DARI pekarangan Kedutaan Besar Amerika Serikat, pukul 11 Rabu
pagi pekan silam, meluncur mobil anti peluru milik Duta Besar.
Dalam mobil terdapat Francis Meloy Jr sang duta besar AS, dan
Robert Warring kepala bagian ekonomi serta Zuher Magribi, sopir
duta besar yang mengemudikan mobil. Untuk sampai di bagian
Beirut yang dikuasai golongan kanan, mobil harus melewati daerah
tak bertuan. Di wilayah yang dikuasai sayap kanan itu Presiden
terpilih Libanon, Elias Sarkis, telah menanti Meloy. 'Kedua
pembesar akan bersama-sama mencari jalan penyelesaian kekeruhan
berdarah sekarang ini", komentar seorang juru bicara Kedubes AS
di Beirut. Tapi sampai kapan pun Sarkis menanti. Duta Besar
Amerika tidak akan muncul.
Berita yang mula-mula sampai di Gedung Putih hanya menyebut
hilangnya Meloy Jr dan Warring. Presiden Ford seara amat
darurat mengumpulkan pembantu-pembantu dekatnya. "Presiden juga
menghubungi keluarga terculik untuk menunjukkan betapa seriusnya
Gedung Putih menghadapi kejadian itu". kata Ron Nessen, jubir
Ford. Tapi beberapa saat kemudian, terbukti bahwa kedua putera
Amerika beserta sopirnya yang berkebangsaan Libanon itu, sudah
tiada. Mayat mereka diketemukan di wilayah yang dikuasai sayap
kiri", kata juru bicara kedutaan Amerika di Libanon. Mayat-mayat
tersebut masih mengeluarkan darah segar ketika dijumpai oleh
Tentara Pembebasan Palestina. Meloy terkena tembakan tiga kali
--dua kali di kepala dan sekali di dada -- sedang Warring
tertembus dadanya sebelah jantung, sementara sang sopir kebagian
dua peluru di kepala.
Washington segera menembakkan amarah dan kutukannya. "Pembunuh
itu harus dihukum, siapa pun dia", kata Ford. Tapi siapa? Hari
Rabu pekan silam itu muncul kutukan yang sama -- baik dari
golongan Kanan maupun kiri yang kini saling berhadapan. Dan 24
jam kemudian, PLO mengumumkan tertangkapnya lima orang yang
diduga keras terlibat dalam pembunuhan keji -- yang menimbulkan
kepanikan di kalangan 1800 warga Amerika yang tinggal di negeri
rusuh itu.
Meskipun PLO tak punya hubungan dengan Washington -- malah tidak
diakui oleh Amerika Serikat -- tapi keinginan Ford ada juga
diperhatikan oleh pengikut-pengikut Yuser Arafat.
"Pembunuh-pembunuh itu akan diserahkan kepada tentara gabungan
Arab pemelihara perdamaian di Libanon agar mereka yang lima itu
mendapat hukuman yang setimpal", kata sebuah komunike PLO hari
Kamis pekan silam. Tidak ada penjelasan resmi mengenai
siapa-siapa dan dari golongan mana mereka. Tapi dari
sumber-sumber golongan kiri di Beirut diperoleh keterangan. "Dua
di antara mereka adalah anggota Partai Komunis Arab, sebuah
kelompok radikal sayap kiri Libanon yang bertanggung jawab atas
terjadinya perampokan terhadap kekayaan Amerika di Beirut tahun
1973 yang silam"
Batalion Suriah
Di Washington, pejabat-pejabat keamanan Amerika mengumumkan
rencana pengungsian besar-besaran terhadap hampir 2000 warga
mereka di Libanon. Sejumlah besar pesawat helikopter Amerika
dikirim ke pulau Siprus untuk memperkuat armada yang sudah ada
di lepas pantai Libanon sqak beberapa pekan silam. Sembilan buah
kapal perang Amerika, termasuk kapal induk Guadalcanal, sudah
berada dalam jarak amat dekat dengan pantai Beirut pekan silam.
Keadaan ini menimbulkan kegelisahan di kalangan negara-negara
Arab yang kini dengan segala daya mencoba mengatasi keruwetan
berdarah di Libanon itu. Mereka teringat pengalaman belasan
tahun silam: ketika AS, atas nama "menyelamatkan hidup warga
Amerika", pasukan marinir mereka campur tangan dalam keangan di
Libanon.
Usaha pihak Liga Arab dengan pasukan gabungannya ternyata juga
tidak berjalan sebagai yang direncanakan. Pasukan-pasukan Suriah
memang ditarik dari beberapa tempat, tapi keadaan untuk memulai
perundingan penyelesaian masih jaun. Sementara berbagai pemimpin
Arab berusaha mengatasi keadaan ruwet itu, Presiden Hafez Assad
dari Suriah terbang ke Paris pertengahan pekan silam.
Kunjungannya yang pertama ke ibukota Perancis itu sebenarnya
sudab pernah tertunda, dan sekarang dilakukan karena "Presiden
merasa keadaan dalam negeri cukup memungkinkan". Tapi sumber di
pihak Palestina itu menyebut adanya kegelisahan di kalangan
tentara Suriah. Kabarnya mereka tidak bersuka cita dengan
kebijaksanaan Presiden Assad yang memerintahkan mereka bertempur
melawan saudara-saudara mereka sendiri. Sementara Israel yang
merupakan musuh bersama mereka berdiri di tepi lapangan sebagai
penonton yang menarik banyak keuntungan.
Sebuah berita tidak resmi yang sulit dibuktikan, malah sudah
menyebut adanya pemberontakan sebuah batalion Suriah yang
menolak untuk bergabung dengan pasukan lainnya yang sudah
terlebih dahulu dikirim ke Libanon. Tapi ada tidaknya pergolakan
itu, kedudukan Assad sekarang memang dalam keadaan sulit. Selain
menghadapi tekanan dari berbagai negara Arab, juga Moskow dan
Washington mendesaknya untuk mengakhiri campur tangan militer di
Libanon itu. Sulit bagi Assad untuk bertahan terhadap tekanan
berbagai penjuru. Dan kalau ia toh akhirnya harus menarik
pasukan-pasukannya dari Libanon jumlahnya merupakan 10% dari
keseluruhan tentara Suriah -- maka kekecewaan di kalangan
tentara itu mungkin merupakan ancaman yang tak mudah diabaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini