BUKU-BUKU terbit dan beredar, dan tidak semuanya anda dengar.
Sebuah majalah -- yang oleh penyelenggaranya disebut buletin
-- bernama Optimis, karena itu bisa berjasa ia dicetak sebagai
pemberi informasi dunia perbukuan kita. Sekumpulan artikel dan
resensi, di samping berita dan daftar buku, dicetak ofset pada
kertas koran 21,5 x 27,5 cm setebal 66 halaman.
Toh tidak semua orang tahu. Juga tidak bahwa Februari ini ia
sudah berumur setahun, dan dicetak 10 ribu eksemplar -- menurut
Imam Walujo, pemimpin redaksinya.
Optimis memang tidak diedarkan di pasar. Ia, resminya, media
komunikasi antar anggota sebuah perkumpulan yang singkatan
namanya tidak enak Himapbu -- Himpunan Masyarakat Pencinta Buku.
Ini, organisasi "setengah mengikat" beranggota 2.400 orang (yang
keanggotaannya gugur sendirinya bila tak membayar uang iuran),
diprakarsai oleh Leppenas -- Lembaga Penunjang Pembangunan
Nasional. Sedang Leppenas merupakan badan pelaksana Yayasan
Setia Cita yang dibentuk Agustus 1978 oleh nama-nama seperti
Prof. Dr. Yusuf Ismail, bekas Dubes RI di Jerman Barat,
tokoh-tokoh pemuda 1966 Imam Walujo dan Christianto Wibisono dan
pengusaha Jan Darmadi. Demikian silsilahnya.
Kesatuan Isi
"Jadi anda tak akan mendapat Optimis bila tidak menjadi
anggota," kata mereka. Kecuali dikirim gratis. Dan memang sistem
hadiah berlangsung sampai sekarang -- sebagai muslihat untuk
mendapar anggota baru. Agak unik memang mereka mengumpulkan
anggota dulu -- dengan mengirimkan brosur kepada 8.000 nama yang
"didapat dari buku telepon, buku anggota organisasi seperti
Ikaran Dokter Indonesia atau lainnya," kata Imam. Dan baru
menerbitkan majalah setelah terkumpul 150 orang yang bersedia
membayar Rp 3.000 (sekarang Rp3.600) untuk enam bulan alias
enam nomor.
Sudiro, misalnya, bekas walikota Ibukota Jakarta, mendapat
brosur dan namanya pun dicantumkan sebagai anggota. Juga pelukis
Amri Yahya di Yogya, maupun Bakri Sjahid, bekas rektor IAIN di
kota yang sama. Mereka menyatakan cocok --meskipun Bakri lupa
membayar iuran. Amri bahkan biasa menandai buku-buku yang
baik yang dia tahu dari situ, meski selalu tak sempat beli.
Himapbu memang memberi kemungkinan membeli buku dengan potongan
10% untuk anggota, selain misalnya menjadi perantara bagi
anggota yang punya karya dan butuh penerbit.
Tapi, "sampai sekarang saya belum melihat apa maunya majalah
itu," kata H. Subagijo I.N., yang terutama terkenal sebagai
penulis biografi itu. Misalnya pemuatan berbagai tulisan yang
tak ada hubungannya dengan buku. "Itu bagus. Tapi bukan di
Optimis tempatnya."
Optimis memang memuat misalnya terjemahan The Prophet
pengarang Libanon Jibran Khalil Jibran -- yang entah kenapa
dihentikan setelah empat kali terbit. Atau berbagai wawancara
dengan Subadio Sastro Satomo, Emil Salim, Leo Sukoto, artikel
tentang Islam dan perjuangan dan juga tulisan panjang
Abdurrahman Wahid, selain kutipan dari buku-buku penting. "Nanti
bisa menjadi majalah umum," kata Subagijo -- kecuali "bila ada
hubungan dengan buku yang sedang dibicarakan."
Hampir sama adalah kesan V.B. da Costa. "Resensi harus
ditambah," katanya, meski tentu saja sudah lebih banyak
dibanding yang ada di majalah umum. Dan untuk itu "artikel mesti
dikurangi" -- meski menurut anggota DPR ini "arah Optimis sudah
baik."
Memang, maksud para pengasuh tentunya bukan membuat sesuatu yang
lebih sedikit dari prospektus -- daftar buku, yang sudah dari
dulu disebarkan tiap penerbit. Hanya, kesatuan isi memang belum
terasa.
Dan di balik itu, masih ada soal defisit yang dikatakan setahun
ini mencapai Rp 15 juta -- dan ditutup, menurut Imam, oleh
'Babe" -- alias Wapres Adam Malik. Untunglah ia yakin, titik
impas akan sudah bisa dilalui Juli mendatang. Sudah ada pula
iklan, bukan?
Usaha yang penting, memang, lebih-lebih bila diingat kenyataan
di belakang upaya penggalakan perhatian terhadap buku ini. Pajak
impor buku, misalnya bukan main tingginya. Karena buku tak
dikategorikan sebagai barang industri, biaya pengirimannya sama
dengan biaya pengiriman mangga. Aji-no-moto bisa mendapat
kredit lima tahun dan tax holiday. Kredit buku? Enam bulan.
"Pembangunan sekarang ini seperti sengaja menelantarkan buku,"
khutbah Imam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini