TAHUN 1879 Henry Ford datang ke Detroit, Anak imigran Irlandia
ini punya bakat mekanik luar biasa. Di kota itulah ia mulai
mengutak-atik berbagai macam mesin -- dari mesin jam sampai
mesin uap Tahun 1893 ia menciptakan motor satu silinder yang
menggunakan bahan bakar bensin. Dan tahun 1896 ia menyempurnakan
penemuannya yang kemudian menghasilkan sebuah mobil dengan mesin
dua silinder. Revolusi yang tercatat dari tangan mekanik ini
terjadi pada 1908. Tahun itu Henry Ford menciptakan sebuah
mobil yang dikenal dengan nama Model T.
Yang luar biasa, dari mobil 4 silinder yang punya kekuatan 20
tenaga kuda ini, sebenarnya bukan mesinnya -- tapi biaya
produksinya. Model T adalah mobil murah pertama, yang bisa
dibeli dengan harga hanya US$ 825 alias kurang dari Rp 0,75 juta
-- harga di Amerika. Langsung laku keras, Dalam jangka satu
tahun saja Ford berhasil menjual 10.000 buah. Lima tahun
kemudian meningkat jadi 250.000. Di tahun 1927 -- dalam sembilan
tahun -- ia tercatat sudah memproduksi l5 juta Model T.
Ini adalah awal kerajaan industri mobil Detroit, yang juga
dicatat sebagai awal industri Amerika. Cara memproduksi dan
menjual Model T sendiri sering disebut sebagai contoh bagi
seluruh industri di AS.
Dalam waktu setengah abad, Detroit bangkit menjadi kerajaan
industri mobil yang berpengaruh. Sokogurunya bahkan bukan cuma
Ford. Juga General Motors (GM, yang terkenal itu), Chrysler,
American Motors dan beberapa lagi. Yang diproduksi pun tidak
lagi mobil murah yang sederhana, tapi mobil-mobil besar, mewah,
dan bersayap -- dikenal sebagai mobil "gaya Amerika". Dari
keuntungan lokal, industri mobil Detroit membangun kekuatan
ekspor. Dan dari keuntungan ekspor Detroit bangkit sebagai kota
raksasa.
Ia menjadi urat nadi industri Amerika hingga kini. Menelan 60%
produksi karet sintetik Amerika, 50% produksi besi campuran, 33%
produksi seng, 25% produksi baja dan 17% produksi aluminium. Di
samping itu ada 650.000 perusahaan di sana yang terkait langsung
dengan industri mobil ini sebagai pensuplai.
Masuk akal bila ada semacam ketakutan yang luar biasa, kalau
angka-angka di Detroit menunjukkan tanda-tanda menurun. Beban
yang digantungkan pada kota itu terlampau banyak. Runtuhnya
Detroit bisa berarti lampu merah bagi industri Amerika.
Dan ketakutan itu pun menjadi kenyataan. Sedikit melampaui
setengal abad, grafik perkembangan industri mobil Detroit
menunjuk ke bawah. Bahkan dalam dasawarsa terakhir keadaan itu
semakin parah. Tercatat beberapa pabrik mobil bangkrut. Tiga
besar yang diandalkan -- Ford, Chrysler, GM -- juga sudah
menunjukkan tanda-tanda melemah.
Selama 18 bulan terakhir -- terhitung sampai akhir tahun lalu --
Chrysler terpaksa melepaskan keuntungan sebesar US$2 milyar.
Untung perusahaan ini bisa berjalan kembali milyar dari
Pemerintah Federal. Ford diperkirakan kehilangan keuntungan
juga, sebesar US$ 2 milyar. Sedang keuntungan GM tercatat
merosot US$ 412 juta. Ini catatan terburuk sejak 1921 300.000
pekerja -- eksekutif maupun buruh -- kehilangan jabatan. Dan
1469 dealer pindah usaha. Puluhan rencana dan proyek percobaan
baru dinyatakan ditutup. Tak ada biaya.
Tanda yang pasti, yang dapat menunjukkan merosotnya industri
mobil Amerika, adalah jumlah produksinya. Sejak 1978 turunnya
produksi tak dapat ditahan. Di tahun 1978 angka yang
ditunjukkannya adalah 9,3 juta, dan tahun lalu sudah menjadi 7
juta.
Barangkali cukup kompleks sebab-sebabnya. Tapi banyak pengamat,
seperti juga mungkin anda sendiri, sepakat menunjuk munculnya
industri mobil di Jepang sebagai salah satu sebab utama.
Pendekar timur dari negara matahari terbit ini memang patut
mengkhawatirkan Detroit.
Di tahun 1979 Jepang merebut supremasi industri mobil, setelah
di tahun 1978 menunjukkan angka sama dengan Amerika. Di tahun
1978 itu Jepang mencatat angka produksi hampir 9,3 juta. Lalu di
tahun 1979 meningkat menjadi 10 juta, dan di tahun 1980 naik
lagi menjadi 11 juta.
Dan separuh dari jumlah produksi itu diekspor. Dan hampir
seperempatnya, diekspor ke Amerika. Jumlah ini merebut hampir
30% pasaran mobil di negeri terakhir itu.
Dan persaingan itu menunjukkan keuntungan bagi Jepang -- karena
melonjaknya harga bahan bakar akibat embargo minyak Arab di
tahun 1974. Jepang sudah sejak lama memproduksi mobil yang
efisien dalam bahan bakar -- rata-rata hanya membutuhkan 1 liter
untuk 9 sampai 10 km. Sedang Amerika terbiasa membuat mobil
penyedot bahan bakar yang rakus. Mobil Amerika hanya bisa
berjalan 4 km tiap 1 liter. Bukankah ada lelucon, seperti pernah
ditulis oleh kolumnis humor Amerika, Art Buchwald, "mobil besar
membuat Amerika besar"?
Amerika ternyata tak mampu bersaing. Dan terpaksa melepaskan
pasaran yang dikuasai. Berbalik membuat mobil kecil yang efisien
dalam bahan bakar, membutuhkan waktu yang cukup lama dan
pembiayaan yang cukup besar. Hampir seluruh unit produksi harus
diubah. Dan biaya untuk mengganti unit-unit ini diperkirakan tak
kurang dari US$ 80 milyar.
Tapi tahun 1981 sebenarnya tahun harapan bagi industri mobil
Amerika. Mereka akhirnya toh berhasil menyiapkan sejumlah mobil
dengan konstruksi baru. Ford menyiapkan Erica: mobil kecil,
gabungan konstruksi Ford Pinto dan Mercury Bobcat, dua buah
model yang pernah diproduksi 10 tahun lalu. Erica dibuat
efisien: 14 km tiap 1 liter.
GM dalam pada itu menyiapkan Model A dan Model J yang merupakan
kelanjutan Model X yang sudah diproduksi duluan. Sebenarnya
sudah sejak dari Model X GM membuat mobil yang efisien: kecil,
dengan bentuk station wagon yang menarik. Chrysler merencanakan
akan mengeluarkan Model K, gabungan model Dodge Aries dan
Plymouth Reliant -- jadi masih bergaya Amerika -- dengan tenaga
penarik roda muka. Diharap bisa berjalan 8 sampai 9 km tiap 1
liter bahan bakar.
Di samping itu Detroit menjanjikan paket baru dalam produksinya
tahun ini. Sejumlah peralatan yang diatur dengan komputer akan
dipasang. Antara lain pada dashboard. Umpamanya tanda pengukur
bahan bakar: dengan sistem komputer keadaan tangki terlihat
dalam tanda tiga dimensi yang bisa mengontrol dengan lebih pas.
Cukupkah usaha-usaha ini untuk menyaingi Jepang? Rupanya tidak.
Ada kenyataan pahit lain yang harus ditelan Amerika: rangkaian
produksinya yang buruk, bila dibanding Jepang. Ward'sAuto World,
majalah industri yang berpengaruh, menyebutkan keunggulan mobil
Jepang didukung kualitas dan keterlibatan kerja yang sangat
tinggi pada buruh-buruhnya.
Tidak berlebihan. Industri mobil Jepang memang beruntung
memiliki para pekerja yang baik, yang sering sukar dimengerti
orang Amerika. Keluhan alienasi tak pernah terdengar di sini --
apalagi sabotase. Hubungan pekerja kelas buruh dan kelompok
eksekutif umumnya sangat baik. Dari mulai presiden direktur
sampai karyawan yang paling rendah dikenai peraturan yang
relatif sama. Seorang direktur pun tak pernah malu menggunakan
pakaian kerja.
Pembagian tanggungjawab antar kelompok juga cukup rapi: di
setiap sektor senantiasa terdapat pengawas dari kelompok
eksekutif naupun kelompok pekerja bersama-sama.
Produksi di Amerika, sebaliknya, sering terhambat oleh hal-hal
kecil akibat kelalaian buruh. Umpamanya: pemasangan roda macet
karena mesin pemasang tersumbat kulit kacang atau kaleng coca
cola. Ini bisa terjadi. Sedang di Jepang ada kebiasaan, setiap
buruh tanpa diperintah akan menjaga kebersihan lingkungan. Tak
seorang pun buruh Jepang malu menyapu tempat kerjanya, dan
budaya Jepang memang terhitung bersih dan apik.
Buruh Amerika juga terkenal manja: terlampau banyak menuntut
cuti. Mereka adalah produk budaya yang sudah terlalu sadar hak.
Akibatnya banyak dipekerjakan buruh pengganti yang tidak
trampil, dan produksi yang dihasilkan tentu saja buruk.
Bandingkan: di Jepang buruh tidak mengenal hari libur tambahan
seperti di Amerika yang diberikan setiap minggu. Jam kerja
karyawan Jepang setiap hari juga lebih panjang.
DAN di tengah perbandingan kualitas yang menyolok itu, buruh
Amerika dibayar lebih tinggi. Buruh bule itu mendapat US$ 17
tiap jam, sedang buruh Jepang hanya US$ 9. Pun dalam usaha
memperbaiki mutu, Amerika mempekerjakan sebuah tim khusus yang
dibayar US$ 10.000 untuk setiap penemuan. Sedang Jepang cukup
menjanjikan US$ 600 -- kepada siapa yang bisa menemukan
perbaikan di sektor mana pun.
Padahal, yang ternyata berharga mahal adalah kepercayaan kepada
buruh sebagai pribadi. Setiap pribadi buruh Jepang merupakan
sistem kontrol yang otonom. Seorang buruh setiap saat bisa saja
menekan tombol untuk menghentikan produksi bila ia melihat
sebuah kesalahan. Di Amerika, berdasar perjanjian, buruh yang
berani bertindak begitu segera dipecat.
Buruh Jepang juga terkenal tidak mudah pindah pekerjaan. Seperti
juga kesetiaan kepada Kaisar, di Jepang ada semacam keyakinan
bahwa pekerjaan yang baik adalah yang berlaku seumur hidup.
Lebih lagi karena sifat kelompok eksekutif di sana
menguntungkan. Biasanya eksekutif di Jepang tidak terlalu
diistimewakan. Bonus-bonus yang diberikan pada kelompok
eksekutif, tidak dikenal. Padahal di Amerika bisa mencapai US$ 1
juta setahun.
Karena sifat satria -- seperti seorang shogun -- kelompok
eksekutif Jepang, ada kecenderungan untuk melindungi bawahan.
Umpamanya, pemecatan buruh -- karena menurunnya produksi --
hampir tidak dikenal. Buruh yang menganggur tetap mendapat
bayaran, dan untuk itu kelompok eksekutif memotong gaji mereka.
Keunggulan Jepang itu memang diakui oleh banyak kalangan di
Amerika sendiri. Prof. Ezra Vogel dari Harvard University, dalam
bukunya Japan as Number One berpendapat, Amerika seharusnya
mempelajari sistem kerja Jepang. Sebagai bekas guru, Amerika tak
akan menemui hal-hal yang terlampau asing, katanya. Amerika
akan menemukan kembali masalah-masalah yang pernah dihadapinya,
tapi dengan sejumlah perbaikan.
Memang penemuan-penemuan Jepang tidak lebih jauh dari
memperbaiki apa yang pernah ditemukan Amerika. "Kami dinamis,
tapi kami bukan penemu," kata Ariyoshi Okumura, seorang peneliti
masalah industri pada Bank Industri Jepang.
Sudah sejak lama Jepang dikenal menjalankan pola imitasi dalam
membangun industri. Mempelajari macam-macam penemuan Barat,
memecah-mecahnya, kemudian memperbaiki bagian-bagiannya. Ada
semacam perfeksionisme dalam cara ini.
Dan di masa kini perfeksi yang tinggi itu semakin menonjol.
Mobil Amerika sering menemui kesulitan memasuki pasaran Jepang
karena tidak perfek. Ketika sebuah Chevrolet Model X -- yang
akan diekspor -- dikirim lebih dulu ke Jepang untuk inspeksi,
mobil contoh itu dikembalikan. Disertai daftar 105 permintaan
perbaikan.
Ditinjau dari keunggulan Jepang, barangkali bisa dikatakan,
'Abad Perfeksi' mulai menggantikan 'Abad Penemuan'. Bisakah
Detroit merebut kembali supremasinya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini