Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jayapura Rusuh, Kapolresta Dicopot
BENTROKAN antara polisi dan pengunjung sidang Pengadilan Negeri Jayapura berbuntut pencopotan pejabat polisi. Ajun Komisaris Besar Polisi Muhamad Son Ani diberhentikan dari jabatan Kepala Polresta Jayapura, Papua, Kamis pekan lalu. Penggantinya adalah Ajun Komisaris Besar Polisi Paulus Water Paw, yang sebelumnya Kepala Polres Mimika.
Kerusuhan di Pengadilan Negeri Jayapura terjadi saat jaksa menuntut Philip Karma dan Yusak Pakage, dua tersangka makar, dengan hukuman lima tahun penjara, Selasa pekan lalu. Polisi dianggap bertindak berlebihan dalam mengatasi massa yang berunjuk rasa di luar halaman pengadilan. Akibatnya, belasan orang terluka. Mabes Polri melihat Son Ani bertanggung jawab atas tindakan anak buahnya.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Polisi Soenarko, mengatakan Son Ani ditarik menjadi perwira menengah di Polda Papua. “Pencopotan ini juga (bertujuan) agar tidak mempengaruhi proses penyelidikan dan penyidikan,” kata Soenarko. Hingga kini polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus bentrokan ini. Sembilan orang anggota Polresta Papua yang diduga terlibat dalam bentrokan tersebut masih diperiksa di Polda Papua.
Penjara untuk Waris Halid
MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menghukum Abdul Waris Halid satu setengah tahun penjara plus denda Rp 200 juta, Kamis pekan lalu. Kepala Divisi Perdagangan Umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) ini dinyatakan bersalah memalsukan dokumen importasi kepabeanan dalam kasus penyelundupan 56.000 ton gula ilegal dari Thailand. Sebelumnya, Jaksa Susanto menuntut Waris dihukum penjara lima tahun dan denda Rp 250 juta.
Berdasarkan keterangan 36 saksi, adik Ketua Umum Inkud Nurdin Halid itu bersama Jack Tanim dan Andi Bahdar Saleh (keduanya belum tertangkap) serta Effendy Kemek (vonis penjara satu tahun delapan bulan) melakukan kejahatan dalam pengurusan proses impor gula pasir kristal putih. Dalam proses tersebut, mereka mengatasnamakan PT Perkebunan Nusantara X.
Halid, yang ditahan sejak akhir Juli tahun lalu, menolak dikatakan terlibat pemalsuan dokumen. ”Pemalsuan dokumen itu kan sudah ada yang mengakui, yaitu Effendy Kemek,” katanya seusai persidangan. Kuasa hukum terdakwa akan mengajukan banding. Jaksa juga mengaku tidak puas. ”Kami akan mengajukan memori banding minggu depan,” tuturnya.
Eselon I Departemen Dalam Negeri
SEBELAS pejabat eselon I di lingkungan Departemen Dalam Negeri akhirnya terpilih. Kamis pekan lalu Menteri Dalam Negeri Mohamad Ma’ruf melantik para pejabat itu. Di antara mereka, empat adalah muka lama. Dari tujuh yang baru, empat di antaranya berasal dari Sulawesi Selatan. Mereka adalah Kautsar A.S., Abdul Rasjid Saleh, Daeng Mohammad Nazier, dan Syamsul Arif Rivai.
Terpilihnya pejabat asal Sulawesi Selatan itu disebut-sebut karena peran Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla, berasal dari Makassar, adalah bagian dari Tim Penilai Akhir (TPA) bagi pemilihan para pejabat di Departemen Dalam Negeri itu. Menurut Mohamad Ma’ruf, terpilihnya empat pejabat asal Sulawesi Selatan itu hanya kebetulan semata. ”Semua untuk kepentingan organisasi,” katanya. Kalla sendiri menolak jika pengangkatan itu berlatar nepotisme.
Dalam proses pemilihan pejabat eselon I, Menteri Dalam Negeri menyampaikan usulan nama-nama kepada TPA. Tim ini yang memutuskan.
Hakim PK Tommy Dirombak
KETUA Mahkamah Agung, Bagir Manan, Jumat pekan lalu memberi kejutan. Kepada wartawan, dia mengumumkan penggantian total majelis hakim peninjauan kembali (PK) kasus Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Pergantian ini, ujar Bagir, terkait dengan selentingan suap dan ancaman yang menerpa majelis hakim. Mahkamah Agung (MA) menerima banyak surat kaleng soal kredibilitas para hakim. ”Itu sangat mengganggu integritas hakim,” ujar Bagir.
Dalam PK kasus Tommy Soeharto ini, Bagir menyatakan akan memimpin langsung majelis hakim menggantikan German Hudiarto. Sedangkan anggota majelisnya, Bagir menunjuk empat hakim senior: Abdul Kadir Mappong, Arifin Tumpa, Mugiharjo, dan Iskandar Kamil. Mereka akan dikontrol agar terbebas dari rumor suap.
Juli 2002 Tommy Soeharto divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putra bungsu mantan presiden Soeharto ini dinyatakan terbukti menjadi dalang pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Ketika itu Tommy menyatakan menerima putusan majelis hakim yang dipimpin Amirudin Zakaria. Tapi, vonis 15 tahun penjara itu menuai protes. Soalnya, Noval Hadad dan Mulawarman, eksekutor suruhan Tommy, justru mendapat vonis penjara seumur hidup. ”Seharusnya dalang pembunuhan dihukum lebih berat dari eksekutor,” ujar Frans Hendra Winarta, praktisi hukum.
Gempa Guncang Sibolga
Gempa kembali terjadi di beberapa wilayah di Sumatera, seperti Sibolga dan Padang, Sabtu pekan lalu. Guncangan selama 10 detik itu berpusat di 115 kilometer selatan Sibolga pada kedalaman 30 kilometer dari dasar laut dan kekuatan 6,9 skala Richter.
Menurut Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika, Gunawan Ibrahim, getaran dirasakan seluruh penduduk di Sibolga dan Padang. “Berarti gempa yang terjadi pukul 12.05 itu cukup keras,” katanya. Namun, sejauh ini tak ada korban atas kejadian tersebut.
Tertib Sipil untuk Aceh
STATUS darurat sipil di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berakhir. Rabu pekan lalu, pemerintah mengumumkan status bumi Serambi Mekah itu menjadi tertib sipil. Status baru itu mulai diberlakukan pada 18 Mei 2005. ”Situasi keamanan Aceh sudah membaik,” kata Widodo A.S., Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Dengan status barunya itu, Nanggroe Aceh Darussalam dianggap sama dengan provinsi lainnya. Konsekuensinya, pelbagai hukum darurat sipil—seperti ”KTP merah putih”, pembatasan masuknya warga asing, dan kontrol terhadap aktivitas politik masyarakat—dihilangkan. Selain itu, jumlah pasukan tempur organik di Aceh akan dikurangi.
Panglima Daerah Militer Iskandar Muda, Mayjen Supiadin A.S., mengatakan kondisi keamanan di Aceh telah membaik. Tapi Supiadin mengakui pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih menyisakan kekuatan yang tidak boleh dianggap enteng. Dari operasi intelijen, Supiadin memperkirakan GAM masih memiliki 1.400 personel dan 400 pucuk senjata.
SCTV versus Revrisond
PRESENTER stasiun televisi SCTV, Rosiana Silalahi dan Bayu Sutiono, Jumat pekan lalu menyatroni markas Polda Yogyakarta. Bukan untuk meliput kegiatan di sana, melainkan melaporkan ekonom asal Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir. Kedua pegawai SCTV itu didampingi pengacara perusahaan itu, Bambang Widjojanto.
Revrisond dituduh mencemarkan nama baik SCTV. Tudingan ini bermula dari sepucuk surat elektronik yang memuat komentar pengamat ekonomi itu yang disebarkan melalui pelbagai milis.
Surat elektronik itu membicarakan pertunjukan wicara (talk show) yang dipandu Rosiana Silalahi. Dalam acara bertema ”Pro dan Kontra Kenaikan BBM” yang digelar 1 Maret 2005 itu, hadir dua narasumber, Ketua Bappenas Sri Mulyani dan ekonom Revrisond Baswir.
Revrisond menganggap SCTV tak bersikap adil karena berpihak pada pemerintah lantaran memberi 80 persen waktu tayang kepada Sri Mulyani, yang pro-kenaikan harga BBM. Adapun Revrisond, yang menolak kenaikan harga BBM, hanya diberi sedikit waktu.
Revrisond menuduh SCTV. ”Itu blocking time ,” ujar Revrisond dalam e-mail berjudul ”Sensor SCTV terhadap Ekonomi Rakyat” itu. ”Mereka dibayar 350 juta”.
Mendapat tudingan tidak sedap, SCTV meradang. Menurut Bambang Widjojanto, kredibilitas kliennya menjadi taruhan. Surat elektronik yang disebarkan Revrisond, kata dia, dapat mencederai reputasi dan nama baik SCTV—stasiun televisi yang telah go public. ”Langkah hukum ini untuk memulihkan nama baik klien saya,” kata Bambang.
Revrisond tidak mudah digertak. ”Silakan saja. Kita lihat nanti,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo