Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Bulog mengutamakan penyerapan stok beras dalam negeri sebelum impor.
Impor beras diputuskan tanpa rekomendasi Bulog ataupun Kementerian Pertanian,
Menteri Perdagangan berdalih impor untuk menambah stok beras Bulog.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Rencana pemerintah mengimpor beras 1 juta ton di tengah panen raya menimbulkan dilema. Perum Bulog, yang mendapat penugasan untuk impor tersebut, menyatakan akan lebih dulu memprioritaskan penyerapan stok beras dalam negeri serta memastikan pemerataan distribusi. “Walau kami ada penugasan impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan. Prioritas kami masa panen raya di dalam negeri,” ujar Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso.
Menurut Budi, hingga 14 Maret 2021, stok beras Bulog mencapai 883.585 ton, terdiri atas 859.887 ton stok cadangan beras pemerintah (CBP) dan 23.708 stok beras komersial. Adapun musim panen raya akan berlangsung sepanjang Maret hingga April 2020, di mana penyerapan beras oleh Bulog pada periode itu untuk CBP diproyeksikan dapat mencapai 390.800 ton. Artinya, pasca-panen raya, pasokan beras untuk CBP saja akan melampaui 1 juta ton. Angka tersebut dinilai telah memenuhi ketentuan CBP per tahun, sehingga impor beras dirasa tak relevan lagi.
Budi mengatakan, awalnya rencana impor beras diputuskan pemerintah dalam rapat koordinasi terbatas. Tanpa usulan atau rekomendasi dari Bulog maupun Kementerian Pertanian, perintah impor diterbitkan oleh dua menteri lainnya dalam rapat tersebut. “Kebijakan Pak Menteri Koordinator Perekonomian dan Pak Menteri Perdagangan, kami akhirnya diberi penugasan tiba-tiba untuk melaksanakan impor,” ucapnya. Padahal agenda rapat tersebut sebelumnya tidak membahas impor beras, melainkan hanya membahas stok pangan dalam negeri serta ancaman cuaca yang berpotensi mengganggu stok beras.
Pekerja mengangkut beras Bulog di gudang penyimpanan beras, di Kelapa Gading, Jakarta, 30 November 2020. TEMPO/Tony Hartawan
Sikap pemerintah soal impor beras bakal membebani Bulog. Sebab, menurut Budi, saat ini saja Bulog masih menyimpan beras sisa impor sebelumnya. Kualitas beras-beras yang belum tersalurkan itu terus menurun karena telah lama tertumpuk di gudang. Dia mengimbuhkan, saat ini Bulog memiliki kapasitas penampungan beras hingga 3,6 juta ton di seluruh Indonesia.
Berdasarkan jumlah stok CBP saat ini, terdapat beras turun mutu eks impor tahun 2018 sebanyak 106.42 ton. Berikutnya, beras impor yang sudah dalam masa simpan tahunan keseluruhannya berjumlah 461.000 ton. Sedangkan beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog sebanyak 275.811 ton, dengan 106.642 ton di antaranya mengalami turun mutu. Alih-alih berfokus pada impor, Budi menegaskan Bulog tengah berfokus pada penyerapan beras dalam negeri selama masa panen raya guna memenuhi kebutuhan stok CBP.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan rencana impor beras belum tentu serta-merta akan sebesar jumlah tersebut, sebab akan disesuaikan dengan dinamika stok serta harga beras di dalam negeri. Dia memberi contoh pada 2008, saat pemerintah merencanakan impor 500 ribu ton namun rencana tidak terealisasi karena penyerapan gabah petani yang berlimpah. “Jadi, sekali lagi ini adalah mekanisme pemerintah. Bukan berarti ketika kami menyetujui impor dalam satu jumlah tertentu, maka serta-merta harus impor segitu,” kata dia.
Menurut Lutfi, rencana impor beras sejatinya dimaksudkan untuk menambah stok beras Perum Bulog. Walhasil, ketika stok menipis dan harga beras tinggi, Bulog telah memiliki cadangan beras. “Ini lagi-lagi bagian dari strategi untuk memastikan harga stabil, bukannya ingin menghancurkan harga petani,” ucapnya.
Penolakan impor disuarakan oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin, mengatakan produksi beras Januari hingga Mei 2021 surplus. Keran impor yang dibuka di tengah panen raya ia nilai kontradiktif. “Data stok dan ramalan produksi kita surplus, jadi tidak ada alasan untuk melakukan impor,” ucap dia.
Anggota Komisi IV DPR, Umiyyatul Chusnah, mengatakan dari pengakuan Bulog yang terbebani dengan menumpuknya stok beras, diketahui bahwa proses impor selama ini tidak melalui perhitungan yang cermat. “Selama ini, impor beras tidak sesuai dengan data kebutuhan dalam negeri.” Ummiyyatul mengatakan beras yang masih ada saat ini perlu segera disalurkan ke pasar dan masyarakat agar jumlah yang mengalami penurunan mutu tidak bertambah banyak.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo