Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Orang Dekat Setiap Saat

Mengunjungi lebih dari 1.500 tempat selama masa kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden, Sandiaga Uno membawa rombongan kecil berisi tak lebih dari empat orang kepercayaannya. Asisten pribadinya selama lebih dari 20 tahun terakhir adalah bekas tukang bangunan.

13 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Orang Dekat Setiap Saat/Tempo/Mahardika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seraya memegang bantal leher biru dan kaus olahraga yang terbungkus kemasan plastik, Yono Cahyono membenahi isi tas hitam yang disandang di bahunya. Tumpukan kertas, dua telepon seluler pintar, dan satu dompet membuat tasnya menggembung padat. Pemilik barang-barang itu: Sandiaga Salahuddin Uno.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di satu kantong di dalam tas terselip wadah bundar berukuran kecil. Sambil tertawa kecil, Yono menyebutnya sebagai salep obat untuk Sandiaga. “Tangan Bapak sempat tergores sedikit. Biasalah ditarik-tarik banyak orang ketika bersalaman,” katanya kepada Tempo, Rabu, 10 April lalu. “Ke mana pun Bapak datang kan pasti selalu ramai.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terpisah sekitar 10 meter, tatapan Yono tak lepas dari Sandiaga yang berjalan di depannya. Di bawah terik matahari selepas tengah hari, Sandiaga menghampiri kerumunan orang yang memadati acara Young Entrepreneur Summit sekaligus ajang kampanyenya sebagai calon wakil presiden di Istora Senayan, Jakarta. Sejumlah pengawal yang disediakan kepolisian bekerja keras menahan dorongan para pendukung Sandiaga yang ingin mendekatinya.

Dikerubuti ratusan orang saat berjalan, Sandiaga dengan enteng menyambut setiap uluran tangan orang yang mengajaknya bersalaman. Yono pun hanya berjalan pelan meski Sandiaga terlihat terjepit di antara para pengawalnya dan kerumunan massa. “Sudah biasa, Mas. Di tempat lain pernah lebih heboh. Bapak juga santai menghadapinya,” ujar Yono.

Ke mana pun Sandiaga pergi berkampanye, pasti ada Yono. Pria kelahiran Subang, Jawa Barat, 42 tahun lalu itu adalah asisten pribadi Sandiaga. Dialah yang bertanggung jawab atas deretan selusin baju dan kemeja, celana panjang, sarung, sepatu kets dan bot, serta barang kebutuhan harian lainnya yang tersimpan di mobil Sandiaga. “Kalau lagi kepepet, Bapak bisa ganti pakaian di mobil,” katanya.

Bekerja untuk Sandiaga selama lebih dari 20 tahun, Yono paham betul kebutuhan bosnya. Untuk perjalanan dengan mobil, misalnya, dia selalu menyiapkan tutup telinga, bantal leher, dan penutup mata. Sedangkan untuk busana biasanya dia berkoordinasi dengan Nur Asia, istri Sandiaga. “Ibu yang mendata, dijembreng di ruang kerja, lalu dipilih.”

Dia juga membantu menyiapkan dan mengisi ulang botol minuman bercampur potongan jeruk (infused water) yang biasa dinikmati Sandiaga. “Kalau pagi, bisa dicampur madu,” ucapnya. “Makanan tidak ada pantangan, tapi Bapak enggak suka yang pedas dan doyan segala macam menu ikan.”

Menjadi orang terdekat Sandiaga juga membuat Yono terkenal. Di Istora, orang beramai-ramai menyalami dan meminta dia ikut swafoto. Para petugas keamanan selalu sigap menyambutnya. “Sering juga saya enggak dianggap sampai enggak boleh masuk tempat acara, tapi saya diamkan saja, nanti juga mereka sadar sendiri,” katanya, terbahak.

Hidup Yono berubah setelah mengenal keluarga Nur Asia dan Sandiaga. Dulu dia hanyalah seorang tukang bangunan yang membantu renovasi rumah orang tua Nur Asia di Jalan Mataram, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Nur mengingat Yono sebagai pekerja yang baik dan ulet. “Dulu agak nyentrik ketika masih kerja jadi kuli bangunan. Pas jam istirahat, dia malah main harmonika dan pernah menjual buku-buku lama,” ujar Nur, tertawa.

Sembari membantu renovasi rumah, Yono mencari informasi pekerjaan lain. Krisis ekonomi pada 1997 membuat pekerjaan menjadi barang langka. Gayung bersambut. Nur Asia, yang tengah mengandung anak keduanya, sedang mencari asisten rumah tangga setelah mereka kembali ke Jakarta dari Singapura. Kakaknya merekomendasikan Yono. “Begitu ditawarin, dia mau,” kata Nur. “Saya ajarin semua soal mengurus rumah sampai bikin teh untuk tamu.”

Kepercayaan keluarga Sandiaga terhadap Yono bertambah karena dia bisa bergaul dengan dua putri mereka, Aneesha Atheera Uno dan Amyra Atheefa Uno. Ketika Sandiaga dan Nur Asia sibuk bekerja, Yono membantu menjaga mereka. Kebetulan Ameera yang suka melukis juga mendapat bantuan Yono. “Dia yang membantu mengurus lukisan-lukisannya kalau ikut lomba,” ujar Nur. 

Yono mengatakan Sandiaga berperan besar dalam perkembangan pendidikannya. Sandiaga membantunya mengikuti sejumlah kursus, seperti komputer dan bahasa Inggris. Sandiaga bahkan mendorongnya untuk kuliah. Dua tahun lalu, Yono berhasil menyelesaikan studi teknik informatika di Universitas Mercu Buana, Jakarta. Sandiaga hadir dalam acara wisuda Yono pada 26 Juli 2017 di Tangerang, Banten. “Padahal dulu saya cuma tanya boleh enggak ikut kursus sambil bawa brosur-brosurnya, ternyata sampai dikuliahkan,” kata Yono. “Bapak selalu oke buat urusan pendidikan.”

Selama musim kampanye, Yono menjadi orang kedua dengan catatan tempat kunjungan terbanyak kedua setelah Sandiaga. Museum Rekor Dunia Indonesia memberikan penghargaan kepada Sandiaga karena berhasil mendatangi 1.550 tempat dalam satu tahun terakhir. “Tempat yang saya datangi lebih dari 1.400, ya. Karena rombongannya kecil, jadi lebih enak,” ujar Yono.

Orang Dekat Setiap Saat/Dokumentasi Pribadi

Selama berkampanye, Sandiaga memilih pergi didampingi segelintir orang yang juga sering semobil dengannya dalam perjalanan. Selain Yono, ada Yuga Sugama Aden serta fotografer Bimasurya Eka Putra dan Fachreza Sandi Putra. “Dulu kami bergantian ikut motret Bapak. Sebulan terakhir ini malah bareng terus,” ucap Bima, yang memotret aktivitas Sandiaga sejak 2015.

Rombongan kecil membuat perjalanan Sandiaga lebih mudah. Hal ini ternyata sudah dilakukannya sejak menjadi pengusaha. Dia tak repot-repot berurusan dengan beragam pendamping dan staf ketika mengunjungi banyak tempat. Urusan komunikasi pun lebih gampang karena para anggota staf bisa duduk semobil dengannya. “Dari dulu dia memang begitu, tak suka kalau pergi heboh bawa rombongan dan memang lebih efisien,” kata ibu Sandiaga, Mien Uno.

Model perjalanan paket hemat ini diterapkannya selama kampanye. Sandiaga hanya menanggung kebutuhan transportasi dan akomodasi stafnya. Tetek-bengek kampanye, dari urusan tenda, tata suara, hingga makanan, disumbang para pendukungnya. “Ini menjadi model kampanye yang sehat karena juga melibatkan publik,” ujar Rikrik Rizkiyana, pengacara sekaligus teman dekat Sandiaga. 

Sementara Yono mengurusi keperluan harian Sandiaga, Yuga--yang juga anggota bidang komunikasi Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno--lebih banyak berurusan dengan media. Perkenalannya dengan Sandiaga terjadi lima tahun lalu ketika membantu kampanye terbuka pemilihan presiden di Lapangan Renon, Bali. Sandiaga adalah juru bicara Prabowo, yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa. “Waktu itu cuma ngobrol banyak sambil makan malam,” katanya.

Kerja sama Yuga dengan Sandiaga makin serius dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Sandiaga kala itu membutuhkan orang yang bisa membungkus pesan kampanye agar tidak berantakan. Tawaran konsep kampanye yang disampaikan Yuga dan timnya disukai Sandiaga. Mereka menyusun konsep komunikasi publik khas Sandiaga yang mengangkat nama warga dan keluhannya. “Dibuat berdasarkan survei internal, diskusi, dan Pak Sandi juga harus berada di dekat masyarakat.”

Yuga mencatat semua laporan, nama warga, dan tempat yang dikunjungi Sandiaga di ponsel iPhone XS miliknya. Di ponsel itu juga tersimpan banyak foto dan video aktivitas Sandiaga. Dia membantah tudingan bahwa nama-nama yang disebutkan oleh Sandiaga adalah fiktif. “Semua peristiwa, fakta, dan data tercatat. Sudah lebih dari seribu notes sekarang, nanti dibikin buku,” ujar mantan wartawan dan pekerja infotainmen itu. 

Sering menemani Sandiaga membuat Yono dan Yuga menjadi kawan akrab selama di perjalanan. Posisi duduk favorit Sandiaga adalah di kursi depan mobilnya, sementara Yuga dan Yono menempati barisan kursi di belakangnya. “Di depan katanya ternyata lebih enak, bisa lihat pemandangan dan tidak kebanting-banting. Padahal dulu Bapak suka duduk di belakang,” ucap Yono, tertawa. 

Jika tak sedang tidur atau membaca buku, Sandiaga kerap bertukar cerita dan berdiskusi selama kampanye dengan stafnya. Beberapa kali pula Sandiaga menangis terharu di dalam mobil seusai kampanye, seperti yang terjadi setelah bertemu dengan para pendukungnya di Buleleng, Bali, Rabu, 10 April lalu. “Hujan lebat, angin kencang, mikrofon mati, padahal dia baru lima menit di panggung, tapi orang-orang tetap nungguin dia,” kata Yuga.

Kedekatan Sandiaga dengan stafnya juga tergambar dari sebutan “lu-gue” yang mereka pakai kala mengobrol. Yono mengaku sungkan memanggil Sandiaga dengan istilah akrab tersebut, tapi sesekali dia menyebut bosnya itu dengan panggilan “bro”. Begitu pula Yuga, yang sehari-hari bisa mengobrol dekat dengan Sandiaga. “Sejak dia jadi wakil gubernur, saya memanggilnya Bapak. Tapi kalau lagi berdua aja ya pakai ‘bro’ dan ‘lu-gue’. Begitu ada orang lain, langsung menyesuaikan,” ujar Yuga. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus