Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
WWF Indonesia meminta maaf kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sekitar 170 orang terancam menganggur akibat pemutusan kerja sama dengan WWF Indonesia.
Sebanyak 30 proyek konservasi telantar.
TENANG dan terukur. Kuntoro Mangkusubroto menjelaskan sikap World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara final memutus kerja sama konservasi pada 10 Januari lalu. “Kami minta maaf jika banyak kesalahan dan terima kasih atas kerja sama sejak 1998,” kata Ketua Badan Pembina Yayasan WWF Indonesia itu di hadapan sejumlah wartawan di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, 28 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan 2009-2014 itu juga menjelaskan sikap WWF yang akan segera membereskan semua hal yang diminta Kementerian Kehutanan, termasuk aset yang timbul dari kerja sama penjagaan flora dan fauna di seluruh Indonesia tersebut. “Setahun kami menghabiskan Rp 350 miliar untuk semua kegiatan,” tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada 30 proyek konservasi yang terhenti akibat pemutusan itu. WWF akan berfokus menggarap seratus proyek konservasi lain di luar Kementerian Kehutanan. Setelah jumpa wartawan itu, Kuntoro, 72 tahun, memberikan wawancara khusus kepada Tempo untuk menjelaskan lebih detail alasan di balik pemutusan tersebut. Pelaksana tugas CEO WWF Indonesia Lukas Adhyakso mendampinginya
Apa tepatnya reaksi Anda ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutus perjanjian kerja sama dengan WWF Indonesia?
Ini seperti halilintar di siang bolong. Jegler! Mematikan. Saya langsung tanya ke internal, apakah ada kesalahan yang kita lakukan? Tapi teman-teman bilang enggak ada. Kalau ada kesalahan, saya minta maaf. Dalam surat untuk menanggapi pemutusan itu juga kami sampaikan kami minta maaf.
Lukas: Dalam surat disebutkan tentang evaluasi. Tapi kami sebagai pihak yang seharusnya memberi klarifikasi tidak dilibatkan dalam evaluasi tersebut. Laporan evaluasi pun tak pernah dibagikan kepada kami sehingga kami kesulitan mengetahui di mana salahnya. Meskipun dalam surat-surat selanjutnya ada hal yang sama diulang-ulang: overclaim.
Apa yang dimaksud dengan overclaim tersebut?
Berkali-kali saya tanya, apa persisnya yang dimaksud overclaim itu. Bahwa gue lebih berjasa dari elu atau apa, enggak jelas.
Lukas: Tidak dijelaskan lebih detail. Tapi, ketika MOU (nota kesepahaman) di Papua diputus, kami menindaklanjutinya dengan memberikan laporan pada awal 2018. Kami memberitahukan bahwa kami melakukan banyak hal dengan memakai indikator outcome. Asumsinya bahwa outcome itu capaian banyak orang, kami ikut berkontribusi. Laporan itu disebut overclaim. Karena komentar itu, kami perbaiki laporan terakhir pada akhir 2018 dengan hanya melaporkan output kegiatan kami. Yang diterjemahkan sebagai salah satu overclaim adalah isi MOU di Papua yang menyebutkan kawasan konservasi kalau ditotal sekitar 7 juta hektare. Tentu bukan maksud kami mau menguasai 7 juta hektare tersebut. Maksudnya, kami bekerja di situ.
MOU tersebut membuat kepala balai di Papua dipindahkan....
Lukas: Ya, kami juga dengar itu. MOU itu juga dibatalkan KLHK sehari setelah ditandatangani. Kami tergopoh-gopoh mendatangi Pak Wiratno (Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem) untuk meminta penjelasan. Beliau hanya menjelaskan bahwa MOU ini sebenarnya ranah pusat. Padahal sebelum-sebelumnya cukup di balai setempat dengan direktur regional kami. Sebelum MOU di Papua itu dilaksanakan pun balai juga berkonsultasi dulu dengan Pak Wiratno.
Artinya, sebelum pembatalan MOU tersebut, prosedur yang berlangsung tak dimasalahkan?
Lukas: Biasanya seperti itu. Jadi kami kaget.
Setelah pemutusan perjanjian kerja ini, apakah WWF Indonesia berusaha meminta audiensi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan?
Kami berusaha. Tapi sampai sekarang belum bisa.
Ada pendekatan selain lewat surat ke Menteri?
Banyak, ke lingkungan beliaulah.
Lewat apa?
Lukas: Kami mencoba semuanya. Yang kami harapkan ada audiensi dengan Bu Menteri, entah beliau memberikan teguran, koreksi, atau apa. Tapi tidak bisa.
Pak Kuntoro sudah kenal lama dengan Menteri?
Sejak beliau jadi menteri.
Selama ini komunikasi personal antara Anda dan Menteri bagaimana?
Seingat saya, ketemu beliau ini cuma tiga-empat kali dalam lima tahun terakhir. Itu pun dalam rapat atau acara.
Sejauh mana kesiapan WWF Indonesia setelah menarik diri dari semua program konservasi Kementerian Kehutanan?
Bukan kesiapan. Itu keharusan karena suratnya bilang begitu. Keputusan Menteri itu bilang segera lakukan inventarisasi. Kami akan lakukan segera.
Berapa orang yang kehilangan pekerjaan karena pemutusan perjanjian ini?
Lukas: Jumlah anggota staf yang berkaitan dengan wildlife sekitar 170. Kami sedang berupaya agar yang terkena dampak seminimal mungkin. Ada beberapa strategi yang kami lakukan. Pertama, kami tawarkan ke KLHK apakah mereka akan mengambil staf dari kami karena konservasi membutuhkan keahlian khusus. Kedua, kami tawarkan mereka ke organisasi yang serupa dengan kami.
Direktur Jenderal Balai Konservasi Sumber Daya Alam mengatakan WWF bisa mengajukan perjanjian baru….
Eh, saya enggak tahu. Mereka bilang begitu?
Mereka bilang begitu kepada kami.
Kalau dipersilakan mengajukan perjanjian baru, kami siapkan malam ini.
Lukas: Kami sudah sampaikan melalui surat bahwa kami ingin memperbarui itu. Tapi tak direspons.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo