Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kode Minyak Goreng di Rumah Menteri

Kejaksaan Agung menetapkan Lin Che Wei tersangka kelima dalam korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan turunannya. Penyidik turut menelusuri peran Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

21 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi (kiri) dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana. (kanan) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI yang membahas kelangkaan Minyak Goreng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 17 Maret 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kejaksaan Agung menuding Lin Che Wei sebagai pihak swasta yang mempengaruhi kebijakan distribusi minyak goreng.

  • Direkrut langsung oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

  • Penyidik turut menelusuri dugaan gratifikasi kepada para pejabat Kementerian Perdagangan.

SEBAGAI sahabat, Bambang Harymurti menyarankan agar Lin Che Wei menunjuk pengacara ketika hendak menjalani pemeriksaan kelima sebagai saksi dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) pada 17 Mei 2022. Ekonom 53 tahun ini menjadi saksi kasus yang disebut jaksa sebagai mafia minyak goreng karena turut menjadi penasihat kebijakan pemerintah ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyidik sudah memeriksa Lin Che Wei empat kali sejak akhir April lalu. Pendiri lembaga konsultan Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI) itu percaya diri karena merasa tak bersalah. “Ngapain pakai lawyer, saya tidak bersalah. Bukan saya yang disasar, tapi Lutfi. Semua pertanyaan jaksa mengarah ke Menteri Perdagangan,” kata Bambang menirukan ucapan Lin Che Wei, pada Kamis, 19 Mei lalu.

Kenyataanya, Che Wei menjadi tersangka. Anggota staf Lin Che Wei, Syafruddin, menelepon Bambang mengabarkan bahwa Kejaksaan Agung menahan bosnya pada Selasa, 18 Mei 2022. Pada hari itu Kejaksaan menetapkan Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati sebagai tersangka dan langsung menahannya di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat. Ia dituduh berada di balik kisruh distribusi dan kelangkaan minyak goreng sejak Januari lalu.

Tersangka Lin Che Wei usai diperiksa Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya di Jakarta, 17 Mei 2022. (Foto: Kejaksaan Agung)

Che Wei menjadi tersangka kelima korupsi minyak goreng. Sebelumnya, penyidik menjerat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley M.A., dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Tagor Sitanggang, dalam kasus yang sama. Mereka dianggap melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan Lin Che Wei bersama para tersangka lain mengkondisikan pemberian izin persetujuan ekspor untuk beberapa perusahaan. Burhanuddin menuding Lin Che Wei menjadi pembisik Indrasari Wisnu Wardhana dalam menentukan ekspor minyak mentah kelapa sawit. “Dia orang swasta, tapi ikut menentukan kebijakan peredaran prosedur distribusi minyak goreng,” tutur Burhanuddin saat mengumumkan status Lin Che Wei.

Bambang Harymurti mengatakan Lin Che Wei sempat bercerita bahwa jaksa menunjukkan potongan percakapannya dengan Stanley M.A dari Permata Hijau Group. Dalam obrolan WhatsApp itu, Stanley meminta tolong agar izin ekspor perusahaannya dikeluarkan karena mereka sudah mengirim 30 ribu ton minyak goreng untuk pasar dalam negeri sesuai dengan kewajiban memenuhi pasar dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

DMO adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Aturan ini ditetapkan pada 26 Januari lalu. Di tengah kelangkaan minyak goreng, para pengusaha berebut mendapatkan izin ekspor dari Kementerian. Mereka tergiur laba karena harga CPO di pasar internasional sedang tinggi kala itu.

Akibatnya, permohonan izin menumpuk. Pemberian izin di Kementerian Perdagangan yang semula dilakukan secara daring diganti menjadi manual. Para pengusaha, termasuk M.P Tumanggor, Stanley M.A., dan Pierre Tagor Sitanggang, mendatangi kantor Kementerian untuk memuluskan izin ekspor secara manual. “Itu sebabnya ada yang izin ekspornya keluar empat hari, padahal seharusnya minimal lima hari,” ujar seseorang yang mengetahui kisruh izin tersebut.

Di tahap ini, peran Lin Che Wei mulai terlihat. Ia menelepon satu per satu konglomerat kelapa sawit. Ia meminta para pengusaha memenuhi kewajiban DMO sebanyak 30 persen dari total ekspor untuk mengamankan pasokan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. Rencananya setoran DMO itu akan disebarkan ke masyarakat dengan harga eceran maksimal Rp 14 ribu per kilogram.

Seorang pengusaha mengatakan Lin Che Wei menelepon pada 12 Februari lalu. Dalam obrolan itu, Lin Che Wei memarahi taipan tersebut. Dia memerintahkan pengusaha itu agar memenuhi kuota DMO.

Sang taipan menolak lantaran menganggap Lin Che Wei tak berwenang karena bukan pejabat pemerintah. Apalagi ia merasa kewajiban itu terlalu berat. Perusahaannya juga sangsi akan transparansi distribusi setoran DMO minyak goreng dari para pengusaha itu ke masyarakat. “Dia main marah saja, padahal tak punya kewenangan apa-apa,” katanya.

Penolakan ini berbuah hukuman. Perusahaan taipan itu dinyatakan tak boleh mengekspor CPO dan turunannya lantaran tak memenuhi DMO. Pengusaha ini mengaku heran karena menganggap perusahaan lain juga pasti kesulitan memenuhi DMO sebanyak 30 persen. Tapi ekspor mereka mulus lantaran mematuhi omongan Lin Che Wei.

Dokumen yang diperoleh Tempo menuliskan Wilmar Group telah memenuhi DMO minyak goreng sebanyak 70 ribu ton. Dengan kewajiban ini, mereka memperoleh izin ekspor sebanyak 250 ribu ton selama Februari-Maret 2022.

PT Musim Mas tertulis telah berkomitmen menyuplai minyak goreng kemasan dan curah masing-masing sebesar 30 ribu ton. Maka perusahaan yang berpusat di Sumatera Utara itu mengantongi persetujuan ekspor 200 ribu ton. Adapun Permata Hijau Group mengalokasikan 5.000 ton minyak goreng kemasan dan 25 ribu ton curah ke pasar sehingga memperoleh kuota ekspor sebesar 150 ribu ton.

Namun bukan hanya urusan DMO yang muncul selama pemeriksaan di Kejaksaan. Penyidik mencecar Lin Che Wei dan para saksi lain soal pengiriman masing-masing sepuluh karton minyak goreng kemasan ke rumah Menteri Muhammad Lutfi dan Direktur Jenderal Indrasari Wisnu Wardhana. Jaksa menganggap karton minyak goreng itu sebagai kode suap.

Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan jaksa sudah mengantongi tangkapan layar percakapan pengiriman “minyak goreng” tersebut meski proses pembuktiannya masih remang-remang. Peristiwa ini bermula dari pernyataan Menteri Lutfi yang mengeluhkan istrinya kesulitan mendapatkan minyak goreng di pasar.

Ia menyampaikan hal ini pada saat rapat bersama para pengusaha kelapa sawit, Ahad, 27 Februari lalu. Mendengar keluhan itu, beberapa pengusaha mengirimkan masing-masing sepuluh karton minyak goreng ke rumah Lutfi dan Indrasari. Salah satu pengusaha yang ikut mengirim adalah M.P Tumanggor dari Wilmar Group.

Muhammad Lutfi tak kunjung merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 21 Mei lalu. Seorang anggota staf Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan mengatakan agenda bosnya padat sejak pertengahan Mei lalu. Ia juga menyatakan Menteri Lutfi belum berkomentar soal kasus minyak goreng ini. “Belum ada arahan dari atasan,” katanya.

LH, kakak kandung Lin Che Wei, mengatakan adiknya selama ini kooperatif saat diperiksa tim Kejaksaan Agung. Hingga Sabtu, 21 Mei lalu, Lin Che Wei tak kunjung menunjuk penasihat hukum. “Dia yakin tak bersalah,” ucapnya. Kakak Lin Che Wei meminta namanya tak disebutkan dengan alasan menjaga privasi.

Corporate Affair PT Musim Mas, Rapolo Hutabarat, tak meladeni permohonan wawancara Tempo. Permata Hijau Group juga tak merespons e-mail permintaan konfirmasi yang menjerat Stanley M.A.

Seorang pejabat Wilmar Group yang enggan namanya disebutkan mengatakan perusahaannya sudah mematuhi semua ketentuan seputar persetujuan ekspor CPO ataupun minyak goreng sesuai dengan peraturan. “Kami mendukung sepenuhnya penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung dan senantiasa kooperatif mendukung kebijakan pemerintah,” ujarnya.

•••

KEJAKSAAN Agung terus mendalami peran Lin Che Wei sebagai penentu kebijakan minyak goreng di Kementerian Perdagangan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah mengatakan, di sisi lain, Lin Che Wei mendapat bayaran miliaran rupiah dari para pengusaha sawit lantaran menjadi konsultan mereka. “Kami lihat dari transaksi dia, sebagai apa, kemudian dia kerja di mana. Ternyata kan konsultan,” tutur Febrie.

Menurut Febrie, Lin Che Wei selalu berperan dalam tiap kebijakan CPO dan minyak goreng yang disusun Kementerian. Itu sebabnya, penyidik turut mempersoalkan Kementerian Perdagangan yang merekrut Lin Che Wei tanpa surat keputusan dan kontrak. Sejauh ini jaksa telah mengantongi bukti berupa rekaman rapat daring, transaksi keuangan, dan komunikasi Lin Che Wei dengan Indrasari Wisnu Wardhana.

Pedagang tengah mengemas minyak goreng curah di Jakarta, 17 Mei 2022. (TEMPO/Tony Hartawan)

Sejak awal kasus ini terungkap, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sudah memberi sinyal akan memeriksa Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. “Bagi kami, siapa pun, termasuk menteri, jika cukup bukti dan fakta, akan kami periksa,” ucapnya.

Lin Che Wei menjabat anggota tim asistensi Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sejak 2019. Namun Airlangga mengaku sudah tidak memakai jasa Lin Che Wei sejak Maret lalu. “Sudah diberhentikan,” ujar Airlangga.

Dua orang yang mengetahui perkara ini mengatakan keterlibatan Lin Che Wei dalam kasus korupsi minyak goreng bermula dari panggilan telepon Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada awal Januari lalu. Saat itu Lutfi baru menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 Tahun 2022 yang mengatur harga eceran tertinggi minyak goreng Rp 14 ribu per liter.

Minyak goreng makin sulit dicari di pasar. Menteri Lutfi merasa anak buahnya tak mampu mengatasi kelangkaan ini. Ia lantas meminta bantuan Lin Che Wei untuk menjembatani pemerintah dengan pengusaha kelapa sawit. Lutfi mengenal dan mempercayai kemampuan Lin Che Wei karena selama ini ia kerap terlibat dalam berbagai kebijakan Kementerian Koordinator Perekonomian dan menjadi "arsitek" pendirian Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Setelah direkrut, Lin Che Wei selalu hadir dalam rapat daring dan luring antara Kementerian dan para pengusaha. Ia turut melibatkan lembaganya, IRAI, sebagai pemasok informasi. “Menteri Lutfi di depan para pengusaha mengatakan Lin Che Wei menjadi komandan urusan CPO ini,” kata sumber tadi.

Peran Lin Che Wei segera terasa. Sementara sebelumnya pegawai Kementerian Perdagangan kesulitan menghubungi para pemimpin perusahaan kelapa sawit, Lin Che Wei mampu menghubungi hampir semua pemilik perusahaan. Dalam berbagai rapat dan pertemuan dengan pengusaha, Lin Che Wei hadir sebagai perwakilan Menteri Lutfi.

Namun banyak pengusaha yang resistan dengan perilaku Lin Che Wei. Ia dikenal pemarah dan kerap berbicara kasar. Lin Che Wei bahkan tak ragu meluapkan amarahnya jika ada pengusaha yang ogah bekerja sama.

Dalam suatu rapat dengan para pengusaha minyak goreng, Lin Che Wei pernah memarahi salah seorang petinggi perusahaan minyak goreng yang juga pemilik jejaring supermarket terbesar lantaran menolak ikut program pemerintah. Ia juga membentak pengusaha tersebut karena tak menemukan minyak goreng di outlet supermarket perusahaannya.

Dalam kesempatan lain, akibat perilakunya itu, seorang pengusaha pernah walkout dari pertemuan setelah disemprot Lin Che Wei. “Dia memang full anger,” ujar teman dekat Lin Che Wei.

Selain Kejaksaan Agung, lembaga lain ikut mengendus bau tak sedap sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan CPO dan minyak goreng di Kementerian Perdagangan. Salah satunya Ombudsman Republik Indonesia, yang tengah menginvestigasi tujuh peraturan Menteri Perdagangan tentang CPO dan minyak goreng yang ditetapkan secara berdekatan.

Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan lembaganya telah memeriksa beberapa pejabat di Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan BPDPKS pada 10 Mei lalu. Tapi pemeriksaan itu tak lancar. “Ini pertama kali Ombudsman menjalankan pemeriksaan di bawah sumpah,” ucap Yeka pada Selasa, 17 Mei lalu.

Pengambilan sumpah dilakukan lantaran beberapa saksi tak memberikan keterangan secara gamblang. Ombudsman turut menelisik implementasi kebijakan Kementerian Perdagangan dalam mengatasi mahalnya harga minyak goreng yang berujung kelangkaan. “Mengapa implementasi kebijakannya gagal? Itu yang tengah kami telusuri,” tuturnya.

Penyelidikan berfokus pada masa 1 Januari hingga 15 Maret 2022 saat Kementerian Perdagangan menetapkan tujuh peraturan minyak goreng. Penetapan aturan ini dianggap makin aneh karena proses penyediaan minyak goreng di pasar masih lambat. Seseorang yang mengetahui penyelidikan ini menceritakan Ombudsman juga sudah mencium kejanggalan peran Lin Che Wei di Kementerian Perdagangan.

Warga antre untuk membeli minyak goreng curah yang sedang langka di salah satu distributor minyak goreng curah di sekitar Pasar Dargo, Semarang, Jawa Tengah, 6 April 2022. ANTARA /Aji Styawan/rwa.

Itu sebabnya Ombudsman turut mendalami motif dari lahirnya tujuh peraturan Menteri Perdagangan tersebut. Mereka juga menelisik kepentingan pengusaha dalam proses pembagian dan pencairan pemanfaatan dana biodiesel di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. “Nantinya hasil pemeriksaan Ombudsman berupa rekomendasi tindakan korektif atas kebijakan yang ada,” ujar Yeka.

Urusan bagi-bagi subsidi dana BPDPKS ini ditengarai turut menjadi salah satu faktor kelangkaan minyak goreng. Namun, saat ditemui wartawan Tempo pada 18 April lalu, Lin Che Wei membantah jika subsidi BPDPKS disebut menguntungkan pengusaha. “Meski perusahaan kelapa sawit yang mendapatkan subsidi, keuntungan terbesar tetap dirasakan oleh rakyat,” katanya.

FERDIANTO, JULNIS FIRMANSYAH, AGUNG SEDAYU, MUSTAFA SILALAHI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus