Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA Lebaran hari kedua, Senin pekan lalu, Ansufri Idrus Sambo terbang dari Jakarta ke Semarang. Sebenarnya ia ingin langsung mendarat di Yogyakarta untuk menemui mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Amien Rais, tapi tiket pesawat ke Yogyakarta sudah ludes. Panggilan mendadak dari Amien membuat Sambo tak mempersiapkan perjalanan sejak jauh hari.
Dari Semarang, ia melanjutkan perjalanan dengan mobil selama empat jam ke Yogyakarta. Setiba di rumah Amien Rais, ia dan tuan rumah langsung membicarakan pertemuan Presiden Joko Widodo dengan kolega Sambo yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia di Istana Negara sehari sebelumnya.
Sambo dan Amien tergabung dalam Presidium Alumni 212--eksponen demonstrasi 2 Desember 2016 yang menuntut Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjarakan. Di Presidium, Sambo menjadi ketua umum, sementara Amien Rais ketua penasihat.
Menurut Sambo, Presidium menyebutkan "rekonsiliasi" Jokowi dengan pentolan GNPF harus memenuhi beberapa syarat. Salah satunya, sebelum rekonsiliasi, pemerintah harus menghentikan kasus hukum yang merundung "ulama, aktivis, dan ormas Islam". "Jika itu tidak dipenuhi, solusinya revolusi konstitusional dan people power," kata Sambo, Rabu pekan lalu.
"Revolusi konstitusional", menurut Sambo, ditempuh melalui jalur pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan gerakan people power akan dilakukan secara damai dan sesuai dengan aturan. "People power tidak harus turun ke jalan, kan?" ujar Sambo.
Pada awal pelarian Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Syihab, dua bulan lalu, Sambo juga sesumbar akan ada satu juta orang menyambut kepulangan Rizieq. Ia mengklaim penyambut Rizieq akan bergandengan tangan dari Bandar Udara Soekarno-Hatta hingga gedung Dewan Perwakilan Rakyat, yang jauhnya sekitar 30 kilometer.
Presidium Alumni 212 yang diketuai Sambo memang gencar memprotes proses hukum pentolan demonstrasi 212 dengan menyebutnya kriminalisasi. Setelah demonstrasi tersebut, Rizieq dijerat sejumlah kasus, termasuk pornografi. Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Gatot Saptono alias Muhammad Al-Khaththath ditangkap dengan tuduhan makar. Demikian juga Ketua GNPF Bachtiar Nasir, yang diperiksa dalam dugaan penggelapan donasi demonstrasi 212.
Menurut Sekretaris Presidium, Hasri Harahap, perkumpulan ini awalnya memang dibentuk untuk membela tokoh-tokoh demonstrasi 212. Penggagasnya adalah mereka yang tergabung dalam panitia "Tamasya Al-Maidah"--pengerahan massa yang dirancang untuk memantau tempat-tempat pemungutan suara di Jakarta pada hari pemilihan Gubernur DKI Jakarta putaran kedua, April lalu, agar pemilih muslim mencoblos calon seiman. Al-Maidah merujuk pada surat dalam Al-Quran, ayat 51, yang disitir Ahok dan menjadi senjata demonstran untuk menuntut dia dihukum.
Gerakan tersebut diketuai Sambo, yang dikenal dekat dengan Prabowo Subianto sejak bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu menyingkir ke Yordania setelah reformasi 1998. Itu sebabnya Sambo juga dipilih sebagai Ketua Presidium. Seraya menyiapkan gerakan Tamasya Al-Maidah, para penggagas Presidium mulai membahas upaya membela tokoh-tokoh demonstrasi 212 yang tersangkut masalah.
Pada akhir April lalu, Presidium mengadukan perkara yang membelit sejumlah tokoh ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Hingga akhir Juni lalu, Presidium sudah delapan kali mendatangi kantor Komnas HAM. Presidium berharap Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi bahwa terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam penetapan tersangka terhadap Rizieq Syihab dan kawan-kawan.
Sebenarnya upaya melobi pemerintah lebih banyak dilakukan GNPF yang dipimpin Bachtiar Nasir. Sejak awal, kata Hasri, GNPF dan Presidium berbagi tugas. GNPF berfokus menjalin komunikasi dengan pemerintah lewat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Sedangkan Presidium bertugas menggedor Komnas HAM. Lobi ke DPR dan pintu lain di pemerintah dilakukan tim lain.
Belakangan, Eggi Sudjana membentuk Tim Pengacara Ulama dan Aktivis. Menurut Hasri, tim itu dibentuk sepulang Eggi bertemu dengan Rizieq di Arab Saudi pada akhir Mei lalu. Sementara Presidium menempuh jalur pengaduan di Komnas HAM, Tim Pengacara berfokus menangani perkara yang sudah menjadi perkara hukum. Salah seorang yang direkrut Eggi adalah Achmad Michdan, yang pernah menjadi Koordinator Tim Pengacara Muslim, yang membela Abu Bakar Ba'asyir.
Meski memakai kendaraan Presidium Alumni 212, Achmad Michdan pula yang diminta Rizieq secara khusus mengurus laporannya ke Komnas HAM. "Setiap langkah pasti dilaporkan kepada Habib," kata Sugito Atmo Prawiro, pengacara Rizieq.
Hubungan komunikasi pentolan Presidium dengan Rizieq juga lancar. Menurut Hasri, Rizieq biasa menghubungi dia atau Sambo. Dalam obrolan terakhir sebelum Lebaran, Rizieq menyampaikan pesan kepadanya agar tak menyurutkan upaya di Komnas HAM. "Pesan-pesannya normatif," ujar Hasri, menolak menjelaskan detailnya.
Dari persembunyiannya pula Rizieq meminta pendukungnya di Front Pembela Islam menurunkan tensi selama negosiasi dengan pemerintah berlangsung. Menurut juru bicara FPI, Slamet Maarif, organisasinya melimpahkan urusan unjuk rasa "aksi bela ulama" kepada pengurus FPI Jakarta. Sedangkan FPI di daerah direm agar tak datang ke Jakarta. "Tapi, kalau Habib Rizieq perintahkan, kami semua siap turun," katanya.
Slamet mengklaim saat ini tercatat ada 4-5 juta anggota FPI di Indonesia. Gambarannya, kata Slamet, rata-rata pengurus FPI di daerah adalah pengasuh pondok pesantren. Tiap pesantren memiliki santri ratusan hingga ribuan. Di Jawa, ia mengklaim, ada sekitar 5.000 pesantren yang berafiliasi dengan FPI. "Santri itu bagaimana kiainya," ujarnya.
Pengurus FPI Jakarta menerjemahkan instruksi itu dengan mengirim ratusan orang dalam serangkaian "aksi bela ulama" yang dimotori Sambo. Ini salah satu hal yang membuat unjuk rasa itu terlihat jomplang dibandingkan dengan demonstrasi 212--yang disebut unjuk rasa dengan massa terbesar setelah 1998. Sejumlah media melaporkan, antara lain, "aksi bela ulama" yang digelar 16 Juni lalu terlihat sepi.
Menambah sekutu, Presidium merengkuh Musyawarah Rakyat Indonesia, organisasi yang didirikan sejumlah aktivis pendukung Sri Bintang Pamungkas, yang disangka makar. Kedua perkumpulan sepakat membentuk sekretariat bersama demi mengegolkan "Sidang Istimewa MPR yang konstitusional".
Ini senada dengan yang digaungkan Presidium Alumni 212. Menurut Sambo, di rumah Amien Rais sudah ada pembicaraan untuk membentuk "panitia revolusi konstitusional". Didukung oleh sejumlah tokoh dan organisasi serta diberi angin oleh segelintir politikus, Sambo yakin upayanya bakal menuai hasil. "Tunggu saja tanggal mainnya," katanya. "Ini permainan panjang yang butuh stamina, pikiran, perasaan, dan hati yang kuat."
Anton Septian
Menurut Sambo, di rumah Amien Rais sudah ada pembicaraan untuk membentuk "panitia revolusi konstitusional". Didukung oleh sejumlah tokoh dan organisasi serta diberi angin oleh segelintir politikus, Sambo yakin upayanya bakal menuai hasil. "Tunggu saja tanggal mainnya," katanya. "Ini permainan panjang yang butuh stamina, pikiran, perasaan, dan hati yang kuat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo