Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Peristiwa

20 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada kejutan pada Hari Kemerdekaan. Pekan lalu, Jaksa Agung Marzuki Darusman, usai menghadiri upacara detik-detik proklamasi di Istana Merdeka, menyatakan bekas Menteri Pertambangan dan Energi, Ginandjar Kartasasmita, diminta tidak ke luar negeri. Ginandjar, yang kini Wakil Ketua MPR, diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan KKN di Pertamina, kontrak karya di Freeport, proyek kilang Balongan, serta PLTU Paiton. Ginandjar sendiri sudah pernah membantah keterlibatan dirinya dalam kasus-kasus itu, antara lain dengan memberi keterangan di depan anggota Komisi VIII DPR dan datang sendiri ke Kejaksaan Agung. ''Saya gembira mendapat forum untuk mengklarifikasi dugaan itu," katanya kepada TEMPO.

Alasan Marzuki melarang Ginandjar ke luar negeri semata-mata untuk kepentingan pemeriksaan. Presiden Abdurrahman malah lebih tegas, pelarangan itu berkaitan dengan hasil kerja keras Kejaksaan Agung dan polisi mengumpulkan bukti hukum praktek korupsi di masa lalu. ''Karena para pelaku praktek KKN itu sungguh pintar menyembunyikan jejaknya," ujarnya. Akankah status Ginandjar meningkat menjadi tersangka?

***

Nama Kepala Staf Angkatan Darat, Tyasno Sudarto, disebut-sebut dalam sidang kasus uang palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu. Terdakwa Mayor TNI AD (Purn.) Ismail Saputra mengaku bertemu Tyasno, bekas Panglima Kodam Diponegoro, di Hotel Sentral, Jakarta Pusat, pada Juli 1999. Menurut Ismail, Tyasno selalu mengawasi percetakan dan menyortir uang palsu di rumah Yustinus di Palmerah, Jakarta. Dari Rp 19,2 miliar uang palsu yang dicetak, Tyasno hanya mengambil Rp 1,8 miliar, dan meminta uang palsu yang lainnya dimusnahkan.

Uang palsu yang dicetak, menurut bekas anggota combat intelligence TNI AD itu, akan digunakan untuk mendanai milisi prointegrasi di Timor Timur. ''Tyasno mengatakan, situasi kita terganggu, membutuhkan dana untuk melengkapi milisi dengan senjata, kalau tidak mau gagal dalam jajak pendapat," kata Ismail dalam keterangannya kepada majelis hakim yang dipimpin Hakim Poerwanto. ''Karena menyangkut kepentingan negara, saya yakin perbuatan ini merupakan pengabdian, karena saya bekas prajurit,'' kata Ismail.

***

Gubernur Bank Indonesia nonaktif, Syahril Sabirin, belum menyerah. Jumat dua pekan lalu, melalui penasihat hukumnya, ia mengajukan praperadilan terhadap Jaksa Agung. Permohonan yang diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu menggugat penahanan dirinya di tahanan kejaksaan sejak 21 Juni, karena dianggap cacat hukum dan tidak sah.

Selasa pekan lalu, Ketua PN Jakarta Selatan, Lalu Mariyun, menunjuk Hakim Usman Dani Achman untuk menangani gugatan praperadilan itu. ''Selasa, 22 Agustus, sidang itu digelar," katanya. Jaksa Agung Marzuki pun tak mundur dengan gugatan itu, ''Kami akan melayaninya." Adapun masa penahanan Syahril Sabirin diperpanjang untuk ketiga kalinya.

***

Rencana ruwatan, yang sempat dikiritik menjelang sidang MPR, akhirnya dilaksanakan juga, Jumat pekan lalu, di depan Balairung Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Walaupun Presiden Abdurrahman Wahid hadir, yang diruwat bukan dirinya, tapi 11 orang, antara lain Profesor Sayogya, Profesor Kunto Wibisono, Mayjen (Purn.) Haryadi Darmawan. ''Kami ini mewakili bangsa Indonesia," kata Profesor Edi Swasono, salah seorang yang diruwat. ''Angka sebelas itu berarti pasopati, yaitu senjata pamungkas Arjuna. Selain itu, sebelas dalam bahasa Jawa berarti welas, yaitu meminta kawelasan kepada Tuhan,'' ujar Swasono lagi.

Presiden Abdurrahman dalam pidatonya menyatakan akan membentuk dewan yang mengurusi kebudayaan. ''Yang paling tepat untuk mengurusi seperti itu Ngarso Dalem (Sultan HB X). Beliau yang dapat mempersatukan birokrasi dan budaya," kata Gus Dur.

***

Ke mana raibnya empat aktivis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang pernah melakukan aksi mogok makan di gedung MPR/DPR? Sampai pekan lalu tak jelas juntrungannya. Aparat keamanan cuci tangan, dan justru kepolisian kini dibuat sibuk ikut mencarinya.

Kejadiannya bermula dari aksi 50 aktivis KPA di depan ruang sidang Komisi B Gedung MPR/DPR . Empat peserta aksi, yang menuntut agar pembaruan agraria dibicarakan di sidang itu, melakukan mogok makan. Mereka sempat bertemu Wakil Ketua MPR, Yusuf Amir Faisal. Namun, karena tak ada janji tertulis untuk membicarakan tuntutan itu, aksi dilanjutkan.

Malamnya, datang 50 anggota Brigade Mobil, mengangkat paksa empat orang yang mogok makan ke mobil ambulans bertuliskan RS Kramatjati. Lewat mobil ambulans itulah keempat aktivis itu dibawa keluar Gedung MPR. Sampai Jumat pekan lalu keempat aktivis yang diangkut polisi hilang tak tentu rimbanya. Pemimpin KPA, Dianto Bachriadi, sudah mencari ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, tapi tak ada.

Menurut Komandan Serse Polda Metro Jaya, Superintenden Setiyanto, keempat orang itu minta diturunkan di depan kantor Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Setiyanto berkata, ''Kami tidak bertanggung jawab lagi atas nasib keempat orang itu. Saya heran, kok, diberitakan hilang."

Ahmad Taufik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus