Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah panggilan ibrahim ...

Perjalanan presiden soeharto dalam melaksanakan i- badah haji. melakukan thawaf dan sa'i, wukuf di padang arafah, melempar jumrah di mina, tawaf ifa- dhah, kemudian tawaf wada'.

29 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah Panggilan Ibrahim Dipenuhi Pak Harto dielu-elukan banyak jemaah haji Indonesia. Di bawah terik, Kepala Negara masih jalan 10 km. NALURI prajurit Presiden Soeharto kembali muncul sebelum melaksanakan ibadah haji. Ia mengatur sendiri barisan kafilahnya dan kemudian menjajalnya lewat gladi resik di Jeddah. Di lapis terdepan, Pak Harto menempatkan Kolonel Suryohadi Djatmiko, Ustad K.H. Kosim Nurseha, dan Hutomo Mandala Putra (Tommy). Lapis kedua ditempati oleh Kolonel Wiranta dan Kolonel Subagio. Setelah itu, baru Pak Harto dan Ibu Tien, yang didampingi Nyonya Munawir Sjadzali, mengambil tempat. Menyusul di belakang Kepala Negara adalah Letnan Kolonel Prabowo, Pangab Jenderal Try Sutrisno dan Nyonya, Mensesneg Moerdiono, Brigadir Jenderal Hendro Priyono, Menteri Agama Munawir Sjadzali, dan Mayor Jenderal Syaukat Banjaransari. Di lapis berikutnya ada Bambang Trihatmojo dan Nyonya, ada Indra Rukmana dan Nyonya, serta dua pengawal presiden. Pada lapis paling belakang berjejer ajudan Pak Harto yang lain. Ketika rombongan Pak Harto melakukan umrah, Rabu pagi pekan lalu, sekitar jam 10 waktu setempat (hanya tiga jam setelah tiba di Mekah dari Jeddah), formasi pengamanan yang disusun Kepala Negara masih diperkuat oleh sejumlah prajurit baret merah Arab Saudi serta beberapa "pengawal khusus" yang bertugas membelah lautan manusia dan menyingkirkan jemaah yang berusaha memasuki barisan. Tak heran bila Pak Harto dan Ibu Tien tampak khusyuk melakukan tawaf, mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali, sembari melafalkan doa dan zikir yang dibacakan Kosim Nurseha. Selama melakukan tawaf, kafilah Pak Harto tidak minum sama sekali, meski cuaca saat itu terik sekali- suhu sekitar 46C. Bahkan Pak Harto, yang kini berusia 70 tahun, tampak tetap bugar, seolah tak terpengaruh oleh cuaca Mekah yang kering. Stamina Kepala Negara, begitu pula anggota rombongan lainnya, memang kelihatan prima. Menempuh jarak sekitar 3,5 km (500 m x 7 putaran), di bawah sorot matahari dan tanpa minum, merupakan prestasi yang memang pantas dicatat. Peluh Pak Harto memang berlelehan dan sesekali dilap dengan handuk basah oleh Pangab Try Sutrisno. Handuk dan botol berisi air zamzam itu untuk pembasah, dibawa oleh Letkol. Prabowo. Selesai putaran ketujuh, Pak Harto, Ibu Tien, dan rombongan melakukan salat sunah dua rakaat di dekat maqam Nabi Ibrahim, yang berupa dua bekas telapak kaki sang Nabi ketika pertama kali membangun Ka'bah. Hanya saja, waktu itu, mungkin karena kecapekan, Ibu Tien yang salat di samping kiri Pak Harto tampak agak kepayahan ketika hendak duduk pada tahiyat akhir. Toh ia tetap berusaha melakukannya dengan baik, walau dengan agak susah payah. Setelah itu, kafilah Pak Harto menuju ke sumber air zamzam, yang berjarak sekitar 100 meter dari Ka'bah dan terletak di bawah lantai tawaf, dan minum di sana. Waktu turun dan naik tangga ke tempat sumber air zamzam, Pak Harto dan Ibu Tien berjalan tanpa dibantu orang lain. Padahal, tangga itu cukup ter- jal. Kemudian rombongan Kepala Negara menuju ke Bukit Shafa untuk memulai sa'i- berjalan antara bukit Shafa dan Marwa, yang jaraknya sekitar 800 meter, sebanyak tujuh kali. Seperti halnya jemaah haji yang lain, Pak Harto dan Ibu Tien juga berlari-lari kecil setiap kali melewati jarak di antara dua lampu neon berwarna hijau. Bahkan Ibu Tien menampik ketika seorang Badui menawarkan kereta dorong kepadanya. Total jenderal, siang itu Pak Harto dan Ibu Tien berjalan kaki sekitar 10 km. Kemudahan menjalankan ibadah bagi kafilah Pak Harto juga banyak dibantu oleh jemaah asal Indonesia lainnya. Meski pagar betis di sekeliling rombongan Kepala Negara sangat ketat, ada saja jemaah haji kita yang berusaha membantu menyingkirkan jemaah haji lain yang menghalangi jalan rombongan sambil berteriak-teriak, "Ya haji, ya haji." Sementara itu, tanpa mengurangi kekhusyukan ibadah, tak sedikit pula jemaah haji kita yang mengelu-elukan Pak Harto. Beberapa di antara mereka dikabarkan berdoa agar Haji Soeharto segera menghapuskan undian SDSB. Dalam perjalanan thawaf dan sa'i tersebut, yang juga disebut umroh, Pak Harto dan Ibu Tien tidak sempat salat di Hijir Ismail, bekas bedeng Nabi Ismail, ketika membantu ayahnya, Nabi Ibrahim, membangun Ka'bah. Mereka juga tidak sempat mencium Hajar Aswad, karena arus manusia yang meluap. Selesai sa'i, rombongan Pak Harto masuk ke ruang Marwah di sebelah kanan bukit Marwah. Di sanalah rombongan ini melakukan tahallul- pemotongan rambut sebanyak dua-tiga helai. Setelah tahallul, yang dilaksanakan oleh seorang petugas Masjidil Haram, Pak Harto segera memotong rambut Ibu Tien, Try Sutrisno, Moerdiono, dan seterusnya. Kepala Negara dan Ibu Tien tampak sangat puas dan lega setelah upacara tahap pertama ini usai. Wajah mereka tampak cerah dan kemerah-merahan, dengan senyum yang tersungging di bibir. Pak Harto juga menyalami semua anggota rombongannya dengan jabat tangan yang tampak cukup kuat. Ketika itu jam menunjuk pukul 10.00 waktu setempat. Sementara menunggu saat wukuf di Padang Arafah, yang jatuh hari Jumat, Pak Harto dan rombongan tinggal di Royal Guest House, Mekah. Sehari sebelum wukuf mereka beristirahat di Royal Guest House, Mina, untuk mempersiapkan diri melakukan ibadah tersebut. Sekitar pukul 10, Pak Harto menuju tenda yang disediakan pemerintah Arab Saudi di kompleks Masjid Namirah di Arafah. Menjelang saat wukuf yang ditunggu-tunggu, dimulai pada saat matahari tergelincir di siang hari, Pak Harto menuju ke tenda jemaah Tiga Utama. Di sanalah rombongan Pak Harto yang melakukan haji tamattu (umrah, istirahat, baru kemudian haji akbar) duduk mendengarkan khotbah wukuf, berzikir, dan berdoa sampai sekitar pukul 14.00 di bawah terik matahari dengan suhu sekitar 48 C. Dalam tenda Tiga Utama itu terdapat pula antara lain penyair Rendra, Setiawan Djodi, dan raja dangdut Rhoma Irama. "Al-hajju 'Arafah ," kata Rasulullah. Inti ibadah haji itu ialah wukuf di Arafah. Acara kafilah Pak Harto selanjutnya ialah melempar jumrah di Mina dengan kerikil yang diambil di Lembah Muzdalifah pada dini hari. Ada tiga tugu perlambang setan yang harus ditimpuk masing-masing tujuh kali, yaitu Jumrah Aqabah, Jumrah Wustha, dan Jumrah Ula. Seusai melempar jumrah, kafilah Pak Harto menuju Mekah untuk melakukan tawaf ifadhah. Pak Harto melakukan tawaf ini Sabtu dini hari, mulai pukul 02.00. Pada kesempatan inilah Pak Harto dan rombongan sempat mencium Hajar Aswad-karena sebagian jemaah haji mengalir ke Mina. Tetapi mereka tidak masuk ke dalam Ka'bah, sebab kesempatan emas ini hanya ada ketika bertepatan upacara pencucian Ka'bah. Ketika waktu subuh tiba, Pak Harto salat di mimbar Bilal di lantai dua Masjidil Haram, tempat dulu Bilal, muazzin Rasulullah, mengumandangkan azan. Senin malam kemarin, Pak Harto dan rombongan melakukan tawaf wada', tawaf pamitan, sebelum bertolak pulang ke Jakarta. Ahlan Wa Sahlan, Al-Haj Soeharto. Budiman S. Hartoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus