Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan (P2P) Indonesia, sepanjang 2015 prevalensi anak stunting mencapai 28,12 persen. Separuh dari yang 28,12 persen itu berada di di luar Jawa. Stunting adalah kondisi ketika tinggi badan anak lebih rendah daripada anak-anak seusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan, satu dari empat anak di dunia mengalami stunting. Di negara berkembang, satu dari tiga anak mengalami stunting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Vektor, dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, Dsc, menyatakan, pencegahan stunting wajib dimulai sejak janin dalam kandungan.
Otak terdiri dari banyak sel. Masing-masing sel memungkinkan organ tubuh janin berfungsi, dari menggerakkan kaki hingga meluapkan beragam emosi.
Baca juga:
Cegah Stunting, Kuncinya di 1000 Hari Pertama Kehidupan
Makan Telur Setiap Hari, Stunting Berkurang Hampir 50 Persen
Cegah Stunting, Penting bagi Orang Tua Pahami Kebutuhan Gizi Anak
Perkembangan sel-sel otak dipengaruhi hormon pertumbuhan yang bekerja hingga usia 18-25 tahun. Setelah itu, sel-sel otak berhenti tumbuh.
“Perkembangan otak terjadi lebih dulu daripada perkembangan fisik. Di usia 3 tahun, 80 persen sel otak telah terbentuk. Agar berkembang maksimal, sel-sel itu harus terus dirangsang. Kalau usia 3 tahun baru dirangsang, terlambat. Karena itu, asupan gizi ibu hamil harus cukup,” ucap Elizabeth.
Ada dua jenis asupan gizi, yakni mikro dan makro. Gizi makro meliputi karbohidrat seperti tepung, beras, roti, dan mi, serta protein yang ada pada daging, ikan, serta telur. Gizi mikro meliputi buah dan sayur.
Apa pun bisa tumbuh di Tanah Air, namun mengapa Indonesia rawan gizi buruk dan stunting? Ternyata, pola makan masyarakat yang salah.
Elizabeth menjelaskan, “Bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan, komposisi karbohidrat, protein, dan vitamin di piring makan harus dibuat berimbang, yakni masing-masing sepertiga. Pola ini berlaku sampai usia 25 tahun. Selain itu, jam 10 pagi dan 4 sore mesti ada camilan berupa buah-buahan. Untuk yang sudah tidak tumbuh, porsi makannya berbeda. Buah dan sayur setengah porsi, karbohidrat dan protein masing-masing seperempat saja.”