Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pengamat Ungkap Penyebab DKI Sulit Relokasi Korban Banjir

Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna membeberkan alasan mengapa program relokasi korban banjir Pemprov DKI Jakarta kerap ditolak warga.

30 Januari 2020 | 17.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Banjir Jakarta Akibat Perubahan Tata Lingkungan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna membeberkan alasan mengapa program relokasi korban banjir Pemprov DKI Jakarta kerap ditolak warga sehingga sulit dilakukan.  

Yayat mengatakan penyebab kegagalan itu karena Pemrov DKI Jakarta belum melakukan pendekatan non-struktural kepada warga. Akhirnya relokasi jadi terkesan menakutkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sekarang buatlah program-program relokasi banjir itu bukan program-program yang menakutkan. Pasti orang melawan," ujar Yayat di Jakarta, Rabu 29 Januari 2020.

Pengamat tata kota itu mengatakan nasib Jakarta yang secara alami rawan banjir bolehlah diterima, namun harus diimbangi dengan berbagai tindakan. Tindakan yang dilakukan pun tidak hanya yang sifatnya struktural, namun juga yang sifatnya non-struktural, yaitu berupa pendekatan kepada warga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga yang hendak direlokasi kerap merasa takut kehilangan pekerjaan setelah tempat tinggalnya dipindah. Untuk menanganinya, Pemprov DKI Jakarta perlu memfasilitasi pekerjaan kepada warga yang direlokasi.

"Minimal satu keluarga ada satu orang yang bisa menafkahi mereka. Bisa jadi sopir ojek online, tukang parkir, pasukan orange, apa saja. Yang penting dalam satu keluarga itu ada satu orang yang bisa difasilitasi untuk mencari kerja," ujarnya.

Dengan terjaminnya pekerjaan, warga nantinya mampu membayar sewa rumah dan kebutuhan hidup sehari-hari.

Yayat menambahkan, rumah susun yang selama ini disediakan Pemprov DKI bagi warga relokasi hanyalah bantuan yang sifatnya temporer. Namun bantuan berupa pekerjaan dapat terus memberi manfaat. "Pekerjaan ini 20 tahun, 30 tahun," ujarnya.

Meski sulit, Pemprov DKI Jakarta harus tetap menjalankan program relokasi korban banjir. Menurutnya, jika warga tetap dibiarkan tinggal di bantaran kali, selain berdampak pada lingkungan, juga berdampak pada kehidupan mereka sendiri. "Membiarkan warga hidup di bantaran kali sama saja membuat mereka susah," ujarnya.

KIKI ASTARI | TD 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus