Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Parang terujung

Utong,25, warga pematang siantar, sumatera utara, ditahan polisi. ia menyandera istrinya lasma boru sinaga,25. sebenarnya utong ingin melepas rindu karena sudah delapan bulan pisah ranjang. namun mertuanya tak paham maksudnya.

19 Februari 1994 | 00.00 WIB

Parang terujung
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
LEGUH-legah di rumah tangga, kata orang tua-tua, lumrah adanya bagai gelegoh-pegoh senduk dan periuk. Urusan jadi suntuk jika istri sampai merajuk, seperti dialami Utong, 25 tahun, warga Pematangsiantar, Sumatera Utara. Sehari-hari Utong cuma kerja mocok-mocok alias tidak menentu. Mereka tinggal di sebuah rumah 4 m x 8 m, berdinding papan lapuk, bersama ibunya, Fang Hi Hong, abangnya sekeluarga, dan adiknya, sekeluarga pula. Sesak-biak, sebab di sana hanya ada satu kamar. Saat itu istri Utong, Lasma boru Sinaga, sedang hamil tua. Lasma sendiri punya anak usia lima tahun, dari pernikahan sebelumnya. Usia suami istri ini sebaya. Mereka cekcok, lalu Lasma boyong ke rumah orang tuanya, 15 km dari rumah Utong. Abangnya, yang sopir truk, suatu hari mengajak Utong mengantar barang ke Jakarta. "Di sana ia macam orang bingung," kata ibunya. Juga dalam perjalanan pulang, di Palembang ia menggigit pergelangan tangannya sampai luka. "Aku melakukannya karena ingin mati," kata Utong kepada Irwan E. Siregar dari TEMPO ketika dijenguk di tahanan Kepolisian Resor Simalungun. Mengapa sampai masuk bui? Rupanya, sekembali Utong dari Jakarta, perangainya dianggap ganjil. "Ia kena setan jalanan waktu ke Jakarta," kata seorang dukun. Yang lain bilang, ia tersapa peri di sungai. Meski tahu Utong diusik bangsa jin, jampi Wak Dukun ternyata tak asin. "Habis uang kami mengobatinya ke banyak dukun, tapi ia tak sembuh juga," keluh Kepot, 21 tahun, adiknya yang perempuan dan punya satu anak. Akhirnya, ada dukun yang menyarankan Utong dipertemukan dengan Lasma. Itu berlangsung menjelang akhir Januari lampau. Hidup darah Utong bersua lagi dengan istrinya setelah pisah sekitar delapan bulan. Mau berangkulan, mungkin malu, eh, tiba- tiba ia menyambar gunting dan menodong ibunya: "Angkat kaki," serunya. Wah. Ketika ibunya tak beranjak juga, Utong malah kian merangsak, hingga sang ibu terbirit. Ibu 17 anak itu minta tolong pada tetangganya, yang kemudian menyarankan agar melapor ke polisi. Tapi janda miskin itu pulang dengan tangan hampa. Sehari kemudian, Utong belum mengizinkan seorang pun masuk. Dua anak tadi dilepasnya setelah ia dibujuk Kepot, dan dari dalam rumah ia mengesankan sedang menyandera istrinya. Warga setempat jadi resah. Sebab, tiap kali mereka mendekati gubuk, Utong sesumbar akan menggorok istrinya. Mereka lalu minta polisi turun tangan. "Sampai empat mobil penuh, polisi dua hari dua malam ronda di sini," tutur seorang saksi mata. Hasilnya, toh aksi Utong belum terpotong. Ia juga tak mau mengambil nasi yang diantar Kepot. Baru di hari ketiga, menjelang magrib, masyarakat bikin gebrakan. Perlawanan Utong sempat ditahan Lasma, hingga tangan si istri luka. Menurut Letnan Kolonel S.H. Banjarnahor, penjabat Kepala Kepolisian Resor Simalungun, sejak semula ia sudah menghitung Utong tak bakal mencederai istrinya. "Ia kan cuma rindu kepada istrinya," kata Banjarnahor. Cuma, ibunya kok kurang paham waktu diminta angkat kaki. Padahal anaknya nomor 16 itu ingin melepas hasrat badaniah pada istrinya. Utong juga mengakui hal ini kepada TEMPO. Begitu kompak permainannya, ketika ada kresek-kresek tanda orang mendekati dinding, si istri berteriak seolah kesakitan karena parang menempel di lehernya. Karena urusan "parang terujung" ini tak lengkap diintip, ya, Utong pun mendapat cap tidak waras. Sampai-sampai perkumpulan orang Cina di Pematangsiantar siap membiayai perawatannya di rumah sakit jiwa. Tapi Banjarnahor bilang upaya mereka itu tidak perlu dilakukan. "Ia bukan orang gila, kok," kata Banjarnahor tertawa, dan menyatakan kasus ini tak akan diteruskan ke pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus