Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Para Peletak Fondasi

Pemusik blues datang dan pergi, sampai kini. Tak sedikit yang bagus, tapi banyak pula yang tak pernah bisa masuk zona terdengar. Dan hanya sedikit yang melegenda, sebab mereka meletakkan fondasi tertentu. Inilah di antaranya.

16 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Raja Delta Blues
Robert Johnson

Sutradara Martin Scorsese dengan jitu meringkaskan keberadaan Robert Leroy Johnson dalam pengantarnya untuk skenario film berjudul Love in Vain: A Vision of Robert Johnson. Katanya, ”Hal ihwal tentang Robert Johnson adalah bahwa dia hanya ada di dalam rekaman. Dia legenda sejati.”

Lebih dari itu, sebenarnya: karena dia hanya ada di dalam rekaman, dia sekaligus adalah misteri (dongeng yang beredar menyebutkan bahwa dia bertemu dengan sang Iblis di sebuah perempatan dan menukarkan jiwanya dengan keterampilan bermain gitar). Sedikit yang mengingatnya. Alex Lomax, musikolog yang mendokumentasikan musik-musik folk, mengetahui dari Muddy Waters pada 1941 bahwa Johnson pernah bermain di Clarksdale, Mississippi. Hampir 20 tahun kemudian Samuel Charters hanya bisa menambahkan bahwa Will Shade dari Memphis Jug Band mengingat Johnson pernah sebentar bermain dengannya di West Memphis, Arkansas. Peneliti blues Mack McCormick telah meriset kehidupan awal Johnson, tapi tak pernah mempublikasikan hasilnya.

Harta terbesar yang diwariskan Johnson tiada lain adalah rekaman yang dia lakukan di kamar Gunter Hotel di San Antonio, Texas, pada November 1936, dan di gudang milik Brunswick Record pada Juni 1937. Semuanya ada 29 lagu, beberapa di antaranya dengan versi rekaman yang berbeda; inilah rekaman yang mengabadikan kombinasi antara lagu, gaya vokal, dan permainan gitar yang menjadi sumber ilham bagi banyak musisi blues di kemudian hari.

Johnson tak pernah menikmati ketenarannya. Seorang suami yang cemburu menaruh racun di gelas wiskinya pada suatu malam di sebuah juke joint di Greenwood, Mississippi. Dia meninggal beberapa hari kemudian, pada 16 Agustus 1938, di usia 27 tahun. Tapi misteri tak pernah meninggalkannya: nisan yang menandakan makamnya ada di tiga tempat. Mungkin dia tahu bahwa dia tak akan pernah bisa beristirahat dengan tenang ketika menyanyikan ”You may bury my body down by the highway side/So my old evil spirit can catch a Greyhound bus and ride.”

Raja Slide Guitar
Elmore James

Dia merupakan tokoh penting bagi gitaris blues rock yang besar pada 1960-an—Duanne Allman, Johnny Winter, Eric Clapton, dan Peter Green. Permainan slide guitar-nya yang spontan dan menggairahkan, juga suara seraknya yang menggetarkan, adalah sumber pengaruh bagi mereka.

Lahir di Richland, Mississippi, pada 27 Januari 1918, orang tuanya memberi nama Elmore Brooks. Dia punya gaya bebunyian khas, antara lain muncul dalam karyanya seperti The Sky Is Crying, yang menjadi cetak biru bagi segenerasi pemusik blues dari wilayah pedalaman Amerika bagian selatan hingga Inggris.

Dia meninggal pada 24 Mei 1963 karena serangan jantung, dan dimakamkan di Ebenezer, kota kecil di Mississippi. Nisan di peristirahatan terakhirnya memuat epitaph yang tepat buat menggambarkan statusnya: King of the Slide Guitar.

Bapak Chicago Blues
Muddy Waters

Nama yang diberikan orang tuanya adalah McKinley Morganfield. Tapi dia memakai julukan masa kecilnya (karena suka bermain lumpur), Muddy Waters, hampir sepanjang hidupnya—dan terutama dalam kariernya sebagai pemusik blues.

Besar di Stovall’s Plantation di Clarksdale, Mississippi, dia menjalani sesi rekaman pertamanya tanpa sepatu pada 1941; dia datang dan bermain country blues untuk musikolog Alan Lomax. Bertahun-tahun kemudian dia tiada henti hilir-mudik di klub-klub di Chicago bagian selatan dengan gitar elektriknya—masa yang mengukuhkan perannya sebagai pelopor Chicago blues.

Kala gelombang rock ’n roll menyapu dunia, kariernya nyaris tenggelam. Tapi segenerasi pemusik rock Inggris ”menemukan” musiknya dan mengakuinya sebagai esensi dari musik mereka. Kariernya pun terangkat lagi, sampai kematian menjemputnya di rumahnya di Westmont, Illinois, 30 April 1983.

Little Richard pada Gitar
Jimi Hendrix

Pada 1966, dari pengalamannya bermain dan rekaman bersama Little Richard, Jimi Hendrix berkata, ”Aku ingin melakukan dengan gitarku apa yang dilakukan Little Richard dengan suaranya.” Little Richard termasuk artis penting pada masa kelahiran rock ’n roll pada 1950-an.

Dan Hendrix mewujudkannya—dalam periode yang teramat singkat setelah memutuskan, atas prakarsa Chas Chandler, manajernya, untuk hijrah ke Inggris dan membentuk band di sana. Bersama Noel Redding (bas) dan Mitch Mitchell (drum), di bawah bendera The Jimi Hendrix Experience, dia memainkan musik yang bertumpu pada gitarnya: dia memainkannya bukan saja dengan volume yang kencang, melainkan juga begitu liris dan dengan keahlian yang tiada taranya. Dia berhasil secara brilian menghubungkan karakter gitar blues yang sesungguhnya dengan tata suara modern. Dengan gitarnya, dia menghasilkan bebunyian yang tak terbayangkan sebelumnya, juga tekstur yang berlapis-lapis.

Pete Townshend, gitaris The Who, grup yang populer pada 1960-an, menceritakan bagaimana dia sangat takjub ketika pertama kali menyaksikan Hendrix di panggung; dia dan Eric Clapton, gitaris yang kala itu sudah dijuluki ”god”, hanya bisa saling berpegangan tangan. ”Kau tahu, apa yang kami saksikan itu luar biasa dahsyatnya.”

Hendrix meninggal di London pada 18 September 1970. Dia ditemukan menjelang tengah hari sudah tak bernapas di flat pacarnya di Samarkand Hotel. Otopsi menunjukkan bahwa dia kesulitan bernapas akibat muntahan dan paru-parunya penuh berisi anggur merah. Tapi apakah dia bunuh diri atau ada yang memaksanya mengkonsumsi anggur merah dalam jumlah yang luar biasa, sejauh ini masih merupakan teka-teki.

Kiblat Penyanyi Perempuan
Janis Joplin

Dalam edisi khusus tentang para artis terbesar sepanjang masa di majalah Rolling Stone, Rosanne Cash menulis begini: ”Tanpa Janis Joplin, tak akan ada Melissa Etheridge. Tanpa Janis, tak akan ada Chrissie Hynde, Gwen Stefani. Tak akan ada siapa pun.”

Dia benar. Perempuan yang lahir Port Arthur, Texas, 19 Januari 1943 inilah yang telah membuka kesempatan lebih lebar bagi perempuan untuk terjun ke dalam musik. Dan dia melakukannya dengan gaya yang tak seorang pun mampu menyamainya, hingga kini.

Memupuk semangat pemberontakan yang menyala-nyala, Joplin tak hanya mengikuti jejak para idolanya, penyanyi blues seperti Odetta dan Big Mama Thornton. Dia pun menyerap gaya dan gagasan para penyair Beatnik—yang mengilhami gerakan kontrabudaya pada 1960-an. Pada 1962, bersama Jorma Kaukonen (kelak menjadi gitaris grup Jefferson Airplane), dia merekam sejumlah lagu blues standar. Dua tahun kemudian dia bergabung dengan Big Brother and the Holding Company. Sempat menghasilkan dua album, sebelum memutuskan berkarier solo—mula-mula bersama The Kozmic Blues Band, lalu dengan The Full Tilt Boogie Band.

Pada 4 Oktober 1970, dia dijadwalkan masuk studio untuk mengisi vokal lagu berjudul Buried Alive in the Blues, yang bagian instrumentalnya sudah direkam. Ketika hingga tengah hari dia tak juga muncul, manajer The Full Tilt Boogie Band, John Cooke, bergegas ke tempatnya menginap. Cooke melihat Porsche milik Joplin yang dilukis dengan gaya psychedelic di tempat parkir. Di dalam kamar, dia menemukan Joplin tergeletak di lantai, tak bernapas. Penyebab kematian: overdosis heroin—zat yang tak bisa benar-benar dihindarinya hampir sepanjang hidupnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus