Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
D.N. AIDIT: SEMANGAT SUMPAH PEMUDA HARUSLAH SEMANGAT UNTUK MELAKSANAKAN DEMOKRASI TERPIMPIN DAN KONSEPSI PRESIDEN
Penerbit: Harian Rakjat
(28 Oktober 1958)
DITULIS dalam konteks demokrasi terpimpin, Aidit menegaskan dukungan kepada Bung Karno dan semangat persatuan. Ketika itu ancaman perpecahan meruyak. Pemberontakan bersenjata meletus di Sumatera dan Sulawesi, dan membangkitkan kembali spirit Sumpah Pemuda.
Ketua Partai Komunis Indonesia itu menyatakan, dengan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, dan Proklamasi 1945, Indonesia sebetulnya sudah jadi bangsa modern, besar, dan duduk sejajar dengan bangsa merdeka lainnya. ”Dalam keadaan bagaimanapun, di atas segala-galanya kita satu bangsa, tidak peduli apa agama, keyakinan politik, dan golongannya. Bangsa kita adalah bangsa yang berjuang, anti-imperialisme, patriotik, dan demokratis,” tulis Aidit.
Editor Komunitas Bambu, J.J. Rizal, menyatakan saat itu tak hanya PKI, partai dan tokoh lain juga mendengungkan semangat persatuan. Aidit sebagai pemimpin partai besar menyelipkan manifesto politik mendukung penuh Soekarno, sekaligus persatuan nasional.
BUNGA RAMPAI SOEMPAH PEMOEDA
Penerbit: Balai Pustaka (1978)
DALAM tiga bagian, buku ini merangkum karya 65 penulis sekaligus pelaku sejarah. Salah satu penyuntingnya Sudiro, Ketua Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta. Bagian pertama menceritakan pengalaman pribadi dalam pergerakan pemuda sejak sebelum Perang Dunia, pendudukan Jepang, persiapan kemerdekaan, hingga setelah Indonesia merdeka. Dua bagian berikutnya berisi harapan penulis dan kronologi peristiwa.
S.K. Trimurti, salah satu penulis, menceritakan anekdot ketika menyiasati larangan rapat organisasi pemuda yang dianggap revolusioner menentang Belanda (vergarder verbod). Beberapa pemuda peserta rapat hampir tertangkap basah oleh polisi, tapi akhirnya lolos. Mereka mendadak berganti sikap dengan menari-nari dan menirukan musik gamelan dengan suara mulut.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, menyayangkan cara penulisan buku ini. ”Cukup layak sebagai dokumentasi, tapi harus diperbaiki kesalahan pengetikannya,” katanya.
AKU PEMUDA KEMARIN DI HARI ESOK
Penerbit: Jayasakti (1981)
MERANGKUM karya tulis dan pidato para tokoh bangsa, 1919-1938. Penyusunnya Pitut Soeharto, yang dikenal sebagai perwira Operasi Khusus pimpinan Ali Moertopo di masa Orde Baru, dan Zainoel Ihsan. Memaparkan tumbuhnya pergerakan kebangsaan menjadi pergerakan politik menuju kemerdekaan.
Reportase wartawan koran Darmokondo yang dikutip buku itu, misalnya, memperlihatkan bagaimana Kongres Pemuda 1928 berlangsung di bawah pengamanan ketat polisi kolonial. Mereka melarang keras penggunaan kata ”Indonesia” dan ”Merdeka”. Ketua sidang, Soegondo Djojopoespito, bereaksi terhadap larangan itu dengan melontarkan sindiran, ”Jangan menggunakan kata merdeka karena ini bukan rapat politik, dan harap tuan-tuan harus tahu sama tahu saja.” Ucapan ini disambut tepuk tangan riuh peserta sidang.
Sejarawan dari Universitas Andalas, Padang, Gusti Anan, menilai buku ini cukup lengkap menggambarkan proses perubahan ide regionalisme atau kedaerahan menjadi isu persatuan nasional.
WARISILAH API SUMPAH PEMUDA
Penerbit: CV Haji Masagung, Inti Idayu Press, dan Yayasan Masagung (1988)
TIGA belas pidato Presiden Soekarno yang dirangkum dalam buku ini intinya menjunjung pemuda sebagai tulang punggung negara. Sumpah Pemuda 1928 bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke, masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antarbangsa yang abadi.
”Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,” kata Soekarno dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-35 di Istana Olahraga Senayan, Jakarta, 28 Oktober 1963.
SUMPAH PEMUDA: MAKNA & PROSES PENCIPTAAN SIMBOL KEBANGSAAN INDONESIA
Penerbit: Komunitas Bambu (2008)
KEITH Foulcher menilai Sumpah Pemuda sebagai hasil akumulasi nilai-nilai bangsa yang diletupkan dalam peristiwa 80 tahun silam. Buku ini memaparkan secara historis bagaimana Sumpah Pemuda menjadi salah satu simbol nasional. Ia juga menyadarkan kita untuk bersikap kritis atas diperalatnya sejarah Sumpah Pemuda untuk kepentingan penguasa dari zaman ke zaman.
Salah satu contohnya adalah pembentukan Komite Nasional Pemuda Indonesia di masa Orde Baru. Komite itu dibentuk untuk mewadahi pemuda agar bersatu, tapi dalam perkembangannya digunakan untuk menjinakkan para pemuda itu sendiri
KONGRES PEREMPUAN PERTAMA (TINJAUAN ULANG)
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia dan KITLV, Jakarta (2000)
PAKAR sejarah Indonesia dari Universitas Monash, Australia, Susan Blackburn, memuat 15 naskah pidato para tokoh perempuan Indonesia yang mengulas pergerakan perempuan, perkawinan anak-anak, respons kaum ningrat terhadap isu perempuan, dan lain-lain. Tulisan ini membuktikan bahwa masalah pendidikan bagi perempuan sudah dibahas sejak 1928, tapi hingga kini masih harus terus diperjuangkan.
Pada 22 Desember 1928—dikenal sebagai Hari Ibu—30 serikat perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera berkumpul mengadakan kongres. Manajer Program Yayasan Jurnal Perempuan, Mariana Amirudin, memberikan penghargaan tinggi terhadap buku ini. ”Masalah perempuan makin kompleks, kadang kala kita harus memulai perjuangan dari nol lagi,” ujarnya.
PENGHANCURAN GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA
Penerbit: Garba Budaya dan Yayasan Kalyanamitra (1999)
Judul asli buku ini The Politization of Gender Relations in Indonesia, Women’s Movement and Gerwani Until the New Order State, merupakan disertasi PhD Saskia Eleonora pada 1995 di Universitas Amsterdam, Belanda. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia, buku ini membahas serius masalah Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), organisasi perempuan yang malang-melintang di pentas politik sampai 1965.
Gerwani, dengan massa yang begitu besar, mendukung Demokrasi Terpimpin yang diyakini bisa mempertahankan persatuan dan menghentikan perlawanan PRRI/Permesta 1958. Tesis ini dinilai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa, Nursyahbani Katjasungkana, sangat baik karena memupuk rasa nasionalisme dengan memperlihatkan perlawanan atas pemerintah Belanda, yang mendiskriminasi perempuan pribumi untuk menjadi anggota parlemen.
Buku ini juga membuktikan adanya upaya sistematis menghancurkan gerakan perempuan Indonesia progresif. Orde Baru menggunakan momentum peristiwa 1965 sebagai propaganda hitam terhadap Gerwani, yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.
45 TAHUN SUMPAH PEMUDA
Penerbit: Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta (1974)
PERJALANAN bangsa Indonesia selama penjajahan Belanda hingga merdeka dirangkai oleh Subagio Reksodipuro dan Soebagijo I.N. ke dalam 372 halaman. Dari kebangkitan persatuan kesukuan, perjuangan pemuda dan proses Sumpah Pemuda, pembentukan Badan Fusi Indonesia Muda dan fusi organisasi kepanduan, pendudukan Jepang, hingga 1973.
Ada tulisan M. Tabrani, Roeslan Abdulgani, Mohammad Hatta, dan Sunario. Hatta menyatakan Sumpah Pemuda 1928 sebagai hasil perjuangan politik yang dirintis Indonesische Vereniging—belakangan dikenal sebagai Perhimpunan Indonesia—yang bercita-cita mempersatukan Indonesia yang bebas dari Belanda.
SEDJARAH PERGERAKAN RAKJAT INDONESIA
Penerbit: Dian Rakyat (1949)
PERUBAHAN bentuk pergerakan rakyat Indonesia dari masa ke masa tertuang dalam buku ini. Kronologi pergerakan—meliputi politik, serikat pekerja, keagamaan, wanita, dan pemuda—dibagi ke dalam empat tulisan, selama kurun waktu 1908-1920, 1920-1930, 1930-1942, dan 1942-1945. Namun, sejak awal A.K. Pringgodigdo merasa lingkup tulisannya bakal terlalu luas karena meliputi semua aksi oleh organisasi modern ke arah perbaikan hidup bangsa Indonesia.
Sejarawan Universitas Indonesia, Hilmar Farid, menilai buku ini penting karena menggambarkan sejarah pergerakan dari kacamata orang Indonesia. ”Namun risetnya sekarang sudah dilampaui banyak sejarawan lain,” ujarnya. Buku yang banyak dipakai dalam pengajaran di sekolah dan universitas karena ringkas tapi komprehensif ini memuat banyak nama orang, organisasi, dan kejadian yang tidak pernah diungkap sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo