Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penyambung Lidah Abah

Anak-anak Ma’ruf Amin menjaring pemilih dan melunakkan para ulama garis keras “alumni” 212. Ada juga yang bertugas memberikan masukan menjelang debat.

13 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Putri dan Menantu Calon Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Siti Hannah (kanan) dan Muhammad Syahid (kiri) saat ditemui di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bawah tenda putih, ribuan anggota jemaah yang memadati Jalan Kebon Nanas V, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, takzim mendengarkan tausiah Ma’ruf Amin. Dari atas mimbar, calon wakil presiden yang mendampingi Joko Widodo dalam pemilihan presiden tahun ini tersebut meminta mereka yang hadir menjaga kerukunan. “Pemilihan presiden itu pesta demokrasi, bukan perang,” katanya, Rabu, 10 April lalu.

Pengajian itu adalah istigasah besar memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW. Ma’ruf didaulat memberikan wejangan. Pemilik acara malam itu adalah Muhammad Syahid, suami Siti Hannah, anak ketujuh Ma’ruf Amin dari istri pertamanya. Ma’ruf kini beristri Wury Estu Handayani, yang berbeda usia 31 tahun. Mereka menikah pada 2014, tujuh bulan setelah istri pertama Ma’ruf meninggal.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia berusia 76 tahun ini berapi-api saat memberikan petuah tentang politik. “Pemilihan ini bukan untuk saya, bukan untuk kami,” ujarnya. “Tapi untuk generasi yang akan datang.” Mendengar kalimat itu, para hadirin berteriak, “NKRI harga mati, dukung kiai sampai jadi.”

Hanya setengah jam Ma’ruf hadir dalam acara itu. Syahid mengatakan peringatan Isra Mikraj digelar di rumahnya karena banyak penduduk sekitar yang meminta bertemu dengan Abah—panggilan Ma’ruf. Lewat acara itu juga Syahid berupaya menarik dukungan dari warga Jakarta agar memilih Jokowi-Ma’ruf.

Syahid mendapat tugas dari Ma’ruf menghimpun sebanyak mungkin dukungan di Ibu Kota. Ia dibantu dua santri Ma’ruf: Akmal Marhali dan Irfan Zidni. Menurut Syahid, tugas dia cukup berat lantaran pemilih di Jakarta masih terpengaruh peristiwa 2 Desember 2016. Demonstrasi besar umat Islam menuntut Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama itu terkenal dengan sebutan “Demo 212”.

Unjuk rasa tersebut dipicu fatwa Ma’ruf Amin bahwa Basuki menista agama saat di Kepulauan Seribu berpidato mengingatkan penduduk setempat agar tak termakan ulama yang memakai ayat Al-Quran untuk tak memilih pemimpin nonmuslim. Fatwa tersebut sedikit-banyak menyebabkan Basuki kehilangan suara dalam pemilihan gubernur 2017.

Basuki adalah pendamping Jokowi di Jakarta. Kekalahan Basuki membuat sentimen muslim kepadanya melemah. Begitu Jokowi menunjuk Ma’ruf sebagai calon wakil presiden, Syahid ia minta menghubungi tokoh-tokoh ulama penggerak 212 agar tetap mendukungnya. “Itu tugas enggak gampang karena banyak ulama yang keras kepada Jokowi,” tutur Syahid, 38 tahun.

Syahid kemudian berkeliling menemui para ulama tersebut, terutama mereka yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, untuk menyampaikan pesan Ma’ruf. Menurut Syahid, beberapa ulama menolak menemui Ma’ruf dengan alasan tak menyukai Jokowi. Meski begitu, mereka tetap menghormati Ma’ruf.

Syahid tak patah semangat. Ia terus menjalin kontak dengan mereka dan membujuk agar tokoh-tokoh 212 itu mau bertemu dengan mertuanya. Beberapa luluh. Mereka yang bisa diboyong antara lain Maulana Yusuf, Mahfudz Asirun, Syukron Ma’mun, Habib Ali bin Abdurrahman, dan Habib Abu Bakar Alatas.

Kepada para ulama itu, kata Syahid, Ma’ruf tidak meminta dipilih. “Beliau hanya meminta doa restu dan coba tabayun. Kalau sudah tabayun mereka bersikap lain, itu soal lain lagi.”

Anak-anak Ma’ruf lain juga mendapat tugas memenangkan ayah mereka. Siti Ma’rifah, anak pertama, bertugas meraih dukungan di Sumatera, sementara Ahmad Syauqi, anak kelima, menggalang massa di Jawa Timur dan Siti Haniatunnisa, anak bungsu, mencari suara di Banten. “Kenapa saya ditugasi di Jawa Timur? Karena pernah nyantri di sana,” ucap Syauqi, yang akrab dipanggil Gus Syauqi.

Sejak Ma’ruf dipilih Jokowi, Syauqi tancap gas bergerilya di Jawa Timur. Pada September 2018, misalnya, ia menghadiri deklarasi Relawan Nasional Kita Santri Ma’ruf Amin di Malang.

Selain menyambangi beberapa daerah di Jawa Timur, Syauqi membangun Markas Terpadu Champion 19 Poros Nyata Laskar Kiai Ma’ruf Amin yang berlokasi di Jalan Cirebon Nomor 19, Menteng, Jakarta. Di sana ia mengkonsolidasi tim relawan dan menjadikan markas itu pusat diskusi pemikiran ayahnya. Juga ada kursus singkat beberapa keahlian, seperti meracik kopi. “Karena saya suka minum kopi dan merokok,” tutur Syauqi, terkekeh.

Tak semua anak berupaya menggalang massa untuk meraup suara. Siti Hannah, anak keenam Ma’ruf yang bekerja sebagai pegawai negeri di pemerintah DKI Jakarta, membantu dalam hal teknis. “Paling saya memberi masukan agar Abah lebih banyak tersenyum,” ucap Hannah, 37 tahun.

Hannah, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta, terlihat menempel Ma’ruf saat debat calon wakil presiden membahas pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan kebudayaan pada 17 Maret lalu. “Kebetulan saya paham soal kesehatan,” ujarnya.

Siti Ma’rifah putri KH Ma’aruf Amin. TEMPO/M Taufan Rengganis

Sebelum debat, Hannah berdiskusi dengan Ma’ruf tentang dunia kesehatan. Ia beberapa kali bertanya kepada sang ayah tentang masalah kesehatan, termasuk stunting. Kepada Hannah, Ma’ruf menjelaskan bahwa masalah anak kuntet harus ditangani dari hulu ke hilir, dari sanitasi sampai imunisasi. “Di luar dugaan saya, Abah sudah paham,” tutur Hannah.

Seusai diskusi panjang-lebar, Hannah yakin ayahnya bisa menguasai panggung karena sudah memahami soal kesehatan. Selain itu, ia melihat sang ayah total menyiapkan segala sesuatu menjelang debat melawan Sandiaga Uno tersebut.

Karena berlatar belakang dokter, Hannah juga kerap diminta memilah makanan untuk dikonsumsi ayahnya selama masa kampanye. Ia menjadi konsultan kebugaran dan menyaring makanan yang hendak dikonsumsi Ma’ruf.

Di antara semua anak Ma’ruf, kata Hannah, Siti Ma’rifah yang paling banyak memberikan masukan pemikiran tentang kebijakan. Ma’rifah satu-satunya anak Ma’ruf yang menempel setiap hari. Ia masuk tim inti Kiai Ma’ruf Amin, yang isinya mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum, Juri Ardiantoro, serta ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Iman Sugema.

Tim ini yang merancang materi kampanye Ma’ruf, dari video hingga narasi ketika di panggung. Tim juga yang menyampaikan perkembangan isu politik dan ekonomi mutakhir kepada Ma’ruf. Masukan-masukan itu sampai ke telinga Ma’ruf melalui Ma’rifah. “Masukan sebagai anggota keluarga saat berbincang,” ujar Ma’rifah. Ia menolak menjelaskan lebih detail.

Gus Syauqi dan Muhammad Syahid optimistis Ma’ruf menang di semua daerah yang menjadi wilayah tugas mereka. Di Jakarta, Syauqi yakin suara pasangan Jokowi-Ma’ruf akan naik setelah sentimen 212 mulai kendur. “Sekarang elektabilitas dengan lawan beda tipis,” katanya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus