Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

PBRT Masih Dipandang

Pemilihan bintang radio dan tv muncul lagi setelah terhenti beberapa saat, sebagai juara orang-orang lama juga. jenis lagu keroncong dan seriosa nampak tak berkembang.

29 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERSEBUTLAH penyanyi Emilia Contessa, yang rupanya agak grogi mengikuti Pemilihan Bintang Radio dan Televisi (PBRT) tahun ini. Ia lapor kepada Pranadjaja, si empunya Bina Vokalia Jakarta: "Oom, saya takut, baru sekali ini ikut" -- tutur Pranadjaja. Sebab "dalam pemilihan bintang radio itu ada penilaian teknik, penilaian penghayatan dan sebagainya, lain dengan festival lagu pop, misalnya," sambung Pranadjaja, tersenyum. Itulah mengapa Pranadjaja. salah seorang juri jenis seriosa tahun ini (juga pernah menjadi juri Pemilihan Bintang Radio 1968 dan 1974) masih menaruh harapan. PBRT agaknya masih dipandang. Pun Sumaryo L.E., Ketua juri jenis keroncong, menganggap perlu PBRT diadakan lagi. "Masih bisa untuk patokan bagaimana menyanyi yang baik itu," kata Ketua Akademi Musik Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta itu. Memang, orang seperti tak lagi terpukau pada PBRT. Tak lagi seperti tahun 50-an, ketika masih bernama PBR saja (sebelum 1974). Sebabnya tentu ada. "Kini banyak festival lain yang lebih populer," kata Sumaryo. Bagi Pranadjaja, terputusnya penyelenggaraan PBRT amat merugikan wibawa lomba menyanyi ini. Lomba ini diselenggarakan tiap tahun sejak 1951-1968, kemudian terhenti. Muncul lagi 1974 dan 1975. Sesudah itu baru minggu lalu. Si juara jenis seriosa tujuh kali, Pranawengrum Katamsi, juga merasakan menyusutnya bobot PBRT "Kebanggaan menjadi juara rasanya berkurang," katanya. "Mungkin karena pesertanya makin mundur kualitasnya." Zaman memang berubah. Ketika penyanyi hanya bisa populer lewat RRI atau pertunjukan langsung, lomba ini memang sangat dipandang. Meski waktu itu pemenang hanya mendapat piala, namanya jadi buah bibir, dan setiap suaranya mengalun lewat radio setiap telinga dipasang baik-baik. Kemudian muncul yang disebut musik pop, yang dekat dengan jenis lagu "hiburan" (meski sebenarnya agak sulit merumuskan perbedaannya) -- yang segera ditopang industri kaset. Justru waktu itu lomba menyanyi yang diselenggarakan RRI macet. Tentu saja yang mendapat angin untuk terus berkembang hanyalah jenis pop itu. Dua jenis yang lain, seriosa dan keroncong, pelan-pelan memudar. Apalagi "sudah lama seriosa dan keroncong seperti absen dari radio, tv dan kaset," kata Pranadjaja. Dengan sendirinya itu pun mengurangi gairah mereka yang hendak menggeluti dua jenis lagu itu. "Untuk apa?" Bahkan generasi yang lahir pertengahan tahun 50-an ke mari, jarang yang kenal lagu seriosa. Dan lagu seriosa ciptaan baru praktis tak ada. Suyudono H.R., pimpinan Bina Vokalia Yogyakarta sejak 1977, menyebut alasan lain bagi surutnya peminat keroncong dan seriosa "juara festival pop kemudian mendapat tawaran rekaman. Juara keroncong dan seriosa, setelah mendapat piala, selesai," gerutunya. Pranadjaja yang optimistis terhadap PBRT pun mengakui ini. Itulah sebabnya dengan Bina Vokalianya ia berniat menanamkan apresiasi musik, khususnya bibit-bibit seriosa, kepada anak-anak. Juga sang juara 7 kali Pranawengrum, yang kini sibuk melatih paduan suara ibu-ibu dan anak-anak. "Ini termasuk pengkaderan dan apresiasi seriosa," katanya. Dan tentu juga Bina Vokalia di Yogyakarta. Usaha yang boleh dibilang kecil-kecilan itu tentulah sulit melawan industri musik pop. Itulah mengapa Pranadjaja mengajukan satu resep: kalau kita mau benar-benar membina musik yang baik, menurut dia, "ya masukkan pelajaran musik sejak sekolah dasar." Padahal sekolah, dari SD sampai SLTA memang ada pelajaran seni suara -- hanya bukan rahasia lagi bahwa statusnya dianggap remeh. Bahkan lagu kanak-kanak bermutu seperti ciptaan Pak Kasur dan Ibu Sud, kini tersisih oleh pop anak-anak. Tapi orang RRI menolak PBRT dikatakan kekurangan pamor. "Kita melihat PBRT tidak dari penonton, tapi dari peserta," kata Tantrawan, anggota Panitia BRT 1980. Di tingkat nasional tahun ini, peserta memang lumayan: 127 orang dari 27 provinsi. Yang lolos ke babak final 36, masing-masing 6 pria, 6 wanita untuk tiap jenis. Toh diakui juga oleh Tantrawan, pengkaderan jenis keroncong dan seriosa kurang. Pemenangnya juga angkatan lama. Jadi, ya memang menurun. Lebih-lebih Binsar Sitompul, musikus dan pensiunan pegawai RRI yang anggota juri jenis seriosa (yang lagunya, Doa, dijadikan lagu wajib seriosa wanita). Rupanya dia agak kecewa -- karena belum terlihat gagasan baru dalam PBRT 1980 ini. Dan itu memang masalah yang, bersama dengan soal akan diadakannya kembali PBRT Remaja (pernah sekali, 1976) atau tidak, akan dibicarakan dalam satu lokakarya. Dengan ketentuan juri untuk jenis serio sa P. Gito Martoyo, jenis keroncong Sumaryo L,E. dan jenis hiburan Tim Kantoso, PBRT 1980 menelurkan juara-juara: Seriosa wanita: I. Pranawengrum Katamsi (Jakarta) II. Aty Sudaryanto (Ja-Bar) III. Susanty Sutadi (Yogyakarta). seriosa pria: I. Teddy Sutadi (Yogyakarta) II. A,R. Empie (Jakarta) III. Lekatompessy (Maluku). Keroncong wanita: I. Sri Hartaty (Yogyakarta) II. Herlien Radjiman (Ja-Bar) III. Henny Tomasoa (Maluku). Keroncong pria: I. Subardjo H.S. (Yogyakarta) II, Toto Salmon (Jakarta) III. Suardi Salim (Sum-Bar). Hiburan pria: I Herry Sumarto (Sul-Ut) II, Marten Tamtelahitu (Maluku) III. Midi Munawar (Kal-Tim). Hiburan wanita: I. Zwesty Wirabhuana (Jakarta) II. Emilia Contessa (Jakarta), III. Dewi De Keizer (Sul-Sel).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus