PADA ronda terakhir, jam 4 pagi, tak terlihat gelagat yang
mencurigakan. Tapi belum sejam kemudian, dari seorang yang
berolahraga pagi di luar tembok, petugas keamanan menerima
laporan: terlihat beberapa orang gugup di depan penjara, di
Jalan Slamet Riyadi, lalu lari berpencaran.
Baru setelah agak siang, Minggu 9 Maret, terjadi kehebohan.
Petugas penjara bergerak. Mereka, dengan senapan terkokang,
masih sempat menggertak puluhan narapidana dan tahanan yang
sudah berkumpul di sebuah sudut tembok, agar segera kembali ke
kamar masing-masing. Tak terjadi huru-hara.
Tapi ternyata ada 9 orang penghuni yang absen. Mereka itu ialah
Ujang Ashari (22 tahun), Bambang Drajad (23), Ibnu Suud (32),
Slamet Widodo (26), Umar (31), Joko Bayan (28), Fuad (26),
Dragon (27) dan Darjo (29). Semuanya bukan orang-orang baru
dalam dunia kejahatan (alias residivis) di Sala dan sekitarnya.
Ujang, misalnya, tercatat mempunyai 17 perkara berbagai
kejahatan seperti pemerasan, pencurian dan perampokan. Terakhir,
Desember lalu, ia tertembak ketika merampok di Kampungsewu.
Petugas keamanan yang dinas pagi itu diusut siapa yang
bertanggungjawab atas 9 orang yang lari itu. Hasilnya: "Okey,
penilaian sementara, karena kelalaian petugas," kata Kepala LP
(Lembaga Pemasyarakatan) Sala, Ajar Pamungkas. Yaitu, katanya
lagi, pos penjagaan nomor 3 pagi itu memang dibiarkan kosong
melompong. Nyatanya penghuni memang melarikan diri dengan
melompati tembok dekat pos jaga yang kosong tersebut.
Tanda-tanda kesengajaan petugas "bermain" melepaskan para
pelarian, menurut Pamungkas, belum ada bukti.
Soal lebih penting adalah mengubar yang kabur. Pengejaran
sia-sia. Dua hari kemudian baru ada petunjuk. Kepolisian Klaten,
30 km dari Sala, mendapat laporan dari seorang penduduk Desa
Gayamprit tentang dua orang tamu yang menginap di sana. Mulai
jam 11 malam polisi bergerak. Jam 5 pagi keesokan harinya polisi
menggerebek rumah D. Ada perlawanan, tapi tak berarti Ujang
Ashari dan Bambang Drajad dapat diringkus. Hari itu juga, 12
Maret, dua buronan yang kuyu dan muka lebam tersebut sudah
berada di kepolisian Sala.
Lebih Hebat Dari Kasdut
Dua hari berikutnya kepolisian Sragen, 25 km dari Sala, mendapat
giliran. Seorang pelacur melaporkan: ada orang mabuk memaksanya
"ngamar" sambil menyisipkan uang Rp 15 ribu ke kutangnya. Orang
itu, katanya, berada di kamarnya dan ngomong yang tidak-tidak.
"Saya lebih hebat dari Kusni Kasdut . . . dapat lolos dari LP .
. . kalau polisi ke mari saya tembak!"
Untuk bandit mabuk yang mengaku sehebat Kusni itu kepolisian
cukup mengirim Sersan Munin untuk menelikungnya. Dengan bantuan
penduduk Dragon tertangkap.
Dari tiga orang yang tertangkap kembali itu, sementara diperoleh
cerita. Mereka melemparkan kesalahan utama kepada seorang
narapidana bernama Umar yang belum tertangkap. Ketika ronda
terakhir 9 Maret itu, katanya, mereka sudah siap. Umar berhasil
menggergaji jeruji kamarnya. Ia lolos dari kamar nomor 10. Lalu,
entah bagaimana caranya, ia berhasil membuka gembok pengunci
kamar nomor 11 dan 12.
Jalan pertama bagi puluhan tahanan dan narapidana terbuka --
setiap kamar berisi sekitar 50 orang. Rombongan pertama, 9
orang, menyelinap ke kamar mandi. Di sana, menurut cerita ketiga
orang yang telah tertangkap tadi, mereka membuat tali dari
selimut. Selesai, mereka bersama menuju tembok dekat pos jaga
nomor 3, yang sebelumnya diketahui tak berpenjaga.
Seorang berjongkok dan yang lain naik ke punggung untuk mencapai
tembok berketinggian 5-6 meter. Yang terakhir bisa dilanting
dengan tali oleh temannya yang sudah berada di atas. Selanjutnya
dengan mudah mereka turun dari tembok ke luar penjara.
Berunding sebentar, lalu mereka lari berpencar. Ujang dan
Drajad, misalnya, langsung mencegat dan naik bis jurusan Yogya
dan turun di Klaten. Mereka, menurut polisi kemudian,
merencanakan perampokan. Tapi Ujang, yang masih menanggung luka
di pantatnya -- tertembak waktu merampok di Kampungsewu, perlu
istirahat. Mereka bersembunyi di Gayamptit, 10 km dari Klaten,
sampai tertangkap kembali.
Dragon lain lagi. Begitu lolos ia menghimpun dana dari
teman-temannya di luar. Dari "kolekte" tersebut di kantungnya
ada sekitar Rp 24 ribu sebagai modalnya untuk beroperasi keluar
kota. Dan dia terjebak di pelukan pelacur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini