Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir, Mahendradatta, menyatakan kliennya belum pernah disodori surat pernyataan setia kepada NKRI. Surat itu merupakan salah satu syarat jika Baasyir ingin mendapat pembebasan bersyarat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Belum sampai di situ. Belum ada (surat pernyataan setia kepada NKRI)," kata Mahendradatta saat ditemui di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Selasa siang, 29 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Mahendra ini sekaligus menampik anggapan yang beredar bahwa kliennya tak mau menandatangani surat yang berisi pernyataan kepatuhan dan kesetiaan pada NKRI. Menurut Mahendra, sejak awal masa penangkapan hingga dijebloskan ke penjara, Baasyir memang enggan menandatangani dokumen apa pun yang dikeluarkan baik oleh pengadilan maupun kepolisian.
Dokumen yang tak ditandatanganinya d antaranya bukti acara pemeriksaan (BAP), surat penahanan dan surat penangkapan. Lalu, surat rencana pemindahan Baasyir ke Lembaga Permasyarakatan Nusa Kambangan.
Mahendra tak mengungkap alasan Baasyir enggan meneken surat. Meski demikian, ia tak mengelak wacana pembebasan ini sudah dibahaskan pihak lembaga permasyarakatan dan tim kuasa hukum Baasyir.
Baasyir berhak mengajukan bebas bersyarat sejak Desember 2018. Bebas bersyarat ini bisa diajukan setelah Baasyir menjalani dua pertiga masa hukuman.
Terkait rencana pembebasan bersyarat itu, Baasyir sebelumnya dinyatakan menolak menandatangani surat setia kepada NKRI. Penasehat hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan Baasyir berkukuh pada pendiriannya menolak sistem demokrasi. "Saya sampaikan ke presiden kalau ustaz tidak mau menandatangani ikrar setia kepada pancasila beliau masih teguh dengan pendiriannya bahwa demokrasi itu sirik," ujarnya pada 19 Januari lalu.
Wacana pembebasan Baasyir tanpa syarat muncul pekan lalu. Pihak keluarga sebenarnya sempat mengajukan pembebasan bersyarat sejak 2017. Pemerintah membuka peluang pembebasan itu karena alasan kemanusiaan mengingat Baasyir yang sudah sepuh. Namun pemerintah membatalkan rencana tersebut. Pemerintah tidak akan membebaskan Baasyir selama ia tak memenuhi persyaratan yang berlaku, yakni harus menyatakan kesetiaannya kepada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.
Baasyir tengah menjalani hukuman 15 tahun penjara. Ia dijatuhi vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kasus pendanaan latihan teroris di Aceh. Dia juga mendukung terorisme di Indonesia.