ADALAH seorang anak Amerika yang bernama Horatio. Bapaknya
seorang pendeta abad lalu. Dan seperti banyak pendeta, ia orang
alim dan menuntut agar anaknya alim pula. Maka si anak dididik
keras dalam soal disiplin belajar dan sembahyang. Bapaknya
mendesak agar anaknya jadi pendeta. Maka ketika selesai sekolah
di Harvard, ia masuk lagi ke jurusan "ketuhanan", yakni Harvard
Divinity School. Ia lulus waktu umurnya 28.
Tapi sebagaimana layaknya anak yang baik, ia tak mau didikte.
Dan sebagaimana layaknya anak yang normal, ia tak kepingin jadi
pendeta. Ia lari ke Paris dan hidup serampangan bagaikan
seniman. Lalu ia kembali ke Amerika. Gagal masuk tentara, ia
akhirnya jadi pendenta -- sesuai dengan kehendak si bapak.
Tak lama kemudian, ia jadi pengarang.
Nah, dari sinilah Horatio, atau lengkapnya Horatio Alger, mulai
terkenal. Sebetulnya tak akan ada seorang pun yang sudi
menyebutnya sebagai "sastrawan" atau "pujangga". Tapi suatu hari
di tahun 1867, bukunya yang berjudul Ragged Lick, or Street
Life in New York terbit. Buku ini sukses. Karena tertarik oleh
kisah Alger, seorang pekerja sosial mengundangnya ke sebuah
rumah tempat menampung anak-anak yang melarikan diri dari orang
tua. Dari rumah inilah Alger kemudian banyak menghasilkan buku
yang banyak dibaca. Ceritanya sebenarnya itu-itu juga: tentang
anak yang jujur, tahan menderita dengan hati riang, dan bekerja
keras, sehingga di akhirnya datang nasib baik dan si anak jadi
orang sukses.
Dengan cerita semacam itu, ternyata Alger adalah pengarang
paling berpengaruh di Amerika dalam abad ke 20. Tokoh ceritanya,
"tokoh Alger", jadi semacam mithos. Amerika sendiri kemudian
menyaksikan betapa banyak dari anak-anaknya yang naik ke puncak,
dari anak tangga terbawah dan paling keras.
Mithos itu kini mungkin di Amerika dipertanyakan, ketika orang
mulai ragu benarkah tujuan hidup adalah sukses. Tapi betapapun
juga ada sesuatu yang rupanya secara universil bisa diterima:
kejujuran kerja keras, ketabahan menderita tanpa mengeluh adalah
hal-hal yang bahkan dalam mithos "proletariat" di RRT pun
ditonjolkan.
Kita tidak tahu adakah mithos semacam itu di antara kita kini.
Memang pernah ada beberapa orang sukses macam itisemito di
Kudus sebelum perang: jutawan yang menurut sahibul hikayat
berasal dari tukang rokok miskin. Tapi seperti digambarkan
dalam lakon Tengul Arifin C. Noer. Banyak cerita beredar di
kalangan rakyat: untuk jadi setan bisa membantu. Mungkin dewasa
ini setan yang angker itu bisa juga berarti lain
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini