PRESIDEN Malagasy, Ratsiraku,meninggalkan Peking awal pekan
silam tanpa sempat bertemu dengan ketua Mao. "Sentral Komite
Partai kami telah memutuskan untuk tidak lagi mengatur
pertemuan antara para tamu dengan ketua Mao", begitu seorang
juru bicara dikutip oleh para koresponden asing di Peking hari
Senin pekan silam. Sehari sebelumnya. kantor berita Amerika.
AP, di Tokyo berhasil memonitor Foto yang disiarkan oleh kantor
berita Cina. Hsin Hua. dari Peking. Foto itu adalah foto ketua
Mao Tse-tung yang kelihatan segar bugar dan didik tegap di
kursinya. Tidak tercantu tanggal pengambilan foto, tapi para
pengamat yakin bahwa foto itu diambil beberapa tahun silam.
Memburukkah kesehatan ketua Mao? Tidak ada keterangan resmi
dari Peking. Tapi diplomat berbagai negara di ibu kota Cina
Komunis itu mendapat keterangan pasti bahwa hari-hari terakhir
ini terjadi kegiatan penting para pemimpin Cina: hampir setiap
sore mereka melakukan pertemuan di Balai Besar Rakyat, dari
petang hingga larut malam. Jauh sebelum penyiaran foto dan
pernyataan resmi serta kegiatan di Balai Besar Rakyat itu,
berita tentang memburuknya kesehatan Mao yang sudah berumur 82
tahun itu bukan pula merupakan rahasia lagi. Tamu asing yahg
diterima Mao adalah Presiden Pakistan, Zulfikar Ali Bhutto,
akhir bulan lalu. Berlainan dengan kebiasaan Mao tahun silam,
Bhutto yang merupakan sahabat dekat Peking -- memainkan peranan
besar dalam pendekatan Cina-Amerika Serikat -- hanya mendapat
kesempatan 10 menit dengan Mao. "Beliau menderita masuk angin
yang hebat", kata Bhuttu mengomentari kesehatan Mao.
Sebelum Bhutto, Perdana Menteri Selandia Baru Robert Muldoon,
juga mendapat kesempatan singkat bertemu Mao. Pembesar Selandia
ini dengan pasti mengungkapkan keadaan kesehatan Mao yang makin
memburuk. "Meskipun otaknya masih bekerja baik, tapi bicaranya
sudah sulit, dan selama pertemuan, ia tidak pernah mengangkat
kepalanya dari sandaran kursi", kata Muldoon bulan silam. Para
penonton televisi di Hongkong membenarkan keterangan Muldoon
ini. Dari siaran yang dipancarkan Peking itu jelas sekali
memperlihatkan keadaan kesehatan Mao yang memburuk.
Dalam keadaan demikian, sudah jelas keadaan di Peking dan
seluruh Cina menjadi amat menarik. Di negeri itu baru saja
terjadi pergolakan politik yang berakhir dengan tersingkirnya
Teng Hsiao Ping dan naiknya Hua Kuo eng. Meskipun tidak banyak
lagi terdengar berita mengenai akibat pergeseran yang amat
drastis itu, sebagian besar pengamat politik hampir sependapat
bahwa di bawah permukaan yang nampak tenang sebenarnya
pergolakan lama masih terus berlangsung.
Kendati pun orang-orang Cina masih mendiamkan soal itu, tapi
kesehatan Mao dan hal yang bakal terjadi selepas kepergiannya
kini merupakan soal yang menjadi fikiran para politisi Cina.
Penyiaran foto dan film-fihn pertemuan Mao dengan sejumlah tamu
asing -- tanpa komentar langsung mengenai kesehatan Mao
nampaknya harus ditafsirkan sebagai suatu usaha dari Partai
Komunis dalam mempersiapkan rakyat guna suatu kali menerima
kematian Mao. Bahkan bagian-bagian terakhir dari film-film
tersebut sama sekali tidak memperlihatkan Mao berdiri untuk
bersalaman dengan tamunya. Ia tetap saja duduk tersandar lemas
di kursinya dengan kepala terkulai. Beberapa orang menyebut Mao
mengalami kesulitan untuk berbicara sehinga harus menuliskan
apa yang ingin ia katakan. Penyiaran adegan yang kadang-kadang
menyedihkan ini adalah suatu cara untuk menyadarkan rakyat Cina
bahwa suatu pagi mereka bisa bangun dan tidak lagi memiliki sang
pemimpin.
Cara yang kini ditempuh oleh Peking nampaknya diilhami oleh
pengalaman di sekitar kematian Chou En Lai awal tahun ini.
Meskipun para pembesar Cina merasa sudah cukup rapi mengatur
perjalan terakhir Chou, tak urung terjadi juga beberapa
keributan. Chou adalah orang yang amat dicintai, meskipun ia
juga punya lawan yang cukup banyak. Usaha lawan-lawannya untuk
menyepelekan mendiang Perdana Menteri Cina yang pertama itulah
yang kemudian menyebabkan timbulnya kerusuhan di lapangan Tien
An Men tanggal 5 April yang silam.
Kejadian di Tien An Men -- yang menyebabkan terbakarnya sejumlah
mobil dan perusakan sejumlah bangunan haruslah ditafsirkan
sebagai masih kuatnya pengaruh Chou yang dianggap mewariskan
kedudukannya pada Teng. Meskipun Teng secara resmi kini telah
tersingkir, namun kekuatan tersembunyi bekas-bekas pendukung
Chou yang kini bersimpati pada Teng, masih tetap harus
diperhitungkan. Karena itulah maka nampaknya sulit untuk
menghindarkan Peking dari suatu pergolakan berat tingkat atas di
hari-hari mendatang, selepas kepergian Mao, atau bahkan pada
saat sang Ketua masih sekarat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini