Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Juga miangas

Ruu pengesahan perjanjian ekstradisi ri-filipina disetujui dpr ri. isinya kedudukan p.miangas sebagai milik ri. penting untuk memperkuat konsepsi wawasan nusantara dalam hukum politik internasional. (nas)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI kayuh dua pulau terlampaui. RUU Pengesahan Perjanjian Ekstradisi RI - Pilipina,yang mulai dibicarakan dan sudah disetujui DPR pekan lalu, di samping mengalur tentang penyerahan penjahan tertentu, juga menegaskan kedudukan pulau Palmas sebagai milik Indonesia. Pulau Palmas, atau lazim disebut pulau Miangas tidak menonjol dalam peta. Dengan panjang 2 mil dan lebar kira-kira 3/4 mil, pulau tersebut berada di utara Sulawesi, dan sekitar 48 mil di tenggara Mindanao. Persisnya pada posisi 5 derajat 35 menit Lintang Utara dan 126 derajat 36 menit Bujur Timur. Sebagai negara tetangga yang berdampingan, penentuan secara tegas wilayah masing-masing adalah mutlak perlu. Itulah sebabnya, Menteri Kehakiman Mochtar Kusumaatmadja dalam rapat kerja bersama Komisi I dan III DPR tersebut -- dalam permulaan pembicaraan tentang RUU itu -- menyatakan betapa pentingnya pasal IV perjanjian ekstradisi tersebut, yang membicarakan soal wilayah. Sedangkan pengukuhan kedudukan Miangas dimasukkan dalam protokol perjanjian -- yang berarti ia merupakan bagian dari perjanjian tersebut. Indonesia maupun Pilipina, adalah dua negara yang menganut prinsip kepulauan dan memperjuangkan dengan gigih diterimanya konsepsi nusantara itu secara internasional. Maka menurut Menteri setiap dokumen yang mengatur masalah wilayah akan tambah memperkuat konsepsi nusantara (atau Wawasan Nusantara di Indonesia) dalam hukum dan politik internasional. Maksud Menteri, kenyataan baru ini mempertegas lagi eksistensi Indonesia sebagai suatu unit tanah air yang intepral, terdiri dari lautan dan pulau-pulau yang terdapat di dalamnya. Bagi Indonesia kasus Miangas adalah kasus yang wajar. Sebab Palmas atau Miangas bukan hanya cerita sekarang. DI permulaan abad ini, AS dan Belanda pernah meributkannya, sampai harus minta bantuan penyelesaian seorang wasit (arbitrator), Max Huber dari Swiss. AS bilang, dia sebagai penerus kekuasaan Spanyol atas unit daerah yang sekarang bernama Pilipina, berhak penuh atas Miangas atas dasar bahwa merekalah yang lebih dulu menemukan pulau tersebut. Tapi Belanda juga mengklaim kedaulatan atas Miangas. Wasit Huber di tahun 1928 memenangkan Belanda. Spanyol memang yang menemukan pulau yang saat itu berpenduduk 750 orang tersebut -- tapi, kata Huber, tak dapat dibantah bahwa Belanda telah menjalankan kekuasaan efektif dan terus menerus selama jangka waktu yang lama, mungkin sejak sebelum 1700. Menurut sang wasit, Belanda telah berhasil meyakinkan eratnya hubungan negara itu dengan penduduk Miangas, sebagai bagian dari "negara-negara" di lingkungan kepulauan Sangir-Talaud. Pada waktu itu diadakan perjanjian bahwa negara-negara pribumi tersebut menyerahkan hak-hak tertentu kepada Belanda, sehingga mereka akan menjadi negara vassal (versi lama sistim protektorat) -- dan karena itu wilayah-wilayah tersebut adalah bagian Kerajaan Belanda. Miangas atau Palmas masih tetap jadi buah bibir para yuris internasional. Baik tentang perkara ekstradisi sendiri -- RUU ini mencamtumkan prinsip-prinsip umum sebagaimana halnya suatu perjanjian ekstradisi. Di banding dengan Malaysia, dan yang sedang digarap dengan Muangthai, jenis-jenis penjahat yang bakal bisa dibarter-kan juga tak banyak beda. Dari 17 jenis kejahatan yang dimasukkan, antaranya: berbagai bentuk pembunuhan, kejahatan seks, penculikan, penganiayaan berat, penahanan secara melawan hukum, perbudakan, perampokan dan pencurian, penggelapan dan penipuan, pemerasan dan ancaman, pemalsuan dokumen dan sumpah palsu, pemalsuan barang dan uang, pembajakan udara dan laut serta pemberontakan di kapal, kejahatan yang bersangkutan dengan senjata api -- di samping sudah tentu penyelundupan. Plus kejahatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan bahan-bahan narkotika serta korupsi. Menteri Kehakiman juga menyabarkan para wakil rakyat bahwa perjanjian ekstradisi akan dijajagi dengan Singapura. Perundingan akan dimulai tahun depan. Banyak kalangan sudah lama merasa heran mengapa justru dengan Singapura saja Indonesia belum mengadakan perjanjian semacam itu. Padahal kita sedang memerangi penyelundupan. Mochtar mengakui bahwa perundingan dengan Singapura tidak akan semudah dengan negara ASEAN lainnya. Tapi ia menilai bahwa adanya perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara ASEAN itu (Malaysia, Pilipina dan Muangthai), justru akan dapat dipakai untuk mendesak negara dagang itu untuk mau mengadakan kerjasama yang satu ini. Bagaimanapun, kata Menteri Mochtar, "Singapura tak mau dikatakan sebagai pelindung penjahat".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus