Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pengotor di meja hijau

Dki jakarta melakukan penertiban dengan menjatuhkan sangsi bagi pembuang sampah sembarangan. disiapkan 1.000 orang petugas dan pengadilan khusus di kantor wali kota jakarta.

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUANG sampah sembarangan di Jakarta tetap tidak "halal" -- dari jendela mobil, ataupun di jalan depan rumah. Kalau dilihat petugas bisa dihadapkan ke meja hijau. Buktinya, Supardi (17 tahun), seorang pedagang es kelapa muda dengan gerobak dorong, dijatuhi hukuman Rp 15 ribu. Untung hakim yang menyidangkan Supardi masih berbaik hati. Setelah pedagang itu memelas, ia diberi keringanan menjadi Rp 5 ribu dan boleh dicicil. Ia diadili pekan lalu oleh pengadilan khusus di kantor Walikota Jakarta Pusat dan dipersalahkan sebagai penyebab kekotoran di ibukota ini. Semenjak awal tahun ini, tak kurang dari 1.000 orang petugas disiapkan untuk mengamankan Perda (Peraturan Daerah) No. 3/1972 tentang 7 pokok ketertiban. Tetapi peraturan yang sudah berumur 8 tahun ini, untuk pertama kali dilaksanakan benar-benar dengan sanksi khusus untuk sampah mulai tahun ini. Semenjak awal Januari, 198 orang pelanggar sudah terjebak dan diajukan ke pengadilan khusus di kantor walikota-walikota Jakarta. Untuk pelaksanaan itu daerah-daerah di DKI Jakarta sebelumnya dibagi dalam wilayah merah-hijau-kuning. Daerah merah artinya pelanggar langsung ditindak (Jakarta Pusat 80% wilayah merah, seperti juga Kebayoran Baru). Peringatan keras bagi pelanggar di wilayah hijau dan peringatan tiga kali untuk wilayah kuning. Lumayan Petugas-petugas yang mengawasi wilayah-wilayah ini kadang-kadang kesulitan juga. Sasaran bergerak, seperti pembuang sampah dari mobil, termasuk yang sulit ditindak. Ini diakui Muchrodji Sutomo, Kepala Sub Perlindungan Masyarakat yang menjadi Koordinator Pelaksana Perda ini. Beberapa nomor mobil memang sudah dicatat, karena penumpangnya membuang sampah seenaknya di jalanan. Nomor-nomor mobil itu dikirim ke Kodak untuk dicari pemiliknya. Tetapi repotnya belum tentu pemilik mobil itu yang membuang sampah. "Walau prosesnya panjang, peraturan ini akan tetap dilaksanakan," kata Muchrodji. Sebaliknya, bukan tidak ada pula tersangka pelanggar Perda yang dibebaskan hakim. Ada yang karena saksi-saksinya tidak kuat, atau si pelangjar tidak mengaku. Tetapi ada pula yang mengaku buang hajat di selokan karena perutnya tiba-tiba mules. "Saya salut kepada hakimnya, tetapi dongkol kepada petugas yang sembarangan menangkap," ujar Kepala Kamtib Jakarta Utara J. Soedarmo. Bagaimana hasil operasi tertib ini? "Sudah lumayan, bisa dilihat di jalan-jalan protokol," kata Muchrodji Surdarmo. Di wilayah Jakarta Utara, cerita J. Soedarmo, biasanya pagi disapu, pukul 10 siang jalanan sudah berserakan segala macam sampah. Sekarang, keadaan itu sudah tidak tampak lagi, terutama di jalan-jalan protokol yang menjadi wilayah merah di Jakarta Utara. Bahkan, "membuang puntung rokok sembarangan pun, orang sudah berpikir dua kali," lanjut Soedarmo. Sampai di mana kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan kota, memang belum diukur. Tetapi apa yang dilakukan pemerintah DKI ini, bukan hal baru yang dicari-cari," kata Anwar Ilmar, Sekwilda DKI Jakarta. Penduduk Jakarta ang semakin padat, tambah Anwar, kini menuntut agar tiap warga ibukota memiliki disiplin yang tinggi. Untuk itu, semenjak bulan-bulan terakhir sebelum Perda itu dilaksanakan. Pemda sudah memberi penerangan kepada warga ibukota. Di beberapa tempat strategis, papan-papan peringatan dipasang, berikut penyuluhan di berbagai pencemaran dan kelurahan. Pengarahan langsung kepada sumber-sumber kekotoran juga diadakan pedagang-pedagang buah diperingatkan agar menyediakan kantung plastik untuk menampung sampah mereka. Dinas Pendidikan dan Pengajaran DKI juga diminta mengarahkan anak-anak sekolah agar tidak membuang sampah sembarangan. Dan di berbagai kelurahan ditempelkan Perda No. 3/1972, dengan ancaman hukuman Rp 50.000 atau kurungan 6 bulan. Perda No 3/1972 itu, memang mencakup bidang yang cukup luas. Dari tertib jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum, sungai, saluran air, kolam, lepas pantai, keamanan lingkungan, usaha tertentu (dilarang jadi calo), bangunan, penghuni bangunan, sampai ke tertib susila. Bila akan dilaksanakan sekaligus, jelas membuat petugas kewalahan. "Kami belum bisa melarang orang Jakarta buang air di kali, karena itu Perda tadi dilaksanakan bertahap," kata Muchrodji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus