipta. + Bagi pemuda loyo dan cengeng, ya. Tapi adat mereka memang selalu mencari dalih supaya berpangku tangan saja sambil menuding-nuding ke kanan-kiri. Saya ini lain sama sekali. Dalam keadaan yang paling brengsek pun saya terus berproduksi. Silakan saya diadu dengan semua seniman yang alamnya merdeka dan adil dan makmur. Saya bisa bikin sepuluh lagu sehari. Dalam setahun saya sanggup mencipta seratus limapuluh lagu ditambah dengan sejumlah opera dan simfoni dan sonata dan paduan suara tanpa kontes-kontesan dan cukong Remaco segala. Dan saya begitu itu waktu masih remaja. - Habis hidupmu itu cuma kesetanan musik. Sekali tempo rilek dan santai-santai dong! + Ee ee! Kerjaan saya sebagai remaja itu jadi guru SD lho! Ngajar enam jam sehari, ngajar berhitung dan lain-lain kecuali musik, dengan gaji brengsek lagi, pokoknya bikin aksi antikebodohan. Dan perkara rilek, wah, saya jagoan kumpul-kumpul sama gang saya, dan selalu meriah sekali. Belum lagi perkara perempuan. Tapi produksi musik terus menggebu-gebu. - Ya asal badan sehat dan makanan penuh gizi . . . + Ee ee! .... Saya ini selamanya kelewat melarat dan selamanya kelaparan! Percaya nggak, saya ini pernah tidak makan tidak minum selama dua mingguan, tapi ya, lantas saya mati. Haha hihi! Saya sering sakit luar biasa gawatnya sampai dijebloskan ke rumah sakit segala . . . - Nah, kalau sudah begitu kapan dong kamu ini mencipta? + Ya waktu di rumah sakit dong! Rosamunde dan dua opera dan hampir duapuluh lagu schone Mullerin itu kerjaan orang yang disiksa penyakit! Itu pada umur 26, jadi sama dengan umur mahasiswa, hihihihi!! - Kamu ini setan ketawa ya. Begini. Kalau kamu ini begitu produktif, kenapa dong kamu ini terus-terusan melarat? + Kalau mau lekas kaya, saya harus suka bergaul dengan orang-orang kaya dan orang pangkat dan parlente dan bangsawan dan elit. Lantas saya tinggal menjilat-jilat dan bermulut manis dan sebagainya, pokoknya orang Indonesia juga sudah tahu bagaimana caranya. Nah saya ini bukan jenis pemuda yang sebentar-sebentar kepingin ketemu pejabat tinggi. Saya ini ogahan bergaul dengan kaum tinggi-tinggi. Maka itu saya tidak punya koneksi dan promotor dan pesanan dan perlindungan, maka baju saya tetap kumal, dan karena saya ini jadi seperti gelandangan, ya mana bisa masuk ke rumah gedong? - Kenapa sih kamu ini menghindari kaum elit? Kan gengsi kalau bisa sikut-sikutan dengan mereka? + Begini sajalah. Saya tidak suka segala yang palsu dan pura-pura dan dibikin-dibikin dan munafik. Kalau anda tidak mengerti ya sudah. Maaf, sekarang giliran saya bertanya. Kenapa anda tadi memutar simfoni saya? - Ya sejak tahun lalu segala ciptaanmu yang kebetulan saya punya saya putar-putar kembali. Ya sekedar memperingati 150 tahun wafatmu saja. Itu tadi simfonimu yang nomor dua. Paling hebat dari segala simfoni di dunia, asal yang main itu sebangsa Charles Munch dan Orkes Boston. + Aduh, terima kasih! Itu kerjaan pemuda umur 18 tahun. - Peduli amat umurmu. Rekaman lagu-lagumu seperti An die Musik dan Das Wandern juga sudah saya kirim kepada mbak Ita di Yogya. Jangan khawatir. Yang nyanyi bukan Frederik Jawul, tapi Fritz Wunderlich. + Buat apa sih? - Pokoknya dia punya sekolah gratis buat anak-anak melarat seperti kamu. Saya telah usul agar mereka diperkenalkan kepada karya superkid melarat dari Wina. Mbak Ita juga mengajar ibu-ibu. Saya telah minta agar mereka itu jangan suka mencurigai anak-anak berbakat tinggi, apalagi kalau anak itu perempuan, apalagi kalau perempuan itu melukis. Bagaimana nasib kita semua ini seandainya keajaibanmu dulu pada usia duabelas itu dibunuh saja oleh orang-orang yang sok psikolog sok pendidik sok kritikus sok cinta anak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus