Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Para Calo dari Belakang Lapo

Sindikat pengaturan anggaran melibatkan anggota Dewan, birokrat, pengusaha, juga calo. Sesama pemain dilarang menyalip.

3 September 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGHADAPI kemarahan Zamzami, koleganya, Fahd El Fouz buka kartu. "Kita keduluan petinggi Demokrat," kata aktivis muda Partai Golkar itu lemas. "Bisnis anggaran" mereka gagal total. Zamzami, Ketua Kamar Dagang dan Industri Aceh Besar, telah menggelontorkan banyak duit buat urusan ini.

Dari Rp 7,34 miliar, Rp 1,34 miliar berasal dari tabungan pribadi Zamzami. Sisanya dipinjam dari Taufik Reza, pengusaha Aceh Besar, dan Zoel Bahar Syah, Ketua Kadin Pidie Jaya. Duit dikirim ke Fahd untuk mengegolkan alokasi anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 2011 di Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, masing-masing Rp 50 miliar. "Dia bilang punya orang yang bisa mengondisikan anggaran," kata Zamzami dalam dokumen persidangan.

Belakangan, Zamzami akhirnya tahu urusan dipercayakan Fahd kepada Wa Ode Nurhayati, anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional. Nurhayati belakangan jadi terdakwa, dan perkaranya sedang disidangkan. Ketika bersaksi di pengadilan, Fahd akhirnya membongkar kegagalan proyek itu. Menurut dia, alokasi anggaran untuk tiga kabupaten itu ternyata jatah Mirwan Amir dan Tamsil Linrung, dua pemimpin Badan Anggaran.

Tamsil dari Partai Keadilan Sejahtera disebut menggarap Kabupaten Bener Meriah. Adapun Mirwan Amir dari Demokrat mengurusi Aceh Besar dan Pidie. Kedua politikus telah membantah tuduhan Fahd, yang juga menjadi tersangka perkara ini.

Nurhayati membeberkan, Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 2011 sebesar Rp 7,7 triliun untuk 500 daerah sudah dikaveling, ditandai dengan kode-kode dalam daftar daerah penerima. Kode berupa warna huruf, singkatan tertentu yang terkait dengan partai politik, atau angka. "Tidak ada yang tidak diplot," katanya, juga dalam berkas persidangan.

Kasus ini hanya satu dari sejumlah perkara korupsi anggaran yang melibatkan politikus Senayan. Hal itu dimulai dengan politikus Demokrat, Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh, yang disangka terlibat perkara suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang. Belakangan, Zulkarnaen Djabar dari Partai Golkar dijadikan tersangka korupsi anggaran pengadaan Kitab Suci dan laboratorium madrasah tsanawiyah.

Aktivis antikorupsi Ade Irawan menilai korupsi di Badan Anggaran melibatkan sindikasi. Setidaknya empat aktor terlibat, yaitu anggota Badan Anggaran, birokrat atau pejabat pemerintahan, pengusaha, serta calo atau anggota staf khusus Dewan. "Awal mula korupsi dari Badan Anggaran, karena di sinilah proses anggaran digodok," ujar Ade.

Menurut mantan Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar, permainan mafia anggaran biasanya terjadi di pembahasan dana optimalisasi yang alokasinya ditentukan Badan Anggaran. Besar dana optimalisasi bergantung pada Panitia Kerja Pendapatan dalam menekan pengeluaran pemerintah.

Anggota Badan Anggaran lalu dibagi dua. Panitia Kerja Transfer Pusat mengurusi anggaran kementerian, sementara Panitia Kerja Transfer Daerah mengurusi dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang akan dibagikan ke daerah. Pada tahap ini, perwakilan kementerian telah melobi para politikus melalui komisi-komisi Dewan. Imbalannya beragam, bisa dalam bentuk proyek atau tunai.

Permainan mafia anggaran kerap terjadi jika kepala daerah kurang memahami masalah teknis. Mereka menggandeng pengusaha daerah. Imbalannya adalah proyek di daerah itu. Caranya, persyaratan tender diatur agar hanya bisa dimenangi perusahaan pengusaha itu.

Permainan diatur melibatkan banyak pihak. Menurut sumber Tempo, pengusaha memasukkan kepentingannya melalui perencanaan di kementerian atau lembaga. Agar proyeknya masuk rencana prioritas kementerian atau lembaga, diperlukan "sinergi" dengan orang dalam. "Jika sudah masuk, tinggal menunggu persetujuan DPR," katanya.

Agar cepat gol, kembali pengusaha menjalin "sinergi" dengan anggota Dewan. Di sini, anggaran juga dibengkakkan. Ini perlu untuk mengganti pengeluaran yang telah digelontorkan pengusaha guna memperoleh proyek melalui pintu belakang. Di sini penting peran anggota Badan Anggaran.

Makelar juga bermunculan dalam pembahasan anggaran. Seorang sumber menyebutkan banyak anggota Badan Anggaran mendirikan perusahaan abal-abal dengan kedok jasa konsultan. Mereka membantu membuatkan proposal proyek hingga menghitung "fee" anggaran. "Mereka memiliki link langsung dengan anggota DPR," ujarnya. "Tugasnya memfasilitasi kepentingan klien dengan anggota Dewan."

Biasanya, modus yang begini terkait dengan jatah partai. Seorang mantan anggota Dewan menuturkan anggota Badan Anggaran punya kewajiban mengisi kas partai. Karena itu, pemain Badan Anggaran kerap di bawah satu kendali yang ditunjuk setiap fraksi atau partai. "Biasanya mereka sudah piawai," kata sumber itu. "Para pengendali biasanya juga dibebani target partai untuk setoran operasional."

Para pengendali mengatur anggota lain juga memastikan jatah partai mereka aman. Pengendali juga memagari anggotanya agar tak menyentuh kaveling partai lain. Ada sanksi bagi mereka yang melanggar batas antarpartai. "Anggaran jatah mereka bisa tak diloloskan atau dipotong," ujar sumber lain.

Aktivitas pasar calo anggaran kerap dilakukan di sekitar gedung DPR. Sebut saja Hotel Mulia, Hotel Atlet Century Park, Hotel Sultan, dan Hotel Crowne Plaza. Tempat lain adalah sejumlah mal, seperti FX Plaza, Senayan City, dan Plaza Senayan. Bisa juga di tempat terdekat: Lapo Senayan di belakang gedung Dewan. Aktivitas akan sangat riuh pada April-Juli, ketika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan dibahas.

Pantauan ketat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Komisi Pemberantasan Korupsi ternyata juga disiasati para pemain anggaran. Agar transaksi tak tercium Pusat Pelaporan, mereka memilih tunai. Pembayaran komisi biasanya 5-7 persen dari total anggaran yang diperoleh, dibayar tunai di depan--tak boleh mengutang. Jika terjadi kelebihan pembayaran, sisanya akan dihitung untuk upaya pengawalan anggaran tahun berikutnya.

Mata uang yang digemari adalah dolar Amerika Serikat dan euro karena lebih ringkas. Meski begitu, ada pula yang suka rupiah atau cek pelawat. Tentu saja model ini gampang terlacak. Menurut sejumlah sumber, Pusat Pelaporan mencatat, pada 2003-2012 setidaknya ada 2.000 transaksi mencurigakan menggunakan cek pelawat di Senayan.

Cara lain yang dipakai para pemain adalah meminjam rekening famili dan saudara jauh. Caranya membuatkan rekening bank atas nama mereka, tapi buku rekening dan kartu ATM dipegang peminjam. Atau meminjam rekening anak buah serta mengaburkan bisnis dan pribadi. Bisa juga uang jauh-jauh hari disetor, atau dilakukan pemindahan aset setelah pemain tak lagi menjadi anggota DPR.

Korupsi yang tak terkendali itu terjadi, menurut Ade Irawan, karena kewenangan Badan Anggaran terlalu besar. Menurut dia, Badan Anggaran sebaiknya dibatasi hanya menjadi alat kelengkapan untuk mensinkronkan anggaran yang sudah dibahas komisi dengan pemerintah. "Tak perlu lagi membahas detail," ujar Ade.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung setuju, selama kewenangan Badan Anggaran dan mekanisme pembahasan tak dievaluasi, sulit menghentikan korupsi. "Selama ini tidak ada yang mengontrol Badan Anggaran," katanya.

Widiarsi Agustina, Isma Savitri, Febriyan, Gustidha B.


Sekali lagi Rekening Gendut

PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyebutkan ada 2.000 transaksi mencurigakan yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Belasan nama telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan sedang diselidiki. Menurut sejumlah sumber, nama-nama berikut ini diduga masuk daftar itu.

Zulkarnaen Djabar
Golkar, anggota Badan Anggaran

Laporan kekayaan:

  • Rp 3 miliar (14 Desember 2009)

    Usaha:

  • PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara

    Transaksi:

  • Pada periode Januari 2008-Juni 2010, ada setoran tunai lebih-kurang Rp 2 miliar ke rekeningnya. Mentransfer Rp 2 miliar ke rekening istrinya. Setelah mutasi rekeningnya pada 2010, ada setoran tunai Rp 3,5 miliar. Lalu ada penarikan Rp 2 miliar.
  • "Pak Zulkarnaen Direktur President Taxi. Istrinya pun berbisnis. Ada pembukuannya sehingga bisa dibuktikan."

    Pengacara Zulkarnaen, Yusril Ihza Mahendra

    Muhammad Azhari
    Demokrat, anggota Badan Anggaran

    Laporan kekayaan:
    Rp 729 juta (7 Desember 2009)

    Usaha:

  • Komisaris PT Anugerah Pertiwi Malindo, perusahaan pelayaran

    Transaksi:

  • Ada setoran Rp 7,5 miliar dan US$ 150 ribu serta penarikan Rp 8,5 miliar di rekening BCA selama 2010-2011. Membuka deposito di BRI sekitar Rp 2,5 miliar. Membeli polis asuransi senilai Rp 400 juta dari PT AIA Financial.

    "Asalnya dari dividen perusahaan tambang dan emas yang saya punya. Di underlying transaction juga kan sudah dijelaskan."

    Hasrul Azwar
    PPP, anggota Badan Anggaran

    Laporan kekayaan:

  • Rp 18,8 miliar (11 Desember 2009)

    Transaksi:

  • Ada transaksi keluar-masuk senilai Rp 750 juta pada 2005 dalam waktu berdekatan.

    "Wah, itu sudah lama sekali. Saya tidak ingat."

    Yasti Soepredjo Mokoagow
    PAN, Ketua Komisi V

    Laporan kekayaan:

  • Belum ada

    Transaksi:

  • Ada setoran Rp 6,2 miliar pada 9 September 2009 ke rekeningnya. Dia lalu menarik tunai uangnya Rp 1,5 miliar pada 6 Oktober 2009. Pada September, dia mengalirkan Rp 1,4 miliar ke rekening seorang petinggi PAN.

    "Transaksi terjadi sebelum saya dilantik sebagai anggota DPR."

    Mirwan Amir
    Demokrat, Wakil Ketua Badan Anggaran hingga Mei lalu

    Laporan kekayaan:

  • Rp 27,7 miliar (23 Desember 2003)

    Usaha:

  • Direktur di PT Nacita, PT Kuala Tripa, PT Trida Wisata, PT Sabang Hill, PT Paviliun Seulawah

    Transaksi:

  • Menerima transfer dari sejumlah pengusaha, termasuk dari orang bernama Dina senilai Rp 150 juta pada Maret 2011. Dari orang yang sama, Mirwan diduga menerima total sekitar Rp 3 miliar yang ditransfer belasan kali selama April-Mei 2011. Diduga membeli tiga mobil mewah, yang diatasnamakan adiknya.

    "Itu memang mobil adik saya. Adik sama abang salahnya apa, sih? Itu adik saya minta tolong."

    Ia berkomentar soal mobil. Tentang transaksi lain, ia menolak diwawancarai.

    Wa Ode Nurhayati
    PAN, anggota Badan Anggaran

    Laporan kekayaan:

  • Rp 5,5 miliar (30 November 2009)

    Transaksi:

  • Ada uang masuk ke rekening Mandiri sebesar Rp 44,3 miliar pada Oktober 2009-September 2011. Ada juga setoran tunai Rp 6,2 miliar dari 3 November 2010 sampai 30 September 2011. Ditambah penerimaan lain, total isi rekening Rp 50,5 miliar.

    "Itu total investasi dan usaha. Juga dari uang pribadi yang dipindahbukukan dari rekening saya yang lain."

    —Nota eksepsi, 19 Juni 2012

    Epyardi Asda
    PPP, anggota Badan Anggaran

    Laporan kekayaan:

  • Rp 54,2 miliar (10 Mei 2007)

    Usaha:

  • Memiliki hak pengelolaan tiga dermaga di Tanjung Priok, Komisaris PT Kaluku Maritima Utama, direktur di PT Anugerah Tetap Cemerlang dan PT Tri Elang Jaya Maritim

    Transaksi:

  • Menaruh deposito di BNI sebesar Rp 53,5 miliar. Istrinya menyetor tunai sekitar Rp 10 miliar di BNI Solok, Sumatera Barat. Anaknya membuka deposito di Bank Danamon Rp 1 miliar.

    "Itu deposito sejak 2000. Jumlahnya tak segitu, tapi lebih besar. Saya ini pengusaha dan punya banyak perusahaan."

    Sonny Waplau
    Demokrat, anggota Badan Anggaran)

    Laporan kekayaan:

  • Rp 40,4 miliar (30 November 2009)

    Usaha:

  • Pemilik PT Win Performa, PT Beruang Advertising Solusindo, BPR Irian Sentosa, BPR Palu Lokadana Utama, Kosipa Pundi Neka Solusi, PT Modern Widya Technical
  • Transaksi: Dari Januari 2005 hingga Maret 2009 ada sekitar 2.000 transaksi keluar-masuk di rekeningnya, yang totalnya mencapai Rp 1 triliun. Setelah ia menjadi anggota Dewan pada 2009, dana yang hilir-mudik sekitar Rp 42 miliar.

    "Itu tidak ada kaitan dengan DPR, tapi murni transaksi yang berkaitan dengan usaha keluarga kami."

    Sadar Subagyo
    Gerindra, anggota Badan Anggaran

    Laporan kekayaan:

  • Rp 51,2 miliar dan US$ 60 ribu (30 November 2009)

    Usaha:

  • Pemilik mayoritas PT Konsulindo Informatika Perdana

    Transaksi:

  • Selama 2005-2011 ada penarikan tunai di tiga rekeningnya sekitar Rp 7 miliar.

    "Saya pemain saham sejak dulu. Pendapatan saya jelas. Saya jadi anggota DPR sejak 2010. Di Badan Anggaran baru saja, kalau tak salah sejak April."

    Max Sopacua
    Demokrat, anggota Komisi I

    Laporan kekayaan:

  • Rp 625,4 juta (6 November 2004)

    Transaksi:

  • Menerima setoran tunai ke rekeningnya senilai Rp 1 miliar pada Oktober 2009. Dana Rp 600 juta kemudian dipindahkan secara bertahap ke rekening anaknya. Sang anak kemudian memindahkannya lagi ke rekeningnya yang lain di Bank Bukopin.

    "Sudah saya katakan berkali-kali transaksi itu tidak ada."

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus