Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perkara Mafia Anggaran Terus Didalami

KPK juga masih mengusut kasus suap alih fungsi hutan yang pernah menyeret Romahumuziy.

16 Maret 2019 | 00.00 WIB

M. Romahurmuziy diperiksa sebagai saksi kasus suap di gedung KPK, Jakarta, 23 Agustus 2018.
Perbesar
M. Romahurmuziy diperiksa sebagai saksi kasus suap di gedung KPK, Jakarta, 23 Agustus 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan belum menghentikan pengusutan perkara korupsi yang sempat menyeret nama Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Romahurmuziy. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan penyidik lembaganya terus mendalami berbagai kasus rasuah tersebut. "Penyidikan kasus-kasus itu masih dalam pengembangan," kata Febri Diansyah, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Di antara perkara itu adalah kasus mafia anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat pada 2018. Kasus ini menjerat anggota Komisi XI (yang membidangi keuangan) DPR, Amin Santono; Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo; serta pengusaha Eka Kamaluddin. Ketiganya telah divonis bersalah dan dihukum masing-masing 8 tahun, 6 tahun 6 bulan, dan 4 tahun penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Perkara mafia anggaran terungkap setelah penangkapan Amin, Yaya, dan Eka pada 4 Mei 2018. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ketiganya terbukti menerima suap Rp 3,3 miliar dari mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa. Uang suap diserahkan melalui Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Kurniawan, dan Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast. Uang itu sebagai pelicin agar Lampung Tengah dan beberapa daerah lainnya mendapatkan dana alokasi khusus (DAK) fisik dan dana insentif daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

Dalam perkara ini, Romahurmuziy terhubung dengan Yayayang disebut sebagai karib Romahurmuziydan Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono. KPK pernah menggeledah rumah Puji di Graha Raya Bintaro, Jakarta Selatan, dan menemukan uang Rp 14 miliar yang diduga berkaitan dengan kasus rasuah. Puji dan Yaya disebut bekerja sama dengan Kepala Seksi Perencanaan DAK Non-Fisik Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Rifa Surya, dalam memperdagangkan informasi dana transfer pusat ke daerah.

Menurut Febri Diansyah, dalam perkara tersebut Romahumuziy telah diperiksa sebagai saksi. Romahurmuziy, ketika dimintai konfirmasi, mengatakan tidak mengetahui asal-muasal uang di rumah Puji. "Yang bersangkutan menjalankan bisnis di luar urusan partai," kata dia kala itu.

Adapun perkara kedua yang menyeret Romahurmuziy adalah korupsi alih fungsi hutan di Riau pada 2014. Kasus tersebut telah menjebloskan mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, ke penjara. Politikus Golkar itu divonis 7 tahun penjara karena menerima suap dari pengusaha Gulat Medali Manurung dan Edison Marudut.

Dalam kasus ini, Romahurmuziy diperiksa sebagai saksi karena dia adalah Ketua Komisi IV (yang membidangi masalah kehutanan) DPR periode 2009-2014. Romahurmuziy pernah menjelaskan bahwa Komisi Kehutanan menerima permohonan alih fungsi hutan di Riau melalui surat dari Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan. Namun Komisi IV belum membahas permohonan itu karena masa kerja DPR periode 2009-2014 keburu berakhir.

MAYA AYU PUSPITASARI | M. ROSSENO AJI | LINDA TRIANITA | RUSMAN PARAQBUEQ

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus