Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Pekerjaan WWF Indonesia Terlalu Besar

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno

1 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan memutus kerja sama dengan WWF Indonesia, salah satu organisasi konservasi terbesar yang sudah berkecimpung di dunia konservasi di Tanah Air selama 58 tahun. Wiratno mengatakan perjanjian yang dibuat pada 1998 itu harus diakhiri karena ruang lingkup yang disepakati sudah jauh berbeda dengan yang ditangani WWF saat ini. “Ibu Menteri (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar) melihat MOU 1998 sudah terlalu sempit, sementara pekerjaan WWF sangat banyak,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) itu kepada Tempo, Jumat malam, 10 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wiratno menuturkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus berkolaborasi dengan organisasi sipil dan masyarakat untuk mengelola kawasan konservasi di Indonesia, yang luasnya mencapai 27,14 juta hektare. Kolaborasi, dia menambahkan, membawa keuntungan bagi konservasi alam, satwa liar, dan kehidupan masyarakat. Tempo berupaya meminta penjelasan Menteri Siti Nurbaya Bakar tentang alasan penghentian kerja sama dengan WWF Indonesia. Siti tidak menjawab permohonan wawancara yang dikirim melalui surat, pesan WhatsApp, dan orang-orang dekatnya sejak Senin, 20 Januari lalu. Saat ditemui setelah mendampingi Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengunjungi Lebak, Banten, Kamis, 30 Januari lalu, Siti langsung pergi sambil melambaikan tangan ketika Tempo bertanya tentang WWF Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa alasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutus perjanjian kerja sama dengan WWF Indonesia?

Ibu Menteri melihat MOU 1998 sudah terlalu sempit, sementara pekerjaan WWF sangat banyak. Ruang lingkupnya sudah berbeda. Dulu hanya dengan KSDAE, sekarang mereka juga bekerja sama dengan PHPL (Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) dan lain-lain. Jadi ke mana-mana. Makanya harus ada payung hukum yang lebih besar lagi. Perlu di-refresh lagi. Tapi itu pun tergantung WWF untuk mengajukan kerja sama baru.

Apa kekurangan WWF Indonesia?

Kekurangannya, ya, di MOU itu. Pekerjaan WWF sudah terlalu besar. Komunikasi mereka juga harus ditingkatkan, tentang hasil-hasil kerja perlu disinkronisasi lagi. Mungkin juga karena terlalu lama tidak ada komunikasi, orang bisa salah paham. Pemerintah sedang membenahi banyak persoalan lingkungan. Staf saya yang 6.000 orang itu juga bekerja. Kami mengerjakan tugas-tugas negara, dan itu yang harus dibantu. Tentu saja juga harus ada mutual respect.

Apakah Kementerian memberi tahu WWF Indonesia sebelum memutus kerja sama?

Sudah. Surat-suratnya dari Ibu Menteri. Sebelum kerja sama berakhir, enam bulan sebelumnya sudah diberitahukan, ada evaluasi total apa saja yang kurang.

WWF Indonesia pernah dipanggil ke Kementerian?

Belum. Saya sibuk sekali. Saya akan mengusulkan mereka dipanggil nanti.

Setelah perjanjian kerja sama dengan WWF Indonesia berakhir, siapa yang akan menangani program konservasinya?

Kami bekerja sendiri di situ. Kami bisa. Kalau WWF mau lagi, ya, segera ajukan usul kerja sama kalau menganggap bekerja sama dengan KLHK masih meaningful.

Bagaimana pendanaannya?

Ya adalah. Duitnya mau ditambahin, banyak. Masalahnya bukan uang, tapi membangun kesadaran bersama. Semua itu harus akuntabel. Kami dengan dukungan mitra yang lain pun harus tertulis dalam perencanaan lima tahun dan tahunan. Basis kerjanya itu, dan disepakati bersama. Jika pemerintah mempertimbangkan biodiversity, pelestarian hutan dan lingkungan itu penting, harus ada dananya.

Berapa anggaran Kementerian untuk mengelola semua taman nasional dan konservasi?

Kami sekarang punya dana Rp 2,2 triliun. Kira-kira Rp 800 miliar untuk operasional gaji pegawai, dukungan kantor, beli bensin, patroli. Untuk program Rp 400-500 miliar. Makanya program harus terfokus, juga harus ada dukungan masyarakat.

Apakah ada peluang Kementerian bekerja sama lagi dengan WWF Indonesia?

Kalau WWF tertarik bekerja sama. Kalau tidak mau kerja sama dengan kami, ya, tidak apa-apa juga. Mereka juga bisa bekerja sama dengan siapa pun. Tapi, kalau dengan kami, jelas perlu payung hukum yang lebih besar. Soal konservasi, hutan produksi, perubahan iklim, urusan karbon, itu direktorat jenderalnya beda-beda. Kerja sama itu kan bisa diperbarui lagi. Silakan mengajukan. Tidak berarti berakhir selamanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus