WARGA negara yang baik, kata orang, kalau paham seluk-beluk hukum negerinya. Sekali ini silakan belajar hukum dari para hakim di Pengadilan Negeri Sampit, Kalimantan Tengah. Pada suatu malam pekat tanpa penerangan secuil pun, pekerja sibuk memindahkan 36 ton rotan mentah dari gudang di pinggir Kota Sampit, ibu kota Kabupaten Waringin Timur, Kalimantan Tengah, ke palka sebuah kapal tanpa nama. Rampung menjelang subuh, kapal berbobot 100 ton itu pun menghiliri Sungai Mentaya menuju Laut Jawa. Tapi baru satu jam berlayar di sungai, kapal kayu itu dihadang polisi. Muatan digeledah. Nakhoda dan awaknya diperiksa. Ternyata, sang kapal tak punya surat, apalagi pas jalan atau dokumen yang mendukung status si rotan. Besoknya pemilik gudang itu, yakni Iking, 45 tahun, dijemput. Kasus hampir setahun silam itu mulai disidangkan bulan Oktober 1993. Jaksa Sahat Andi Panggabean menjaring Iking dengan dua tuduhan: tindak pidana korupsi dan penyelundupan. Disebut korupsi lantaran mengapalkan rotan tanpa dokumen, dan ini merugikan negara sekitar Rp 2,5 juta. Majelis hakim yang diketuai Harto Sukarno, pertengahan Januari lampau, memvonisnya enam bulan penjara, dua bulan lebih rendah dari tuntutan jaksa. Untuk pasal penyelundupan, jaksa menuntut empat tahun penjara. Namun, majelis hakim memvonisnya bebas. Bukan main gembiranya Iking. Vonis kasus korupsi pun tak perlu dijalaninya sebab ia sudah menjalani tahanan delapan bulan. Di persidangan, ia hanya mengaku sekadar berjualan rotan. "Asal uang sudah dibayar, rotan boleh keluar gudang saya. Mau dibawa ke langit, kek, itu bukan urusan saya," katanya kepada TEMPO. Iking bebas dari tuduhan kedua. Pertimbangannya adalah suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan jika barang tersebut sudah keluar dari daerah pabean dan tiba di pos terakhir atau tujuan. "Ini berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung nomor 36 K/KL/1989," kata majelis hakim. Hah! Jaksa Andi Panggabean terperangah bagai tersodok oleh vonis terujung itu. "Apa harus dibiarkan dulu lolos ke luar negeri, lalu kita kalang-kabut memburunya?" ujarnya kepada Almin Hatta dari TEMPO. "Terus terang, saya geregetan dengan keputusan itu," ujarnya dalam logat Bataknya yang kental, seraya menyatakan kasasi.Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini