Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu per satu ketua fraksi partai politik pendukung pemerintah memasuki kantor Sekretariat Gabungan di Jalan Diponegoro 43, Menteng, Jakarta Pusat, Senin pekan lalu. Malam itu, Sekretariat, yang dipimpin politikus Partai Demokrat, Syarif Hasan, menggelar rapat dadakan dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk membahas keputusan pemerintah membeli tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara.
Empat partai mengirim ketua fraksi. Fraksi Partai Demokrat diwakili Jafar Hafsah, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan oleh Hazrul Azwar, Fraksi Partai Amanat Nasional oleh Tjatur Sapto Edy, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa oleh Marwan Jakfar. Partai Keadilan Sejahtera mengutus sekretaris fraksi Abdul Hakim dan Partai Golkar mengirim anggota Komisi Keuangan, Ade Komaruddin. ”Pertemuan ini mendadak karena biasanya jadwal rapat Sekretariat adalah Selasa dan Kamis,” tutur sumber Tempo.
Agus membenarkan pertemuan ini atas inisiatif dia. Dalam tiga-empat pekan kemarin, Agus memang giat melobi berbagai pihak penting, antara lain Komisi Keuangan dan Komisi Energi, para pemegang saham Newmont Nusa Tenggara, serta para kepala daerah. Ia antara lain menemui pemegang 17,8 persen saham Newmont, Jusuf Merukh, dan pengendali Grup Bakrie, Nirwan D. Bakrie. ”Ibarat mau masuk rumah orang, kan, kulonuwun dulu,” katanya.
Menurut seorang petinggi fraksi, suasana pertemuan dua jam itu tak mengenakkan. Para petinggi fraksi menilai Agus terlambat curhat. Lobi ini dilakukan setelah ia terjepit di Komisi Keuangan. Walhasil, bukan meraih dukungan, Agus malah harus tekun menyimak ”gerundelan” para ketua fraksi. ”Terlihat sekali Agus tersudut karena sikap kami memang dingin,” ujarnya.
Petinggi fraksi yang lain menambahkan, posisi di Sekretariat terlihat 55 persen mendukung daerah, 45 persen mendukung pemerintah pusat. ”Sejak awal terlihat sekali Agus minta dukungan,” katanya. Namun dukungan itu nyatanya tak bisa diperoleh. Agus mengakui pertemuan itu tanpa hasil. ”Agaknya masih perlu forum untuk lebih meyakinkan DPR. Ini proses politik,” ujarnya saat menerima wawancara khusus Tempo di kantornya, Jumat pekan lalu.
Agus menegaskan, pemerintah tetap akan membeli saham Newmont. Ia bahkan bertekad akan mundur dari jabatannya jika rencana ini gagal. Pada 6 Mei lalu, pemerintah pusat melalui PT Pusat Investasi Pemerintah sudah meneken perjanjian jual-beli tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara 2010 dengan Nusa Tenggara Partnership BV. Dengan pembelian ini, kewajiban Newmont Nusa Tenggara melakukan divestasi sudah selesai.
Menteri Keuangan mengklaim sudah berhasil memperoleh harga rasional dari penawaran US$ 271 juta menjadi US$ 246,8 juta. Dengan kurs Rp 8.500 per dolar Amerika, harga tujuh persen saham Newmont itu setara dengan Rp 2,1 triliun. Artinya, ada penghematan yang dilakukan pemerintah sekitar Rp 200 miliar. ”Karena sudah diteken, secara transaksi ini sudah selesai, tinggal pembayarannya,” kata Agus.
Pembayaran itu, menurut dia, masih harus menunggu surat persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh atas perubahan kepemilikan saham. ”Sudah ditunggu sebulan, suratnya belum keluar juga,” ujarnya. Selanjutnya, surat dari Menteri Energi itu akan dilaporkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal. Badan yang terakhir inilah yang akan mengumumkan perubahan pemilik saham.
Dalam rilisnya pekan lalu, Kementerian Energi menjelaskan, Newmont Nusa Tenggara harus menyelesaikan dulu berbagai persyaratan dan persoalan hukum yang dihadapinya. Jika itu sudah beres, Kementerian Energi akan menerbitkan surat persetujuan pengalihan saham.
Tekad pemerintah membeli tujuh persen saham Newmont Nusa Tenggara didasari kontrak karya pertambangan 1986. Menurut kontrak ini, Nusa Tenggara Partnership—yang dimiliki Newmont USA Limited dan Sumitomo Corporation, Jepang—wajib mendivestasi 51 persen saham Newmont Nusa Tenggara secara bertahap kepada Indonesia. Pihak Indonesia ini bisa pemerintah pusat, pihak yang ditunjuk pemerintah, atau perusahaan swasta nasional.
Saat ini, 20 persen saham sudah dikuasai PT Pukuafu Indah milik politikus senior Jusuf Merukh. Sedangkan 24 persen saham dikuasai PT Multi Daerah Bersaing. Perusahaan ini merupakan patungan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa dengan PT Multicapital—anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk dari Grup Bakrie. Pemerintah lalu memutuskan membeli sisa saham divestasi yang tinggal tujuh persen.
Keputusan tersebut secara resmi disampaikan Agus melalui surat pada 18 Desember 2010 kepada direksi Newmont Nusa Tenggara. Tapi niat pemerintah membeli saham Newmont tak mulus. Pemerintah daerah serta Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat menolak keras. Pertemuan para kepala daerah Nusa Tenggara Barat dengan Menteri Keuangan tak juga melahirkan kata sepakat. Pemerintah daerah tetap menghendaki tujuh persen saham itu.
Sumber Tempo yang mengikuti salah satu pertemuan itu menceritakan betapa tersinggungnya Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi oleh sikap Agus yang menjelaskan bahwa alasan pembelian saham itu demi kepentingan nasional. Pertemuan memanas hingga muncullah kata-kata yang tidak mengenakkan. ”Kalau begitu, Menkeu akan berhadap-hadapan dengan kami,” kata Zainul Majdi seperti ditirukan sumber ini.
Dari gedung DPR di Senayan, penentangan terkeras datang dari Partai Golkar. Secara terang-benderang sikap partai yang dipimpin pengusaha Aburizal Bakrie itu diperlihatkan Nusron Wahid. Misalnya, tatkala Komisi Keuangan membahas Rancangan Undang-Undang Mata Uang pada April lalu, dia justru mempersoalkan Agus yang menunjuk Pusat Investasi Pemerintah membeli saham Newmont. Dia menegaskan, tujuan Pusat Investasi bukan membeli saham, melainkan mempercepat pembangunan infrastruktur.
Tak hanya itu. Rombongan Komisi Energi dan Komisi Keuangan terbang ke Nusa Tenggara Barat untuk memberikan dukungan kepada Gubernur Zainul Majdi. Dalam pertemuan itu, anggota Dewan dan Gubernur sepakat akan mendesak pemerintah pusat membatalkan niat pembelian saham Newmont dan memberikannya ke daerah. Wakil Ketua Komisi Keuangan Harry Azhar Azis bahkan menilai Menteri Keuangan mengkhianati Komisi Keuangan bila memutuskan tetap membeli saham Newmont.
Wakil Ketua Komisi Energi Effendi M.S. Simbolon juga bersikap keras kepada Agus, meski Kementerian Keuangan bukan mitra kerja komisi ini. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menuding langkah Agus merupakan upaya memecah belah mayoritas saham dan akhirnya menguntungkan pihak asing.
Menurut Ketua Komisi Keuangan Achsanul Qosasi, yang dipersoalkan komisinya adalah tindakan Agus yang tak meminta persetujuan Dewan dulu. ”Di situ selisihnya,” kata politikus Partai Demokrat ini. Dia mengaku dalam posisi terjepit ketika menyikapi pembelian saham Newmont. ”Partai jelas mendukung keputusan pemerintah, tapi Gubernur NTB ini juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat,” ujarnya.
Selasa pekan lalu adalah tenggat yang diwajibkan Komisi Keuangan kepada Agus untuk mengajukan surat permohonan persetujuan. Apabila dia tetap tak mau, kata Achsanul, DPR akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit pembelian saham tersebut. Menteri Keuangan juga dipersilakan membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji apakah pembelian ini melanggar Undang-Undang Perbendaharaan Negara atau tidak.
Agus justru mempertanyakan sikap Komisi Keuangan yang akan meminta audit BPK. ”Apa yang mau diaudit? Bayar juga belum,” ucapnya. Tapi dia mempersilakan juga jika DPR meminta BPK mengaudit pembelian tersebut. Hanya, kata Agus, ”Pembelian saham 24 persen oleh daerah harus ikut diaudit juga.”
Posisi Agus makin runyam karena ia juga tampaknya tak didukung Partai Demokrat. Selain tampak pada sikap Menteri Energi, tidak adanya dukungan itu terlihat di Sekretariat Gabungan. Namun Achsanul membantah. Partai Demokrat, kata dia, sepenuhnya mendukung pembelian saham Newmont ini setelah ada hasil kajian utuh bahwa tidak ada aturan yang dilanggar.
Menurut dia, Menteri Keuangan boleh jalan terus, tapi akan ada audit BPK. ”Ini win-win solution-lah,” katanya. Dia menambahkan, BPK juga akan diminta mengaudit pembelian 24 persen saham Newmont oleh konsorsium perusahaan daerah dengan Multicapital.
Belakangan ketahuan 24 persen saham itu digadaikan Multi Daerah Bersaing kepada Credit Suisse AG Singapura. Saham ini digadaikan karena Multi Daerah Bersaing berutang US$ 300 juta untuk membeli saham itu. Akibat gadai ini, kata sumber Tempo, Multi Daerah telah meminta manajemen Newmont Nusa Tenggara mentransfer dividen yang menjadi haknya sebesar US$ 120 juta kepada Credit Suisse AG sebagai pembayaran utang.
Padahal dalam dividen itu terkandung hak konsorsium pemerintah daerah sebesar US$ 30 juta. Di PT Multi Daerah Bersaing, konsorsium pemerintah daerah hanya memiliki 25 persen saham. Selebihnya, 75 persen, dikuasai Multicapital. Secara tidak langsung, daerah hanya memiliki enam persen, sedangkan Grup Bakrie menguasai 18 persen. Gadai saham, kata sumber Tempo, berlangsung dua tahun. Artinya, daerah tak akan menerima dividen sampai 2012. (Lihat infografis.)
Agus juga mempertanyakan soal dividen ini. Mantan bankir senior ini heran kenapa pemerintah daerah tak mempermasalahkannya. ”Dividen itu seharusnya diterima sehari setelah diputuskan. Kok, pemda diam saja,” ujarnya. Namun juru bicara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lalu Mohammad Faozal, membantah saham pemerintah daerah digadaikan. ”Tidak benar itu, tak tahu kalau milik Multicapital, itu terserah mereka,” katanya kepada Supriyantho Khafid dari Tempo.
Dua puluh satu tahun silam, sebuah cebakan tembaga porfiri ditemukan secara tak sengaja oleh seorang ahli geologi PT Newmont Nusa Tenggara. Area galian tambang yang terletak di sebelah barat daya Pulau Sumbawa ini—tepatnya di Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat—diberi nama Batu Hijau. Pada 1996, proyek tambang Batu Hijau dimulai. Empat tahun kemudian, baru tambang ini beroperasi penuh.
Di Batu Hijau seluas 87.540 hektare itu ditemukan cadangan tembaga 4,1 juta ton, emas 276 juta gram, dan perak 31,3 juta ounce. Pada akhir 2010, Newmont Nusa Tenggara mencatatkan pendapatan US$ 1,2 miliar dengan laba US$ 838,8 juta.
Sejak lima tahun lalu, Newmont Nusa Tenggara juga menggarap Blok Elang-Dodo, yang potensi kandungan tambangnya diperkirakan lebih besar dibanding Batu Hijau. Blok yang berada sekitar 60 kilometer ke arah timur dari Batu Hijau ini terletak di Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat. Eksplorasi di blok ini saja diperkirakan bisa lebih dari 30 tahun.
Sumber Tempo menyebutkan, dari seluruh lahan tambang yang dikuasai, Newmont Nusa Tenggara sedikitnya bisa berproduksi hingga 90 tahun. Dengan usia produksi yang panjang dan potensi kandungan yang sudah terukur, Batu Hijau dan Elang-Dodo memang layak jadi rebutan.
Namun, kata Agus, tujuan pemerintah membeli saham ini adalah menjaga kepentingan negara, terutama yang berkaitan dengan penerimaan royalti dan pajak. Pemerintah bisa mendorong Newmont meningkatkan penjualan konsentrat ke dalam negeri. Dengan begitu, ada nilai tambah untuk penerimaan nasional melalui pengolahan konsentrat menjadi produk final.
Dari sisi keuangan, Agus sudah mengestimasi total dividen Newmont sejak 2011 hingga 2028 sebesar US$ 6,9 miliar—sekitar Rp 58,7 triliun dengan kurs Rp 8.500 per dolar Amerika. Sebagai pemegang saham tujuh persen, Pusat Investasi Pemerintah akan meraup US$ 485,3 juta atau setara dengan Rp 4,1 triliun dalam kurun waktu yang sama.
Pemerintah juga akan mendorong Newmont Nusa Tenggara go public di Indonesia. Akhir Agustus 2010, Newmont menggelar rapat umum pemegang saham di Jakarta. Hasilnya, 80 persen pemegang saham setuju dilakukan IPO atau penawaran umum saham perdana—kecuali PT Pukuafu. Mereka juga setuju penjualan saham perdana dilakukan setelah divestasi saham tujuh persen selesai.
Menurut sumber Tempo di Kementerian Keuangan, kalaupun saham pemerintah berkurang pasca-IPO, nilainya diperkirakan naik 200 persen. ”Nah, potensi capital gain ini yang diincar Bakrie,” ujarnya.
Melalui surat elektronik kepada Tempo, Nirwan Bakrie menjelaskan bahwa awalnya Bakrie berniat tetap menjadi rekanan pemerintah daerah untuk membeli saham tujuh persen itu. Tapi mereka kini tak punya keinginan itu lagi. ”Kami tidak lagi berpartisipasi dan sudah menyampaikannya kepada pemerintah daerah,” tutur Nirwan.
Nirwan mendukung daerah menguasai sisa saham divestasi itu. Dengan begitu, kata dia, daerah bisa menempatkan direksi dan komisaris di Newmont Nusa Tenggara. ”Spirit divestasi adalah mengembalikan kontrol atas Newmont kepada Indonesia, bukan asing,” katanya. Tapi masih tak jelas dari mana pemerintah daerah bakal mendapatkan duit untuk membeli tujuh persen saham.
Anne L. Handayani, Padjar Iswara, Yandi M.R., Sunudyantoro, Fery Firmansyah, Agoeng Wijaya
Newmont Nusa Tenggara *) 2010
Luas Batu Hijau: 87.540 hektare
Cadangan tembaga:9,106 miliar pound (4,1 juta ton)
Emas: 9,197 juta ounce (276 juta gram) emas
Perak: 31,325 juta ounce perak
Pendapatan: US$ 1,255 miliar*
Laba: US$ 838,8 juta*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo