SEKALI kayuh dua pulau terlampaui. RUU Pengesahan Perjanjian
Ekstradisi RI - Pilipina,yang mulai dibicarakan dan sudah
disetujui DPR pekan lalu, di samping mengalur tentang
penyerahan penjahan tertentu, juga menegaskan kedudukan pulau
Palmas sebagai milik Indonesia. Pulau Palmas, atau lazim disebut
pulau Miangas tidak menonjol dalam peta. Dengan panjang 2 mil
dan lebar kira-kira 3/4 mil, pulau tersebut berada di utara
Sulawesi, dan sekitar 48 mil di tenggara Mindanao. Persisnya
pada posisi 5 derajat 35 menit Lintang Utara dan 126 derajat 36
menit Bujur Timur.
Sebagai negara tetangga yang berdampingan, penentuan secara
tegas wilayah masing-masing adalah mutlak perlu. Itulah
sebabnya, Menteri Kehakiman Mochtar Kusumaatmadja dalam rapat
kerja bersama Komisi I dan III DPR tersebut -- dalam permulaan
pembicaraan tentang RUU itu -- menyatakan betapa pentingnya
pasal IV perjanjian ekstradisi tersebut, yang membicarakan soal
wilayah. Sedangkan pengukuhan kedudukan Miangas dimasukkan dalam
protokol perjanjian -- yang berarti ia merupakan bagian dari
perjanjian tersebut. Indonesia maupun Pilipina, adalah dua
negara yang menganut prinsip kepulauan dan memperjuangkan dengan
gigih diterimanya konsepsi nusantara itu secara internasional.
Maka menurut Menteri setiap dokumen yang mengatur masalah
wilayah akan tambah memperkuat konsepsi nusantara (atau Wawasan
Nusantara di Indonesia) dalam hukum dan politik internasional.
Maksud Menteri, kenyataan baru ini mempertegas lagi eksistensi
Indonesia sebagai suatu unit tanah air yang intepral, terdiri
dari lautan dan pulau-pulau yang terdapat di dalamnya.
Bagi Indonesia kasus Miangas adalah kasus yang wajar. Sebab
Palmas atau Miangas bukan hanya cerita sekarang. DI permulaan
abad ini, AS dan Belanda pernah meributkannya, sampai harus
minta bantuan penyelesaian seorang wasit (arbitrator), Max
Huber dari Swiss. AS bilang, dia sebagai penerus kekuasaan
Spanyol atas unit daerah yang sekarang bernama Pilipina, berhak
penuh atas Miangas atas dasar bahwa merekalah yang lebih dulu
menemukan pulau tersebut. Tapi Belanda juga mengklaim kedaulatan
atas Miangas. Wasit Huber di tahun 1928 memenangkan Belanda.
Spanyol memang yang menemukan pulau yang saat itu berpenduduk
750 orang tersebut -- tapi, kata Huber, tak dapat dibantah bahwa
Belanda telah menjalankan kekuasaan efektif dan terus menerus
selama jangka waktu yang lama, mungkin sejak sebelum 1700.
Menurut sang wasit, Belanda telah berhasil meyakinkan eratnya
hubungan negara itu dengan penduduk Miangas, sebagai bagian dari
"negara-negara" di lingkungan kepulauan Sangir-Talaud. Pada
waktu itu diadakan perjanjian bahwa negara-negara pribumi
tersebut menyerahkan hak-hak tertentu kepada Belanda, sehingga
mereka akan menjadi negara vassal (versi lama sistim
protektorat) -- dan karena itu wilayah-wilayah tersebut adalah
bagian Kerajaan Belanda. Miangas atau Palmas masih tetap jadi
buah bibir para yuris internasional.
Baik tentang perkara ekstradisi sendiri -- RUU ini mencamtumkan
prinsip-prinsip umum sebagaimana halnya suatu perjanjian
ekstradisi. Di banding dengan Malaysia, dan yang sedang digarap
dengan Muangthai, jenis-jenis penjahat yang bakal bisa
dibarter-kan juga tak banyak beda. Dari 17 jenis kejahatan yang
dimasukkan, antaranya: berbagai bentuk pembunuhan, kejahatan
seks, penculikan, penganiayaan berat, penahanan secara melawan
hukum, perbudakan, perampokan dan pencurian, penggelapan dan
penipuan, pemerasan dan ancaman, pemalsuan dokumen dan sumpah
palsu, pemalsuan barang dan uang, pembajakan udara dan laut
serta pemberontakan di kapal, kejahatan yang bersangkutan dengan
senjata api -- di samping sudah tentu penyelundupan. Plus
kejahatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan bahan-bahan
narkotika serta korupsi.
Menteri Kehakiman juga menyabarkan para wakil rakyat bahwa
perjanjian ekstradisi akan dijajagi dengan Singapura.
Perundingan akan dimulai tahun depan. Banyak kalangan sudah lama
merasa heran mengapa justru dengan Singapura saja Indonesia
belum mengadakan perjanjian semacam itu. Padahal kita sedang
memerangi penyelundupan. Mochtar mengakui bahwa perundingan
dengan Singapura tidak akan semudah dengan negara ASEAN lainnya.
Tapi ia menilai bahwa adanya perjanjian ekstradisi dengan
beberapa negara ASEAN itu (Malaysia, Pilipina dan Muangthai),
justru akan dapat dipakai untuk mendesak negara dagang itu untuk
mau mengadakan kerjasama yang satu ini. Bagaimanapun, kata
Menteri Mochtar, "Singapura tak mau dikatakan sebagai pelindung
penjahat".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini