Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masih soal ka'bah dan dakwah

Presiden soeharto memperingatkan peserta raker dep agama di istana negara, bahwa khotbah & dakwah jangan dicampuri politik. disinyalir dakwah di beberapa daerah dipakai untuk memenangkan pemilu. (nas)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Rabu pekan berikut adalah batas waktu penetapan tanda gamhar partai-partai politik oleh Lembaga Pemilinan Umum. Pihak LPU hingga pekan ini nampaknya belum memberi kepastian apakah tanda gambar Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia ditolak atau diterima. Namun demikian pernyataan yang dilontarkan Menteri Dalam Negeri Amirmachmud selaku ketua LPU akhir-akhir ini menguatkan dugaan ditolaknya kedua tanda gambar itu "Saya yakin mereka punya alternatif lain", begitu Amirmachmud berulang-ulang menjawab pertanyaan pihak pers. Konon sebuah surat resmi dari LPU kepada parpol-parpol pun meminta agar yang bersangkutan menyiapkan tanda gambar lain, "Keyakinan Mendagri tersebut memang baik", ucap seorang tokoh penting dalam DPP PPP. "Tapi bagaimana kalau itu tak sesuai dengan kenyataan " Maksud orang PPP tadi bahwa partainya sama sekali tidak punya calon tanda gambar yang lain sebagaimana dibayangkan ketua LPU Pendirian seperti itu lebih jelas lagi tercantum dalam surat DPP-PPP dua pekan lalu. Surat tersebut yang ditandatangani Idham Chalid, Mintareja SH, KH Masykur, dan Yahya Ubaid SH -- menegaskan kepada LPU bahwa tidak ada alternatif lain di luar gambar Ka'bah. Sebelumnya Majelis Syura PPP yang diketuai KH Bisri Syamsuri juga memutuskan dalam sidangnya bahwa tak ada pilihan lain kecuali gambar yang telah diajukan itu. Alasannya tanda gambar Ka'bah "tidak bertentangan dengan pasal 18 UU 15/1969 juncto UU no. 4/1975 tentang pemilihan umum", tutur Chalik Ali Karena itu Chalik Alli sebaliknya berkeyakinan tanda gambar Ka'bah akan segera disahkan LPU". Lain PPP, lain pula Partai Demokrasi Indonesia (PDI), yang belakangan ini nampaknya sudah bersiap-siap mengajukan tanda gambar lain Lewat seorang pemuka partai itu dikatakan, kongres yang lalu memang menetapkan lebih dari satu tanda gambar sebagai cadangan Sisa Merembet Sementara itu perkembangan yang terjadi di beberapa daerah menurut Kepala Staf Kopkamtib Laksamana Sudomo menunjukkan "naiknya suhu politik akhir-akhir ini . Ini disebabkan pada orang atau golongan yang sudah siap-siap memenangkan pemilu yang akan datang, di samping munculnya da'wah yang disalah-gunakan untuk tujuan-tujuan politik". Di depan wartawan di Bina Graha selepas menemui Presiden, Sudomo juga mengakui adanya sementara oknum yang overacting di daerah. Kaskopkamtib menambahkan, adanya tindakan oknum-oknum tadi antara lain disebabkan "karena ternyata ada yang sudah memasang tanda gambar padahal belum disetujui". Tidak disebutkan siapa orang-orang dan golongan yang dimaksud daiam pernyataan Sudomo. Namun dugaan sementara pihak luar bahwa pernyataan tadi terutama dialamatkan kepada pihak PPP. Dalam soal overacting misalnya ada juga dialami petugas-petugas PPP terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Begitu pula "da'wah yang disalah gunakan" -- seperti kata Kaskopkamtib -- agaknya dialamatkan kepada PPP. Antara lain Tengku H. Muhammad Saleh dari PPP menyatakan keprihatinannya atas keterangan Kaskopkamtib itu. Keprihatinan terutama dalam hubungan keharusan meminta izin dalam melaksanakan da'wah. Alasan harus meminta izin yang dikemukakan Kaskopkamtib menurut H.M. Saleh, "bukan karena da'wahnya, tapi berkumpulnya lebih dari lima orang". Ini dinilai akan bisa merembet lebih jauh. "Bisa terjadi", demikian anggota DPR yang mewakili PPP dari D.I. Aceh tersebut. "shalat berjamaah kita yang biasanya lebih dari lima orang itu bagaimana?" kata Saleh. Meskipun tentu bukan begitu maksud Sudomo. HM Saleh lalu meminta perhatian "sekiranya ada mubalik yang memfitnah, menghasut dalam da'wahnya, agar diseret saja ke pengadilan", katanya. Agaknya Pemerintah tak ingin main "seret" atau tuding begitu. Tapi lebih suka bersikap sebagai wasit. Maka Sabtu lalu, Presiden Soeharto -- dalam kesempatan menerima para peserta raker Departemen Agama di Istana Negara -- tak lupa mengingatkan perlunya diwujudkan suasana yang "tata tentrem karta raharja". Akan halnya khotbah dan da'wah, Presiden mengatakan bahwa tujuannya adalah membuat agar masyarakat menjadi lebih baik. "Sesuai dengan ajaran keluhuran agama, khotbah-khotbah itu perlu dilakukan dengan tutur kata yang baik dan dengan khidmat kebijaksanaan", kata Presiden. "Dan sekiranya perlu membantah atau mengemukakan kritik tentu saja harus dengan cara-cara yang sopan dan baik". Presiden juga mengingatkan agar khotbah agama jangan sampai dicampuri tujuan politik, karena untuk itu sudah ada lembaga yang mengaturnya di MPR, DPR dan Parpol. "Saya tegaskan di sini bahwa khotbah dan da'wah agama memang tak boleh dihalang-halangi. Tapi juga harus ada kesadaran dan kejujuran kita semua, agar khotbah dan da'wah itu tak kita kotori sendiri dengan tujuan-tujuan lain", demikian Presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus