Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perang mobil Amerika-Jepang

Persaingan produksi dan pasaran mobil-mobil buatan as dan jepang. mobil jepang berhasil memasuki as. tapi mobil buatan as sulit masuk jepang. (sel)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN 1879 Henry Ford datang ke Detroit, Anak imigran Irlandia ini punya bakat mekanik luar biasa. Di kota itulah ia mulai mengutak-atik berbagai macam mesin -- dari mesin jam sampai mesin uap Tahun 1893 ia menciptakan motor satu silinder yang menggunakan bahan bakar bensin. Dan tahun 1896 ia menyempurnakan penemuannya yang kemudian menghasilkan sebuah mobil dengan mesin dua silinder. Revolusi yang tercatat dari tangan mekanik ini terjadi pada 1908. Tahun itu Henry Ford menciptakan sebuah mobil yang dikenal dengan nama Model T. Yang luar biasa, dari mobil 4 silinder yang punya kekuatan 20 tenaga kuda ini, sebenarnya bukan mesinnya -- tapi biaya produksinya. Model T adalah mobil murah pertama, yang bisa dibeli dengan harga hanya US$ 825 alias kurang dari Rp 0,75 juta -- harga di Amerika. Langsung laku keras, Dalam jangka satu tahun saja Ford berhasil menjual 10.000 buah. Lima tahun kemudian meningkat jadi 250.000. Di tahun 1927 -- dalam sembilan tahun -- ia tercatat sudah memproduksi l5 juta Model T. Ini adalah awal kerajaan industri mobil Detroit, yang juga dicatat sebagai awal industri Amerika. Cara memproduksi dan menjual Model T sendiri sering disebut sebagai contoh bagi seluruh industri di AS. Dalam waktu setengah abad, Detroit bangkit menjadi kerajaan industri mobil yang berpengaruh. Sokogurunya bahkan bukan cuma Ford. Juga General Motors (GM, yang terkenal itu), Chrysler, American Motors dan beberapa lagi. Yang diproduksi pun tidak lagi mobil murah yang sederhana, tapi mobil-mobil besar, mewah, dan bersayap -- dikenal sebagai mobil "gaya Amerika". Dari keuntungan lokal, industri mobil Detroit membangun kekuatan ekspor. Dan dari keuntungan ekspor Detroit bangkit sebagai kota raksasa. Ia menjadi urat nadi industri Amerika hingga kini. Menelan 60% produksi karet sintetik Amerika, 50% produksi besi campuran, 33% produksi seng, 25% produksi baja dan 17% produksi aluminium. Di samping itu ada 650.000 perusahaan di sana yang terkait langsung dengan industri mobil ini sebagai pensuplai. Masuk akal bila ada semacam ketakutan yang luar biasa, kalau angka-angka di Detroit menunjukkan tanda-tanda menurun. Beban yang digantungkan pada kota itu terlampau banyak. Runtuhnya Detroit bisa berarti lampu merah bagi industri Amerika. Dan ketakutan itu pun menjadi kenyataan. Sedikit melampaui setengal abad, grafik perkembangan industri mobil Detroit menunjuk ke bawah. Bahkan dalam dasawarsa terakhir keadaan itu semakin parah. Tercatat beberapa pabrik mobil bangkrut. Tiga besar yang diandalkan -- Ford, Chrysler, GM -- juga sudah menunjukkan tanda-tanda melemah. Selama 18 bulan terakhir -- terhitung sampai akhir tahun lalu -- Chrysler terpaksa melepaskan keuntungan sebesar US$2 milyar. Untung perusahaan ini bisa berjalan kembali milyar dari Pemerintah Federal. Ford diperkirakan kehilangan keuntungan juga, sebesar US$ 2 milyar. Sedang keuntungan GM tercatat merosot US$ 412 juta. Ini catatan terburuk sejak 1921 300.000 pekerja -- eksekutif maupun buruh -- kehilangan jabatan. Dan 1469 dealer pindah usaha. Puluhan rencana dan proyek percobaan baru dinyatakan ditutup. Tak ada biaya. Tanda yang pasti, yang dapat menunjukkan merosotnya industri mobil Amerika, adalah jumlah produksinya. Sejak 1978 turunnya produksi tak dapat ditahan. Di tahun 1978 angka yang ditunjukkannya adalah 9,3 juta, dan tahun lalu sudah menjadi 7 juta. Barangkali cukup kompleks sebab-sebabnya. Tapi banyak pengamat, seperti juga mungkin anda sendiri, sepakat menunjuk munculnya industri mobil di Jepang sebagai salah satu sebab utama. Pendekar timur dari negara matahari terbit ini memang patut mengkhawatirkan Detroit. Di tahun 1979 Jepang merebut supremasi industri mobil, setelah di tahun 1978 menunjukkan angka sama dengan Amerika. Di tahun 1978 itu Jepang mencatat angka produksi hampir 9,3 juta. Lalu di tahun 1979 meningkat menjadi 10 juta, dan di tahun 1980 naik lagi menjadi 11 juta. Dan separuh dari jumlah produksi itu diekspor. Dan hampir seperempatnya, diekspor ke Amerika. Jumlah ini merebut hampir 30% pasaran mobil di negeri terakhir itu. Dan persaingan itu menunjukkan keuntungan bagi Jepang -- karena melonjaknya harga bahan bakar akibat embargo minyak Arab di tahun 1974. Jepang sudah sejak lama memproduksi mobil yang efisien dalam bahan bakar -- rata-rata hanya membutuhkan 1 liter untuk 9 sampai 10 km. Sedang Amerika terbiasa membuat mobil penyedot bahan bakar yang rakus. Mobil Amerika hanya bisa berjalan 4 km tiap 1 liter. Bukankah ada lelucon, seperti pernah ditulis oleh kolumnis humor Amerika, Art Buchwald, "mobil besar membuat Amerika besar"? Amerika ternyata tak mampu bersaing. Dan terpaksa melepaskan pasaran yang dikuasai. Berbalik membuat mobil kecil yang efisien dalam bahan bakar, membutuhkan waktu yang cukup lama dan pembiayaan yang cukup besar. Hampir seluruh unit produksi harus diubah. Dan biaya untuk mengganti unit-unit ini diperkirakan tak kurang dari US$ 80 milyar. Tapi tahun 1981 sebenarnya tahun harapan bagi industri mobil Amerika. Mereka akhirnya toh berhasil menyiapkan sejumlah mobil dengan konstruksi baru. Ford menyiapkan Erica: mobil kecil, gabungan konstruksi Ford Pinto dan Mercury Bobcat, dua buah model yang pernah diproduksi 10 tahun lalu. Erica dibuat efisien: 14 km tiap 1 liter. GM dalam pada itu menyiapkan Model A dan Model J yang merupakan kelanjutan Model X yang sudah diproduksi duluan. Sebenarnya sudah sejak dari Model X GM membuat mobil yang efisien: kecil, dengan bentuk station wagon yang menarik. Chrysler merencanakan akan mengeluarkan Model K, gabungan model Dodge Aries dan Plymouth Reliant -- jadi masih bergaya Amerika -- dengan tenaga penarik roda muka. Diharap bisa berjalan 8 sampai 9 km tiap 1 liter bahan bakar. Di samping itu Detroit menjanjikan paket baru dalam produksinya tahun ini. Sejumlah peralatan yang diatur dengan komputer akan dipasang. Antara lain pada dashboard. Umpamanya tanda pengukur bahan bakar: dengan sistem komputer keadaan tangki terlihat dalam tanda tiga dimensi yang bisa mengontrol dengan lebih pas. Cukupkah usaha-usaha ini untuk menyaingi Jepang? Rupanya tidak. Ada kenyataan pahit lain yang harus ditelan Amerika: rangkaian produksinya yang buruk, bila dibanding Jepang. Ward'sAuto World, majalah industri yang berpengaruh, menyebutkan keunggulan mobil Jepang didukung kualitas dan keterlibatan kerja yang sangat tinggi pada buruh-buruhnya. Tidak berlebihan. Industri mobil Jepang memang beruntung memiliki para pekerja yang baik, yang sering sukar dimengerti orang Amerika. Keluhan alienasi tak pernah terdengar di sini -- apalagi sabotase. Hubungan pekerja kelas buruh dan kelompok eksekutif umumnya sangat baik. Dari mulai presiden direktur sampai karyawan yang paling rendah dikenai peraturan yang relatif sama. Seorang direktur pun tak pernah malu menggunakan pakaian kerja. Pembagian tanggungjawab antar kelompok juga cukup rapi: di setiap sektor senantiasa terdapat pengawas dari kelompok eksekutif naupun kelompok pekerja bersama-sama. Produksi di Amerika, sebaliknya, sering terhambat oleh hal-hal kecil akibat kelalaian buruh. Umpamanya: pemasangan roda macet karena mesin pemasang tersumbat kulit kacang atau kaleng coca cola. Ini bisa terjadi. Sedang di Jepang ada kebiasaan, setiap buruh tanpa diperintah akan menjaga kebersihan lingkungan. Tak seorang pun buruh Jepang malu menyapu tempat kerjanya, dan budaya Jepang memang terhitung bersih dan apik. Buruh Amerika juga terkenal manja: terlampau banyak menuntut cuti. Mereka adalah produk budaya yang sudah terlalu sadar hak. Akibatnya banyak dipekerjakan buruh pengganti yang tidak trampil, dan produksi yang dihasilkan tentu saja buruk. Bandingkan: di Jepang buruh tidak mengenal hari libur tambahan seperti di Amerika yang diberikan setiap minggu. Jam kerja karyawan Jepang setiap hari juga lebih panjang. DAN di tengah perbandingan kualitas yang menyolok itu, buruh Amerika dibayar lebih tinggi. Buruh bule itu mendapat US$ 17 tiap jam, sedang buruh Jepang hanya US$ 9. Pun dalam usaha memperbaiki mutu, Amerika mempekerjakan sebuah tim khusus yang dibayar US$ 10.000 untuk setiap penemuan. Sedang Jepang cukup menjanjikan US$ 600 -- kepada siapa yang bisa menemukan perbaikan di sektor mana pun. Padahal, yang ternyata berharga mahal adalah kepercayaan kepada buruh sebagai pribadi. Setiap pribadi buruh Jepang merupakan sistem kontrol yang otonom. Seorang buruh setiap saat bisa saja menekan tombol untuk menghentikan produksi bila ia melihat sebuah kesalahan. Di Amerika, berdasar perjanjian, buruh yang berani bertindak begitu segera dipecat. Buruh Jepang juga terkenal tidak mudah pindah pekerjaan. Seperti juga kesetiaan kepada Kaisar, di Jepang ada semacam keyakinan bahwa pekerjaan yang baik adalah yang berlaku seumur hidup. Lebih lagi karena sifat kelompok eksekutif di sana menguntungkan. Biasanya eksekutif di Jepang tidak terlalu diistimewakan. Bonus-bonus yang diberikan pada kelompok eksekutif, tidak dikenal. Padahal di Amerika bisa mencapai US$ 1 juta setahun. Karena sifat satria -- seperti seorang shogun -- kelompok eksekutif Jepang, ada kecenderungan untuk melindungi bawahan. Umpamanya, pemecatan buruh -- karena menurunnya produksi -- hampir tidak dikenal. Buruh yang menganggur tetap mendapat bayaran, dan untuk itu kelompok eksekutif memotong gaji mereka. Keunggulan Jepang itu memang diakui oleh banyak kalangan di Amerika sendiri. Prof. Ezra Vogel dari Harvard University, dalam bukunya Japan as Number One berpendapat, Amerika seharusnya mempelajari sistem kerja Jepang. Sebagai bekas guru, Amerika tak akan menemui hal-hal yang terlampau asing, katanya. Amerika akan menemukan kembali masalah-masalah yang pernah dihadapinya, tapi dengan sejumlah perbaikan. Memang penemuan-penemuan Jepang tidak lebih jauh dari memperbaiki apa yang pernah ditemukan Amerika. "Kami dinamis, tapi kami bukan penemu," kata Ariyoshi Okumura, seorang peneliti masalah industri pada Bank Industri Jepang. Sudah sejak lama Jepang dikenal menjalankan pola imitasi dalam membangun industri. Mempelajari macam-macam penemuan Barat, memecah-mecahnya, kemudian memperbaiki bagian-bagiannya. Ada semacam perfeksionisme dalam cara ini. Dan di masa kini perfeksi yang tinggi itu semakin menonjol. Mobil Amerika sering menemui kesulitan memasuki pasaran Jepang karena tidak perfek. Ketika sebuah Chevrolet Model X -- yang akan diekspor -- dikirim lebih dulu ke Jepang untuk inspeksi, mobil contoh itu dikembalikan. Disertai daftar 105 permintaan perbaikan. Ditinjau dari keunggulan Jepang, barangkali bisa dikatakan, 'Abad Perfeksi' mulai menggantikan 'Abad Penemuan'. Bisakah Detroit merebut kembali supremasinya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus