Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pedagang Terompet Mengaku Tak Raup Banyak Untung di Tahun Baru

Penjualan terompet yang lesu telah diperkirakan oleh para pedagang terompet sejak awal.

1 Januari 2019 | 18.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penjual menawarkan dagangannya kepada pembeli di Kota Tua, Glodok, Jakarta, Jumat 28 Desember 2018. Menjelang perayaan Tahun Baru 2019 penjual mulai menjajakan terompet untuk memeriahkan malam pergantian tahun, harga terompet berkisar dari 15 ribu hingga 30 ribu rupiah. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tebe, 35 tahun, menjadi satu-satunya pedagang terompet dan kembang api yang masih membuka lapaknya di Pasar Gembrong, Jakarta Timur, seusai malam pergantian tahun berakhir. Ia mengaku masih menjual pernak-pernik tahun baru tersebut untuk menghabiskan barang dagangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Lumayan masih ada satu kardus (terompet)," kata Tebe saat ditemui Tempo di Pasar Gembrong, Jalan Basuki Rahmat, Jakarta Timur, Selasa, 1 Januari 2019. Tak seperti tahun lalu, kata dia, tahun ini ia belum berhasil meraup untung lumayan hingga malam pergantian tahun berakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena itu, Tebe menjajal peruntungan membuka lapaknya hari ini meski momentum malam tahun baru sudah lewat. "Barangkali masih ada satu-dua orang yang mencari terompet," ujarnya.

Penjualan terompet yang lesu sebenarnya telah ia prediksi sejak awal. Menurut Tebe, para pedagang di Pasar Gembrong sedari awal sudah ragu-ragu akan menggelar lapaknya karena mereka kerap kucing-kucingan dengan pihak berwenang.

Para penjaja terompet dan kembang api di Pasar Gembrong mengaku tak berizin. Sebab, mereka membuka lapak di bibir jalan. Kadang-kadang lapak mereka memenuhi separuh badan jalan.

Ketatnya razia tahun ini ketimbang tahun sebelumnya membuat pedagang tidak intens berjualan. "Kami paling jualan 2 minggu. Kalau tahun lalu sebulan," kata Tebe.

Omzet yang dikantongi pun tak seberapa. Bila tahun lalu pedagang rata-rata bisa menjual 10 lusin terompet per hari, kini hanya 5 lusin yang laku. Itu pun dengan waktu jualan yang lebih panjang dalam sehari. Misalnya dari sore hingga pukul 22.00 WIB. "Kalau dulu jam 19.00 WIB sudah tutup," kata Tebe.

Selain kucing-kucingan dengan petugas keamanan, Tebe menduga lesunya transaksi jual-beli teromper terjadi karena orang mulai enggan menyambangi Pasar Gembrong. Ia menduga pembeli lebih nyaman belanja terompet di toko.

Adapun tren jenis terompet yang disukai tahun ini masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata pembeli lebih menyukai terompet berbentuk klasik dan terompet pompa. Sebab, harga untuk jenis terompet tersebut lebih terjangkau. Sebuah terompet klasik, kata Tebe, dihargai Rp 18 ribu. Sedangkan terompet pompa rata-rata dijual Rp 20 ribu.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus