SEJAK kudeta kaum intelektuil pimpinan Pridi di tahun 1932 di
Bangkok, Muangthai teus menerus sibuk dengan berbagai kudeta.
Dengan kudeta pimpinan Sangad pekan silam, Bangkok sudah 14 kali
mengalami perampasan kekuasaan. Karena mahasiswa, tiga tahun
silam memaksa diktatur Thanom dan Prapass pergi. Pekan lalu
tentara merasa cukup alasan untuk menguasai lagi negeri itu.
Di tahun 1973, Prapas dan Thanom yang memang sudah tidak terlalu
populer di kalangan tentara yang dipimpin oleh KASAD Jenderal
Kris Sivara (almarhum), akhirnya dibiarkan saja jatuh. Kris
Sivara tidak membela Thanom danPrapass. Bahkan Kris bertekad
menarik tentara dari keterlibatan politik. Tapi cuma tiga-tahun
hal itu terjadi. Dan selama percobaan demokrasi parlementer itu
Muangthai mengalami 2 pemilihan umum, 4 kali pergantian kabinet,
3 orang perdana menteri, 56 partai politik, dan sejumlah
kekerasan dan jiwa yang korban oleh teror. Kris Sivara meninggal
oleh sakit jantung, dan kesabaran di kalangan tentara berakhir
juga pekan silam.
Kudeta pekan silam sebenarnya cuma suatu puncak khaos yang
melanda Muangthai sejak 3 tahun silam. Tapi apa sesudah itu
nampaknya masih harus ditunggu. Sebab bahkan sebelum terjadinya
kudeta, sejumlah tokoh mahasiswa yang ekstrim kiri sudah
melarikan diri ke dalam hutan atau mengasingkan diri di
negara-negara komunis. Kekerasan dan kekejaman pekan silam sudah
harus diperhitungkan, sebagai kejadian yang cuma akan
mempertajam sifat radikal dari mahasiswa kiri yang pada suatu
saat akan bergerak kembali.
Ketakutan terhadap kudeta sudah dari semula menjadi bahan
pembicaraan di Bangkok. Berkali-kali Jenderal Kris Sivara
membantahnya. Tapi kejadian yang ditakutkan itu akhirnya datang
juga lewat proses selama 3 tahun. Dan berikut ini adalan
kejadian-kejadian penting dalam proses itu:
Setelah Prapass, Thanom dan Narong terusir di bulan Oktober
1973, kabinet pimpinan Sanya Dharmasaksi bekerja keras membentuk
Undang-Undang dasar 1 Oktober 1974, undang-undang itu diterima.
Januari 1975 berlangsung pemilihan umum. Hasil pemilu itu tidak
bisa menjamin sebuah pemerintahan yang stabil. Partai Demokrat
pimpinan Seni Pramoj menang, tapi tidak cukup mampu memerintah.
Kabinet koalisi pimpinan Seni hanya berumur beberapa hari.
Setelah bersumpah di depan raja pada 27 Pebruari, 7 Maret bubar
setelah ditolak oleh parlemen. Seminggu kemudian, Kukrit
ditunjuk oleh raja untuk jadi perdana menteri.
Kabinet Kukrit tidak bisa berbuat banyak, meskipun bertahan
hingga Januari yang lalu. Tapi di awal tahun ini krisis sudah
sangat membayangi kabinet itu. Perpecahan tidak saja terjadi
diantara partai-partai, tapi juga dalam tubuh satu partai
sendiri. Di luar pemerintahan, kriminalitas meningkat. Dan
tekanan kiri makin kuat. Uni Soviet dan RRT terang-terang
berebutan pengaruh di Muangthai. Jatuhnya Indocina makin
dirasakan sebagai gelombang panas di sepanjang perbatasan. Semua
ini tidak bisa diatasi oleh kabinet Kukrit. Tapi sebelum ia
mendapat mosi tidak percaya, terlebih dahulu Kukrit membubarkan
parlemen.
4 April, berlangsung pemilu untuk kedua kalinya. Juga tidak
menghasilkan mayoritas, kendati jumlah partai makin berkurang.
Kukrit tidak terpilih. Ini kabarnya "diatur" oleh kalangan
militer yang tidak bersimpati terhadap Kukrit yang
berkecenderungan kiri. 20 April, Seni jadi perdana menteri.
Ujian pertama pemerintahan Seni datang pada tanggal 15 Agustus,
ketika Prapass tiba-tiba muncul di Bangkok dari pembuangannya di
Taipei. Terjadi demonstrasi mahasiswa, korban jiwa 2 orang dan
sejumlah luka-luka. Prapass berhasil diusir. Tanggal 19
September, Thanom mendadak pulang sebagai bissu, dan langsung
masuk ke Wat Ada yang menduga kemudian bahwa inipun siasat
orang-orang militer, untuk memprovokasi kemarahan mahasiswa.
Antara lain karena alasan agama, terjadi perpecahan dalam
masyarakat dalam soal Thanom. Kabinet Seni tidak cukup kuat,
maka ia mundur pada 23 September. Tanggal 24 ia bersedia kembali
jadi perdana menteri.
Tapi keadaan sudah tidak bisa dikontrol ketika pertentangan
antara golongan kanan dan kiri mencapai puncaknya pekan silam.
Mahasiswa yang berkumpul di kampus Tharnmasak belum sempat
melaksanakan aksinya terhadap Thanom ketika golongan kanan dan
polisi menyerbu dan membantai mereka. Seni cuma bisa menyesalkan
kcadaan. tapi tentara yang melihat hantu komunis makin
gentayangan, mengakhiri percobaan demokrasi di Muangthai. Kata
Sangad: "Demokrasi datang terlalu tiba-tiba di Muangthai. Rakyat
belum siap. Perlu pendidikan demokrasi".
Masalahnya ialah: bisakah pendidikan demokrasi dilakukan dalam
suasana tanpa demokrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini