Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pemerintah Kabupaten Lebak Andalkan Produksi Padi Gogo untuk Ketahanan Pangan

Masyarakat menanam padi gogo itu untuk melestarikan tradisi kasepuhan untuk ketahanan pangan keluarga.

2 Februari 2021 | 11.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perempuan Baduy menyortir gabah sebelum proses pengeringan saat menggelar Ritual Kawalu di desa Kanekes, di Lebak, Banten, 28 April 2020. Ritual Kawalu tersebut berlangsung selama tiga bulan, telah dimulai sejak 25 Februari lalu sampai 31 Mei 2020 mendatang. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Lebak - Pemerintah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menjadikan produksi padi gogo atau padi huma sebagai andalan ketahanan pangan masyarakat di daerah itu. "Kami terus mengembangkan pertanian padi gogo guna memenuhi pangan dan peningkatan ekonomi petani," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Rahmat Yuniar di Lebak, Selasa, 2 Februari 2021.

Produksi padi gogo di Kabupaten Lebak pada tahun 2020 menyumbangkan ketahanan pangan sebanyak 41 ribu ton gabah kering pungut dengan panen seluas 13.912 hektare dan tanam 6.616 hektare.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Harga Cabai Rawit Meroket, Dinas Ketahanan Pangan DKI Mau Pakai Mesin Penyimpan

Produksi sebanyak 41 ribu ton gabah kering pungut itu, jika diakumulasikan menjadi beras diperkirakan sekitar 35 ribu ton setara beras. Petani mengembangkan padi gogo di lahan darat.

Kebanyakan petani yang mengembangkan pertanian padi gogo berasal dari 28 kecamatan. Mereka warga Kasepuhan Sunda yakni adat Kaolotan dan Baduy. Bahkan, masyarakat Baduy hingga kini pertahanan pangan keluarga dari pertanian padi gogo dengan alasan mempertahankan tradisi leluhur.

Masyarakat Baduy menanam padi huma di lahan perbukitan, karena dipastikan lahannya subur hingga bisa mencapai produktivitas empat ton gabah kering pungut per hektare.

Selain itu juga tanaman padi gogo lebih murah biaya produksinya dibandingkan padi sawah, karena tidak membutuhkan ketersediaan air juga tanpa pupuk kimia. "Kami tetap melestarikan padi gogo dengan masa panen selama enam bulan dari hari setelah tanam untuk membantu ketersediaan pangan keluarga, terlebih saat ini pandemi COVID-19," kata Rahmat.

Mulyadi, 55 tahun, petani warga Sobang Kabupaten Lebak mengatakan selama ini pertanian padi gogo dapat menyumbang ketahanan pangan keluarga. Ia tidak menjual gabah maupun beras jika panen raya.

Saat ini, kata dia, kebanyakan tanaman padi gogo di lahannya sudah memasuki usia tanam tiga bulan dan panen awal April 2021. "Kami panen panen padi huma dan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan keluarga."

Mulyadi menanam padi huma seluas setengah hektare dan menghasilkan 70 ikat padi (geugeus).

Pertanian padi gogo masih tradisional dan jika panen butir-butir gabah dipotong menggunakan ani-ani. Petani mengembangkan padi huma dengan sistem tumpang sari bersama pertanian palawija dan sayuran. "Kami bertanam padi gogo itu melestarikan tradisi kasepuhan untuk ketahanan pangan keluarga dan panen setahun satu kali musim," ujar Mulyadi.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus