Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengganjar hukuman seumur hidup untuk Antonius Wamang pekan lalu. Dia dinyatakan terbukti bersalah membunuh dua warga Amerika Serikat dan satu warga lokal di Mile 62-63, Timika, Papua, pada Agustus dan September 2002.
Menurut ketua majelis hakim Andriani Nurdin, Wamang dibantu enam orang dalam aksinya. Para pembantu Wamang itu diadili secara terpisah di pengadilan yang sama. ?Pembunuhan itu dipersiapkan dengan matang,? kata Andriani. Atas enam terdakwa lain, majelis memvonis satu sampai tujuh tahun penjara.
Vonis bagi Wamang lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta terdakwa dihukum 20 tahun penjara. Menurut Adriani, hal yang memberatkan Wamang adalah dia beraksi dengan senjata militer. Faktor lain, korban hanyalah seorang guru. Terdakwa juga dinilai tak menghormati pengadilan karena menolak hadir.
Pembacaan vonis dihadiri 80 orang pendukung Wamang yang tergabung dalam Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat (Front Pepera). Koordinator Front, Marten Goo, menyatakan kekecewaannya. ?Persidangan ini tak mempertimbangkan indikasi keterlibatan pihak keamanan,? katanya.
TNI di Balik Penculikan Aktivis
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan Tentara Nasional Indonesia ada di balik serangkaian aksi penculikan aktivis pada 1997-1998. Menurut Komnas HAM, dalam aksi itu terjadi pelanggaran kemanusiaan berupa penculikan dan perampasan kemerdekaan 10 aktivis.
Kesimpulan itu dihasilkan sidang pleno Komnas HAM pada 8 November lalu setelah melakukan penyelidikan. Dalam penyelidikan itu ditemukan dua (jenis) kasus penculikan, yakni atas 10 orang yang telah ditemukan dan 13 orang yang masih hilang.
Ketua Subkomisi Perlindungan Kelompok Khusus Komnas HAM Ruswiati Surya Saputra menyebutkan, ada 26 pelaku yang bertanggung jawab dalam kasus itu. ?Semuanya dari TNI,? ujarnya. Komnas HAM lalu mendesak Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat supaya segera menindaklanjuti soal ini. ?Presiden harus bertanggung jawab atas penegakan hukum dalam penanganan kasus penculikan,? kata Ketua Komisi Nasional Abdul Hakim Garuda. Dalam waktu dekat hasil penyelidikan akan diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Hasanuddin Diancam Hukuman Mati
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pekan lalu menggelar sidang perdana perkara pembunuhan tiga siswi Sekolah Menengah Atas di Poso. Jaksa penuntut umum Payaman mendakwa Hasanuddin alias Hasan melakukan pembunuhan dan terorisme. Tindakan terdakwa memenggal kepala tiga siswi itu dianggap telah menebar rasa takut kepada warga Poso. ?Terdakwa bisa diancam hukuman mati,? kata Payaman setelah membacakan dakwaan. Pembunuhan terjadi pada 29 Oktober 2005.
Dalam persidangan tersebut, jaksa membagi dua berkas. Pertama, berkas terdakwa Hasanuddin; kedua, berkas Lilik Purnomo alias Haris serta Irwanto Irano alias Iwan. Namun, persidangan kedua batal karena ketua majelis hakim Lilik Mulyadi berhalangan hadir. Ahmad Michdan, pengacara Hasanuddin, menyayangkan baru menerima berkas perkara setelah persidangan. ?Seharusnya tiga hari sebelum sidang,? ujarnya.
Pada pekan yang sama di Poso, pertemuan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dengan keluarga 29 buron di Kampung Tanah Runtuh tak membawa hasil. Orang tua para buron menolak menyerahkan anak mereka. Pemuka agama setempat, Adnan Arsal, semula berjanji menyerahkannya ke polisi. Akhirnya, polisi terus menyisir lokasi yang diduga sebagai tempat persembunyian buron. Akhir pekan lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengirim pemantau kinerja polisi ke Poso.
Gubernur Suwarna Diadili
Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah diajukan ke Peradilan Tindak Pidana korupsi pekan lalu. Dia dituduh memberikan fasilitas pengelolaan hutan kepada sejumlah perusahaan tanpa jaminan bank.
PT Surya Damai Grup yang menikmati fasilitas tersebut sepanjang 1999 hingga 2000. Grup yang memiliki 11 perusahaan itu menguasai sekitar 200 ribu meter persegi pengelolaan hutan atas rekomendasi Suwarna. Rekomendasi itu melanggar ketentuan Menteri Kehutanan tentang Izin Usaha Perkebunan. Di sana tertulis: satu perusahaan tidak boleh menguasai lebih dari 20 ribu meter persegi. ?Rekomendasi itu bentuk keteledoran yang berakibat kerugian negara,? ujar Wisnu Baroto, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK juga menuding mereka tidak mengelola hutan sesuai dengan peruntukannya, yakni perkebunan sawit. Yang terjadi justru pembalakan liar. ?Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp 346 miliar.? Penasihat hukum Suwarna, Otto Hasibuan, menilai kliennya menjadi korban sengketa kewenangan antarlembaga negara, sebab perkara itu pernah diperiksa Kejaksaan Agung dan telah pula keluar Surat Penghentian Penyidikan Perkara.
Gugatan Korban Kotopanjang Ditolak
Cerita masalah waduk Kotopanjang, bendungan besar di perbatasan Riau dan Sumatera Barat, belum berakhir. Setelah bersidang sejak 25 November 2005, pada Rabu pekan lalu Pengadilan Negeri Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau, memutuskan gugatan korban waduk Kotopanjang terhadap pemerintah tidak bisa diterima alias NO (Niet Ovankelijk Verklard).
Tuntutan ganti rugi sebesar Rp 63 miliar kepada Presiden, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Perusahaan Listrik Negara, dan Pemerintah Daerah Riau tersebut ditolak karena samar. ?Penggugat tidak secara jelas menyebutkan obyek perkara, yakni luasan tanah dan isinya, tapi hanya menyebut 10 desa tanpa memerinci kedudukan atas obyek perkara dimaksud,? kata Achmad Shalihin, ketua majelis hakim. Gugatan 65 warga di enam desa di Riau dan dua desa di Sumatera Barat ini juga dinyatakan salah alamat karena menggugat Bappenas.
Ketua Tim Advokasi Korban PLTA Kotopanjang, Ali Husein Nasution, menolak pertimbangan hakim dan menyatakan banding. ?Kami mengajukan persil-persil para pemilik lahan, kenapa disebut tidak jelas?? ujar Ali Husein. Bappenas ikut digugat karena mendesain proyek Kotopanjang.
Gubernur Ali Mazi Dinonaktifkan
Menteri Dalam Negeri M. Ma?ruf menyatakan Gubernur Ali Mazi segera nonaktif dari posisinya sebagai orang nomor satu di Sulawesi Tenggara. ?Presiden sudah meneken suratnya,? kata Ma?ruf pekan lalu. Keputusan itu diambil berkaitan dengan status Ali Mazi sebagai terdakwa perkara korupsi perpanjangan hak guna bangunan Hotel Hilton di Jakarta Pusat. Dia diduga terlibat kasus ini saat menjadi kuasa hukum PT Indobuildco, pengelola Hotel Hilton.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kini tengah mengadili perkara korupsi itu yang diperkirakan merugikan negara Rp 1 triliun. Selain Ali Mazi, terdakwa lain adalah Pontjo Sutowo (Direktur Utama PT Indobuildco), Jeffrey Lumempouw (Kepala Kantor Badan Pertanahan DKI Jakarta), dan Ronny Kusuma Judistiro (Kepala Kantor Badan Pertanahan Jakarta Pusat).
Menurut Ma?ruf, keputusan Presiden itu bukan berarti mendahului vonis majelis hakim. Hanya saja Presiden ingin roda pemerintahan Sulawesi Tenggara berjalan normal. Ali Mazi menyatakan menerima putusan itu dengan lapang dada. ?Saya tak akan mengambil langkah hukum,? ujar dia.
NTT Rawan Pangan
Dalam sebulan terakhir bencana kelaparan mengancam wilayah Nusa Tenggara Timur. Kekeringan yang melanda kawasan itu telah membuat puluhan ribu hektare tanah dan sawah retak-retak sehingga tak bisa ditanami. Akibatnya, warga mencoba makanan alternatif ubi hutan yang ternyata beracun. Belum lama ini, sedikitnya 20 warga Kabupaten Sikka di Flores menderita keracunan setelah menyantap ubi hutan. Mereka sempat kritis sebelum diselamatkan di rumah sakit setempat.
Kepala Desa Napu Gera, Robertus Legu, mengatakan, warganya terpaksa memakan ubi hutan karena tidak ada lagi stok beras, jagung, atau makanan pokok lain. ?Warga yang tidak tahu ubi hutan beracun terpaksa memakannya,? kata dia.
Bupati Sikka Aleks Longginus mencoba mendistribusikan bantuan pangan. Kalau tidak, sedikitnya 432 kepala keluarga di Sikka dan Kabupaten Manggarai bisa mengalami musibah serupa. Badan Urusan Logistik segera mengguyurkan bantuan beras cadangan khusus untuk keadaan darurat. Apalagi ancaman rawan pangan meluas ke Kecamatan Soa di Kabupaten Ngada serta Kecamatan Tuapukan, Noelbaki, dan Naibonat di Kabupaten Kupang. ?Setiap provinsi dijatah beras 200 ton,? kata Direktur Operasi Bulog Bambang Budi Prasetyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo