Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPEKAN terakhir ini sembilan jaksa penelisik perkara Sistem Administrasi Badan Hukum alias Sisminbakum sibuk bukan kepalang. Dipimpin jaksa Hartadi, tim dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus itu memeriksa secara maraton belasan saksi untuk tersangka Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibjo. ”Sehari bisa lima saksi,” kata Esther PT Sibuea, salah seorang penyidik.
Pemeriksaan dikebut lantaran batas penyidikan akan berakhir tiga pekan lagi dan masih banyak saksi yang harus diperiksa. Jaksa baru memeriksa tersangka dan sejumlah saksi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Koperasi Pengayoman Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta perusahaan pembuat aplikasi Sisminbakum.
Sebagian terpidana juga sudah diperiksa, termasuk bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Romli Atmasasmita dan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika Yohanes Waworuntu. Pada 12 Mei lalu, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi jaksa dan menghukum Yohanes lima tahun penjara. Yohanes juga harus membayar ganti rugi Rp 378 miliar. Sedangkan Romli masih menunggu putusan kasasi. Di pengadilan negeri, Romli divonis dua tahun, dan di tingkat banding hukuman itu dikorting jadi satu tahun.
Dari sisa waktu yang ada, menurut Esther, penyidik masih harus memeriksa saksi dari PT Sarana sebagai rekanan, bank penampung duit, notaris, dan saksi ahli. Ditemui Tempo di ruang kerjanya, Direktur Penyidikan Pidana Khusus Arminsyah mengatakan keterangan para saksi dalam perkara Yusril dan Hartono sangat penting. Alasannya, kata dia, kedua tersangka selalu berkelit setiap kali diperiksa. ”Saksi dan barang bukti ini yang nanti diuji di pengadilan,” katanya.
Dalam kasus yang diduga membuat negara tekor sampai Rp 420 miliar itu, jaksa menuduh Yusril karena perannya sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang menerbitkan surat keputusan pemberlakuan Sisminbakum. Yusril jugalah yang menerbitkan surat keputusan penunjukan PT Sarana dan Koperasi Pengayoman sebagai pengelola sistem online kenotariatan itu. Penyidik juga menduga Yusril ikut menikmati duit proyek itu.
Adapun tuduhan ke Hartono, menurut Arminsyah, dialah yang memaraf dan menyetujui draf perjanjian pembagian access fee: 90 persen untuk PT Sarana dan sisanya buat Koperasi. Menurut jaksa, ia jugalah yang meneken hampir semua pengeluaran PT Sarana karena perannya sebagai pelengkap tanda tangan direktur utama atau countersign. Di pengadilan Yohanes, saksi dari Bank Danamon yang menampung duit Sisminbakum, Tien Novianti dan Mery Effendi, membenarkan soal peran Hartono ini.
Yohanes punya versi lain tentang peran mantan bosnya itu. Hartono, kata dia, adalah pengendali utama, termasuk dalam hal pencairan uang. Menurut Yohanes, Hartonolah yang mendirikan PT Sarana. Penyidik sendiri belum mendalami soal ini. ”Kami masih berkonsentrasi di countersign itu,” kata Esther.
Baik Yusril maupun Hartono terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Merujuk ketentuan acara pidana, tersangka yang diancam hukuman di atas lima tahun bisa dikenai penahanan. Kendati alasan obyektif terpenuhi, yaitu ancaman hukuman itu, menurut Arminsyah, keduanya tak ditahan karena alasan subyektifnya belum ada. Alasan itu misalnya tersangka melarikan diri, mengulangi perbuatan, dan menghilangkan barang bukti.
Menurut Arminsyah, barang bukti sudah disita dan tersangka juga sudah tidak menjabat lagi sehingga mereka tak bisa menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan. ”Mereka juga sudah dicekal,” katanya.
Meski sempat pergi ke Taiwan sehari sebelum penetapan tersangka dan surat cegah-tangkalnya keluar, Hartono masih dianggap kooperatif oleh kejaksaan. Ia memenuhi panggilan pemeriksaan setelah panggilan kedua dilayangkan, dua pekan kemudian. Sejauh ini, Hartono sudah tiga kali diperiksa. Kepada penyidik, ia membantah semua tudingan Yohanes.
Menurut pengacara Hartono, Hotman Paris Hutapea, dalam setiap pemeriksaan kliennya mengaku tidak punya peran apa-apa di PT Sarana. Hartono, kata Hotman, memang pernah meminjam satu dari sepuluh ribu saham di PT Sarana, tapi bukan sebagai pemegang saham. Namun, dari dokumen perubahan anggaran dasar PT Sarana di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 2004-2008, yang salinannya diperoleh Tempo, Hartono tercatat sebagai pemegang saham dan menjabat wakil komisaris utama.
Melalui pengacaranya, Hartono juga membantah menjadi pendiri PT Sarana. Ia balik menyebut Yohanes sebagai orang yang memiliki peran besar di perusahaan itu, termasuk dalam urusan pencairan duit Sisminbakum. ”Pengeluaran itu peran direktur utama,” kata Hotman.
Kendati selalu memenuhi panggilan kejaksaan, Yusril punya cara sendiri untuk berkelit. Pada panggilan pertama, 1 Juli lalu, ia memprotes penetapannya sebagai tersangka dan menolak diperiksa. Yusril menilai posisi Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung pada kabinet saat ini tak sah karena tidak pernah dilantik Presiden. Sempat terjadi insiden penutupan pintu gerbang saat ia hendak meninggalkan kompleks Kejaksaan Agung. Tak terima perlakuan itu, ia mengadukan Hendarman dan anak buahnya ke Markas Besar Kepolisian RI karena dianggap sewenang-wenang.
Tak cuma itu, Yusril juga mengajukan uji materi Undang-Undang Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi untuk menilai keabsahan Hendarman. Yusril kecewa karena yang mewakili pemerintah di sidang itu adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, bukan Hendarman. ”Karena Hendarman yang menantang saya berdebat di pengadilan. Tapi apa boleh buat,” katanya.
Sebelumnya, Hendarman mempersilakan Yusril menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara soal tudingannya itu. Karena berharap bisa berhadapan dengan Hendarman, Yusril memilih menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Dengan dalih menunggu putusan uji materi ini, Yusril tidak mau menjawab pertanyaan penyidik saat diperiksa pada 12 dan 20 Juli lalu.
Upaya lepas dari jerat hukum juga digalang Romli. Pada 22 Juli lalu, ia mengadu ke Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Romli menuding kejaksaan merekayasa kasusnya karena tak pernah bisa menunjukkan dokumen asli bukti keterlibatannya. Ia menunjuk salinan surat perjanjian pembagian access fee antara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan Koperasi Pengayoman serta kuitansi penerimaan uang yang dibubuhi tanda tangannya. Bukti ini dianggap Romli palsu. ”Karena saya tak pernah menandatanganinya,” katanya.
Tak mau ketinggalan, pihak Hartono juga mulai bergerilya mencari peluang supaya lolos dari jerat hukum. Di antaranya ”mengirim” adiknya, Bambang Hary Tanoesoedibjo, menemui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Mohammad Amari.
Setelah mendapat kritik kanan-kiri lantaran dinilai ragu-ragu menetapkan status Yusril dan Hartono, kini kejaksaan pasang target: 60 hari berkas penyidikan selesai. ”Segera dibawa ke tahap penuntutan,” ujar Arminsyah. Soal tudingan Romli pun ditanggapi enteng. ”Tunggu saja putusan kasasi nya,” ujarnya. Dia yakin Romli bersalah karena saksi dan bukti juga menguatkan hal itu, termasuk pengakuan mantan Ketua Koperasi Ali Amran Jannah yang jelas menyebut peran Romli.
Soal ”gerilya” Yusril dan Hartono, Arminsyah berujar, ”Pidananya sudah terbukti setelah kasasi Yohanes putus. Jadi biar pengadilan yang menguji.”
Anton Aprianto, Renny Fitria Sari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo